/0/13690/coverorgin.jpg?v=34d407bff7def1b62c3b6d9da1a2d824&imageMogr2/format/webp)
Subuh baru saja dimulai, ketika kamarku diketuk dengan nada terburu-buru. Tahu siapa yang mengetuk, aku membuka pintu dengan senyum lebar. “Ayo, cepat mandi! Sudah kubilang Tito untuk jadi saksi. Kita cari penghulu hari ini,” katanya.
Lelaki itu tinggal di rumah ini bersamaku dan 4 orang lainnya. Rumah ini sangat besar dengan banyak kamar-kamar kosan. Aku tinggal di lantai bawah, menempati sebuah kamar yang sangat besar dengan kamar mandi di dalam. Baru beberapa bulan ini aku tinggal di rumah ini. Sejak rumah ini aku beli, kuperbaiki, dan disewakan, aku belum pernah tinggal di rumah ini. Ada cerita buruk yang membuatku meninggalkan dan menghindari rumah ini selama bertahun-tahun. Ada perasaan sedih dan marah pada rumah ini.
“Hey, ayo cepat! Aku sudah mandi,” katanya mengejutkanku.
Sejenak aku tertegun. Masih terdiam. Tidak percaya pada berita yang menyambarku subuh-subuh. Menikah? Hari ini? Sekarang juga? Aku… menikah?!
Lelaki itu mengusap wajahku dengan senyumnya yang lebar. Deretan kesejukan di matanya menyadarkanku akan keberadaannya. Aku mengenalnya hampir setahun yang lalu, ketika aku membutuhkan keahliannya untuk mengatasi masalah sengketa rumah. Seorang insinyur, pemimpin perusahaan. Wajahnya bersih karena ia tak sekalipun melewatkan sholat 5 waktu dan sholat sunnahnya. Aku janda. Sudah 16 tahun menjanda. Dia suami orang. Sudah 20 tahun menikah. Status itu tidak berubah bahkan ketika ia memintaku untuk menikah dengannya 6 bulan sebelumnya. Istrinya, sudah pasti belum diberitahu. Tapi ia meyakinkanku, bahwa pada akhirnya istrinya akan tahu, dan ketika hal itu terjadi, seharusnya tidak menjadi masalah. Karena secara hukum agamanya, menikahi lebih dari 1 wanita, adalah hal yang tidak dilarang.
Ketika ia melamarku, aku menyampaikan pada Ayahku dengan perasaan gundah. Aku tidak bisa membayangkan sedihnya hati Ayahku melihat anak perempuan yang paling disayangnya menjadi istri kedua, istri yang akan dinikahi secara siri. Aku memberitahunya dengan perasaan sangat takut. Bukan kemarahannya yang menakutkanku, tapi ketakutanku melihat kesedihan dan luka di wajahnya. Namun, ayahku hanya berwajah lurus ketika ia menerima kabar itu. Aku tahu, ia berusaha menyembunyikan ekspresi terlukanya dariku. Ia berusaha berjiwa besar, menerima bahwa anak kesayangannya, telah menjanda terlalu lama dan memang kenyataannya tidak ada lelaki yang mau menikahinya. Hanya lelaki itu yang mau melamarnya dan mengajaknya menikah.
/0/3576/coverorgin.jpg?v=79bd0c4fd1e86ba1bc67090a59109612&imageMogr2/format/webp)
/0/14334/coverorgin.jpg?v=edb42f4f519e2146969644febdb19d32&imageMogr2/format/webp)
/0/14152/coverorgin.jpg?v=efdc21e45b5252f06d5cabf6bc2cffcf&imageMogr2/format/webp)
/0/10754/coverorgin.jpg?v=5ba6a8d9ce5d7531b517696fd75cfe8e&imageMogr2/format/webp)
/0/23122/coverorgin.jpg?v=e07f203525618a6f8d7e40b58e3f2b5b&imageMogr2/format/webp)
/0/3000/coverorgin.jpg?v=04eecd43f1860a4bb7079fbd3a93c3b4&imageMogr2/format/webp)
/0/29601/coverorgin.jpg?v=8d41466709386b9515973ae68513f09f&imageMogr2/format/webp)
/0/8954/coverorgin.jpg?v=01563f5e95e67a006cad0986e0903e43&imageMogr2/format/webp)
/0/22544/coverorgin.jpg?v=4f7701e53a635b842255c14895604450&imageMogr2/format/webp)
/0/23568/coverorgin.jpg?v=44b2fe43acc91ec0b82a1c987c096130&imageMogr2/format/webp)
/0/18258/coverorgin.jpg?v=1f0c615f181385a0878a2ed4b344af81&imageMogr2/format/webp)
/0/2412/coverorgin.jpg?v=2f2d934aececc23f4d4e08a87a49b954&imageMogr2/format/webp)
/0/4878/coverorgin.jpg?v=785efcf09772410f495aac0be3917e23&imageMogr2/format/webp)
/0/4190/coverorgin.jpg?v=41fd1dc29a06af438b3b8fffb6e3238b&imageMogr2/format/webp)
/0/10207/coverorgin.jpg?v=4ac57fc539ea6cc5f0b42d1ee095a5da&imageMogr2/format/webp)
/0/20147/coverorgin.jpg?v=094d6dee3fe128eb23ca338f58cea767&imageMogr2/format/webp)
/0/2783/coverorgin.jpg?v=c4a6736794f79b3de44e7a5a8168e8ba&imageMogr2/format/webp)
/0/14064/coverorgin.jpg?v=47e9031b9221cf7fb44b043b76672b6f&imageMogr2/format/webp)