Saat Hati Tertusuk Duri Cinta
Chaisar mengernyitkan alisnya, tatapannya tertuju padaku, seolah-olah dia sedang mencoba menguraikan pikiranku. Tanpa menunjukkan tanda-tanda kegugupan, aku duduk dan tersenyum dengan tenang sambil membalas tatapan tajamnya.
Setelah keheningan yang panjang, dia akhirnya berkata, "Baiklah."
"Terima kasih, Dokter Chaisar," jawabku dengan sopan. Aku tahu bahwa terkadang, beberapa kata sudah cukup untuk menyampaikan niat seseorang, terutama ketika berbicara dengan orang yang cepat tanggap.
Pelayan membawa pesanan kami dan kami mulai makan. Setelah beberapa suap, Chaisar bertanya padaku, "Nona Gina, apa kamu selalu berakal seperti ini?"
Aku menjawab sambil tersenyum, "Terima kasih atas pujiannya. Aku mencoba untuk menjaga diriku sendiri. Evan dan aku tidak cocok. Selain itu, kehamilan ini terjadi pada waktu yang tidak tepat."
Dia menikmati makanan itu dan tampak puas. Saat makan, dia bertanya dengan santai, "Kapan kamu akan meninggalkannya?"
Aku terkejut dan menatapnya dengan kaget. Aku hanya berpikir untuk menggugurkan kandunganku dan mengakhiri pernikahanku dengan Evan. Aku tidak terlalu memikirkan apa yang akan kulakukan selanjutnya atau ke mana aku akan pergi setelah meninggalkan Balka.