Saat Hati Tertusuk Duri Cinta
"Nona Lia, aku sama terkejutnya melihat kecepatanmu dalam mengubah ekspresimu."
Aku memutar bola mataku ke atas, meraih tas tanganku dan hendak pergi ke rumah lama Keluarga Korinus. Aku harus ada di sana meskipun Evan tidak ikut. Namun, begitu aku sampai di pintu, Lia menghentikanku.
Dia tidak perlu berpura-pura lagi karena Evan tidak ada di sekitar. Dia menatap mataku dan bertanya, "Kapan kamu akan menandatangani perjanjian perceraian?"
Untuk sesaat, aku tertegun. Aku tersenyum dan balas bertanya, "Apa kamu bertanya seperti itu sebagai perusak rumah tangga?"
"Kamu yang perusak rumah tangga, bukan aku!" Lia tersinggung dengan sebutan itu. Wajahnya langsung berubah jengkel. Dia menggertakkan giginya dan berkata, "Aku sudah ada di dalam kehidupan Evan sebelum kamu muncul entah dari mana. Jika bukan karena kamu, aku pasti sudah menjadi istrinya. Ingatlah bahwa kakek Evan sudah meninggal. Tidak ada yang bisa melindungimu lagi. Jika aku jadi kamu, aku akan menandatangani perjanjian itu dan pergi dengan uang yang dijanjikan Evan untukmu. Lakukan itu sebelum semuanya terlambat."
"Sayang sekali kamu bukan aku, Nona Lia," balasku dingin. Sebelum dia bisa mengatakan apa-apa lagi, aku sudah berjalan melewatinya dan menuju tangga. Selain Evan, tidak ada orang di dunia ini yang bisa menyakitiku sedikit pun dengan kata-kata.
Lia, si penarik perhatian dan tuan putri semua orang, tidak terima aku melewatinya begitu saja. Dia meraih lenganku dan berkata, "Apa kamu tidak malu, Gina? Evan tidak menyukaimu, apalagi mencintaimu. Apa gunanya kamu tetap berada di sisinya?"
Ekspresinya lucu. Aku menyindir sambil tertawa kecil, "Karena kamu tahu dia tidak memiliki perasaan apa pun terhadapku, kenapa kamu marah?"
"Kamu ...." Lia terlalu kaget dan marah untuk berbicara.
Aku mendekatinya dan mencibir, "Karena kamu bertanya, aku akan memberitahumu apa gunanya aku tetap berada di sisinya."
Aku mengubah nada bicaraku dan berkata dengan lembut, "Itu karena dia sangat terampil di atas ranjang. Dia meniduriku dengan begitu baik. Menurutmu apa gunanya?"
"Dasar pelacur tidak tahu malu!" Mata Lia tiba-tiba memerah. Dengan kesal, dia mengangkat tangannya, berniat untuk mendorongku dari tangga. Aku memindahkan tubuhku ke samping dan meraih pagar tangga untuk penyangga.
Namun, aku tidak menyangka Lia akan kehilangan keseimbangan dan jatuh dari tangga.
"Ahhh!" Teriakannya yang memekakkan telinga terdengar di aula. Aku membeku kaget.
Tiba-tiba, aku didorong ke samping oleh lengan yang kuat. Evan menuruni tangga dengan kecepatan yang tidak tertandingi. Dia langsung mendatangi kekasihnya itu.
Saat ini, Lia meringkuk di lantai. Dia memegangi perutnya dan menangis dengan wajah pucat, "Bayiku ... bayiku ...."
Dalam sekejap mata, aku melihat bajunya sudah berlumuran darah. Darah itu mengalir ke lantai. Aku menganga saat melihat ini semua. Bayi? Apa itu berarti dia hamil? Anak Evan?
"Evan, bayiku, bayiku ...." Lia terus mengulangi kata-kata itu sambil memegang lengan baju Evan.
Keringat menetes dari dahi Evan yang berkerut. Wajahnya begitu sedih saat dia menatapnya.
"Jangan takut, dia akan baik-baik saja. Aku yakin." Dia menghiburnya, lalu menggendongnya dan langsung menuju pintu.
Dengan satu kaki keluar dari pintu, dia berhenti dan berbalik untuk menatapku. Kedua matanya berkobar dengan ganas, sementara wajahnya tampak suram. Dia berteriak padaku, "Gina, berani-beraninya kamu. Aku akan kembali untukmu!"
Itu adalah sebuah ancaman. Sangat jelas bahwa dia marah dan pasti akan memberiku pelajaran. Namun, aku hanya bisa membeku dan tidak tahu harus berbuat apa.
"Cepat kejar dia dan jelaskan apa yang terjadi." Tiba-tiba, dari belakangku terdengar suara berat seorang pria. Aku berbalik dan melihat Chaisar di sana. Sudah berapa lama dia berdiri di sana?
"Apa yang harus dijelaskan?" tanyaku sambil menekan rasa takut dan panik di hatiku.
Chaisar mengangkat alisnya dan menjawab, "Evan mengira kamu mendorong Lia dari tangga. Apa kamu tidak akan menjelaskan segalanya sebelum dia mewujudkan ancamannya?"
Aku menunduk dan membalas dengan getir, "Tidak masalah apakah aku mendorongnya atau tidak. Faktanya, tetap saja Lia terluka sekarang. Pada akhirnya seseorang harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi."
"Aku tidak pernah bisa paham denganmu."
Sambil menggelengkan kepalanya, Chaisar menuruni tangga dan pergi dengan kotak medisnya. Kurasa dia sedang dalam perjalanan ke rumah sakit untuk memeriksa Lia.