Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Di dalam sebuah rumah, terlihat dua orang wanita yang tengah duduk bersebelahan. Satu orang wanita muda yang menggunakan pakaian lusuh dan satu orang lagi seorang wanita paruh baya dengan pakaian modis yang tergolong mahal.
"Jadi ... kamu telah mempertimbangkan tawaran yang telah aku berikan?" tanya seorang wanita modis berumur empat puluh tiga tahun kepada seorang Ibu muda berumur dua puluh dua tahun. Wanita paruh baya duduk disebuah kursi usang dengan melipat kedua tangan didada. Ia berprofesi sebagai makelar untuk Human Trafficking
"Saya yakin, Bu,” lirih Ibu Muda dengan mata berbinar. Senyum menyeringai di wajah menandakan kepuasan di dalam batinnya. Ia berpikir akan mendapatkan banyak uang dengan cara instan.
"Besok saya akan jemput anak itu, dan ini sebagai uang muka untukmu." Wanita paruh baya itu menyerahkan sebuah amplop kecil berwarna coklat diatas meja. Ia kemudian bangkit berdiri sambil tersenyum melihat ibu muda yang telah ia bayar dengan sebuah cek seharga seratus juta rupiah sebagai uang jaminan. Wanita itu sudah tidak tahan dengan rumah kumuh yang sedang ia kunjungi, sekarang rasanya ia ingin cepat-cepat keluar dari rumah itu.
Tepat di depan pintu berdiri dua penjaga memakai jas berwarna hitam telah menunggunya. Wanita tersebut berhenti didepan pintu memandang lurus kedepan mengeluarkan kacamata hitam di balik mantel kemudian memakainya. Menjentikan jarinya mengisyaratkan agar pengawal mengikuti dirinya meninggalkan lokasi dan segera memasuki mobil mewah maybach exelero terparkir di halaman rumah kumuh itu.
Yuliana, Ibu Muda itu menatap amplop coklat diatas meja dengan girangnya. Dengan cepat ia mengambil dan membuka amplop. Benar saja isi cek didalam amplop membuatnya semakin girang. Ia melihat nominal yang tertulis senilai seratus juta. "Selama ini aku sudah muak hidup dalam kemiskinan, dan sekarang waktunya aku menikmati uang yang banyak seperti teman-temanku yang lainnya," ucap Yuliana bahagia. Matanya memancarkan binar yang sangat indah saat melihat cek di dalam amplop coklat itu.
Kemiskinan membuat Yuliana menjadi buta. Ia melupakan makna dari kehidupan dan membuatnya haus akan harta. Ambisinya untuk memiliki uang yang banyak mendorongnya melakukan hal keji terhadap anak kandungnya sendiri dengan menjualnya pada sindikat perdagangan manusia.
Perasaan bahagia karena menerima sebuah cek membuatnya tidak menyadari ada seorang anak manis yang menarik ujung pakaiannya dengan mengusap matanya. "Ibu…Aku lapar." lirih terucap dari bibir mungil seorang anak laki-laki.
Yuliana memandang seorang anak berusia tujuh tahun dengan paras yang tampan, manis dan juga penurut. Seharusnya sebagai seorang Ibu memiliki rasa tidak tega dalam hatinya tapi, sebaliknya tidak untuk dirinya, kemiskinan dan keserakahan membuatnya buta akan putranya sendiri. "Kamu sudah bangun David? Makanan ada di atas meja dapur, ambil sendiri dan makan sendiri, piringnya jangan lupa dicuci, sisakan untuk ayahmu." tutur Yuliana meninggalkan anaknya memasuki sebuah kamar.
"Ya Ibu..." lirihnya memperhatikan Ibunya yang terlihat girang tanpa sebab yang David ketahui. Anak itu berjalan ke dapur, membuka tudung penutup makanan diatas meja, ia melihat hanya ada sisa lauk tempe satu potong saja. Seperti perintah Ibunya ia membagi tempe menjadi dua bagian. Ia menyisihkan sebagian tempe untuk ayahnya. David makan dengan lahapnya walau hanya dengan lauk seadanya.
Keadaan langit yang mulai gelap, Harry Wicaksono pria berusia tiga puluh satu tahun memasuki kediamannya, dilihat anaknya yang sedang belajar dengan buku berhamburan di lantai. Rasa lelahnya terobati dengan melihat putra kesayangannya. "David...Ayah pulang." Harry tersenyum melihat putra semata wayangnya.
"Ayah ...!" David berlari menghampiri dan memeluk Ayahnya yang telah pulang dari bekerja.
"Pakaian Ayah kotor, Nak!" Harry melepas pelukan anaknya, Ia berdiri mensejajarkan dirinya dengan David. Mengelus kepala anak kesayangannya sambil tersenyum. "Lanjutkan belajarmu! Ayah bersihkan badan dulu." Bisik Harry dengan lembut.