icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Langit Jam 4 Sore

Bab 3 Kambuh

Jumlah Kata:1662    |    Dirilis Pada: 23/06/2023

angan seorang tamu di kantornya. Beliau adalah perwakilan dari perusahaan supermarket yang sudah setuju dengan penawaran harga produk yang sebelumnya pernah diajukan oleh Divia. Karena kebetul

aya bangkit dari kursi tamu ketika melihat kemuncula

erjabat tangan, “Ngga apa-apa Bu

adapan, dibatasi oleh sebuah m

t di google map, kayaknya dekat kesini. Kebetulan penawaran dari

inum dulu.”, Divia mempersilahkan Bu Stefy untuk mengambil sebotol teh siap minum yang sudah tersedia sejak tadi di hadap

sebotol dan perlahan membuka

ni masih produk

l juga, cuma kadang kita ngga perha

nya, “Jadi harga segini sudah diskon ya Mba buat kami?”, seraya

i bos. Malah khusus buat supermarket itu biasanya kami memang kasih pilih

n Saya. Menurut beliau sih harganya masih masuk lah. Cuma memang

sudah paling bagus kok. Saya tiap bikin penawaran jug

rikan oleh Divia. Di penghujung pertemuan Divia dan Bu Stefy sore ini, Bu Stefy mengatakan kalau secepatnya akan mengirimkan PO kepada Divia. Tentu D

kembali ke lantai dua. Meja kerjanya tampak masih berantakan karena tadi dirinya langsung turun saat mendeng

ang memenuhi meja kerjanya. Siapa tahu pulpen kesayangannya itu bersembunyi di bawah tumpukan kertas itu. Namun dia tidak men

esi yang mejanya tak beg

Itu yang kuni

ata Desi mengarahkan Divia k

elapan tahun. Terkadang anak manis itu memang diajak papanya main ke kantor. Namun Divia tida

hampiri anak laki-laki itu. “Sini, kasih aku pulpennya.”, dengan salah satu tang

menjauhi Divia seraya membawa

rasanya meladeni anak kecil. Dia hanya mampu bersuara

imat tadi, Mr. Jung Wo Jin muncul di ujung tangga lant

apa itu?

ia berjalan lemah ke arah Divia dan me

g apa?”, uc

raya menunduk mem

kecil, “ Iya.. M

Jung naik hanya untuk mengajak anaknya pulang. Desi yang sejak t

anak.”, ucap Divia

kerjain lo

erjanya. Dengan tetap teliti, kedua tangannya sigap menyusun rapi kertas-kertas dokumen yang dianggurin

na hari ini Murni dan Radit bersama-sama tugas keluar kantor dan kemungkinan urusan mereka diluar sana baru

enghampirinya, sore ini mulai menampakkan keberadaannya lagi. Divia hanya menahannya, dia tampak baik-baik saja dilihat dari luar. Baginya, rasa nyeri di ulu hati dan sakit di bagian perut merupakan sesuatu yang sudah lama menyatu dengan dirinya. Bahkan terkadang Divia sampai harus merasa

rjalanan pulang dibonceng ojek online, Divia beberapa kali menggigit bibir bawahnya menahan rasa nyeri ulu hatinya yang belum juga berkurang. Sesampainya di rumah, Divia langsung masuk ke ka

h yang dibuka. Namun beliau tak melihat siapapun di sekitarnya. Keluarga mereka memang memegang kunci rumah masing-masing. Jadi, mesk

amar, masih mengena

-nepuk dadanya melihat kemun

u naik nih. Makanya pula

akitnya? Kamu kerj

sih selalu aku bawa, cuma tadi udah tanggung. Udah

ng makan. Tadi siang kamu n

jawab Divia datar seraya tangannya

s Ibunya mengira-ngira apa yang menjadi

bantah Divia dengan

enyelidik menajamkan sorot matan

dan

Vi. Kurangin

ng saja kok. Jarang Bu. Seharian

ar, masih ngebul asapnya. Untung buru-buru Ibu nyalahin eksosnya. Habis itu

r bisa cepat-cepat makan.”, lantas bangkit dari sofa menuju

keluar dari kamar mandi. Divia terlihat sangat manis berbalut daster kuning polos sel

ni, makan b

hampiri meja makan dan duduk di kursi yang berhada

nya. Ayah nungguin dia dulu, ta

a. Segar.”, seraya mengangguk

akit ngga u

. Ngga nyeri ban

Vi. Habis makan jangan langsu

ose hormat dan segera bangkit dari kursi makannya.

a mulai diserang pasukan nyamuk. Dia pun seg

? Ibu baru mau

muknya lagi banyak tu

. Ya

i Arman dua puluh menit yang lalu. Dia pun memilih memba

tidu

habis makan. Tadi s

rang masih

sih. Kamu lagi apa M

sampe rumah. Tadi banyak kerja

s terhenti karena Divia malah ketiduran, m

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka