Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Gairah Sang Majikan
Chapter 1
Cila menatap pemandangan melalui kaca jendela kereta Jayana Luxury yang melaju kencang dengan sendu. Matanya masih sembab bahkan kini kepalanya mulai nyeri. Ia meraba kepala Ritsleting tas selampang di pangkuannya, membuka dan merogoh seperti mencari sesuatu namun tidak menemukan apapun. Cila menghela nafas panjang, meratapi nasib yang harus dijalaninya sungguh tragis. Apakah dirinya sungguh tidak beruntung? Cila menempelkan kepalanya dikaca jendela. Ia memejamkan mata, berharap bisa tertidur walau sebentar saja. Namun, pikirannya melayang, mengingat kejadian 2 minggu yang lalu.
“Mas, aku mampir ke kantor ya.” Begitulah isi pesan Whatsapp yang dikirim Cila pada Dandi Darmawangsa, suaminya. Ia hanya ingin mengajak suaminya makan siang bersama. Namun, Dandi tidak kunjung membalas pesannya. Tanpa pikir panjang Cila melaju dengan mobil pribadinya menuju kantor tempat Dandi bekerja.
“Maaf bu, Pak Dandi sedang keluar. Belum lama berangkat.” Ucap salah satu staf yang ditemui Cila.
Cila tersenyum ramah,”Oh, baiklah. Tidak apa-apa. Katakan pada Bapak, bahwa saya datang kemari ya.”
Cila segera pergi meninggalkan kantor sambil berusaha menelpon Dandi namun tetap tidak tersambung. Perut Cila sudah tidak bisa di ajak kompromi. Sudah berbunyi sejak tadi seperti ada konser Justin Bieber yang sangat meriah didalam sana. Cila melihat ada restoran Jepang diseberang jalan. Tanpa pikir panjang ia segera melangkahkan kaki ke restoran itu.
Belum lama Cila duduk di salah satu meja yang kosong di sudut ruangan Resto dengan gaya Jepang. Ia mendengar tawa yang sangat ia kenali. Ya, itu suara Dandi suaminya. Dengan cepat ia mencari asal suara itu guna memastikan pendengarannya.
Namun, tubuh Cila tiba-tiba kaku dan tak mampu digerakkan. Nafasnya tertahan dan dadanya sesak. Ia melihat dengan kedua matanya, Dandi, pria yang telah hidup bersamanya selama 5 tahun itu sedang mengecup bibir gadis muda dan cantik yang duduk bersandar didadanya. Sesekali jemari Dandi yang kekar membelai anak rambut yang tertiup angin dan menyentuh pipi gadis itu.
Cila terpaku dan tidak mampu berbuat apapun. Detak jantungnya sangat cepat. Untuk menghampiri mereka berdua pun kaki Cila tidak kuasa. Ia segera bergegas saat melihat keduanya seperti hendak pergi dari resto itu. Tanpa memikirkan perutnya yang kosong, Cila diam-diam mengikuti arah mereka berdua pergi.
Dengan sangat hati-hati Cila mengikuti mobil yang dikendarai suaminya. Ia takut Dandi mengenali mobil yang ia kendarai untuk menguntitnya. Cila, tetap berusasha berpikir positif, ia berharap mereka tidak memiliki hubungan khusus atau apapun. Cila tahu, ia punya banyak kekurangan, ia belum bisa memberikan apa yang Dandi inginkan dalam pernikahannya. Namun, selama ini pula Dandi selalu membesarkan hari Cila jika ia merasa sedih karena omongan orang tentang hal itu.
Kini, Pria yang sangat ia kagumi dan cintai kedapatan sedang bermesraan didepan matanya. Sesekali Cila menyeka bulir air mata yang turun tanpa ia pinta. Kembali ia menenangkan diri dan berpikir bahwa ini tidak seperti yang ia pikirkan.
Namun lagi-lagi kenyataan tidak berjalan sesuai keinginan. Mobil Cila kini berada di Lobby Artemis Hotel. Cila menghela nafas panjang dan segera memarkirkan mobil dan mengejar Dandi yang sudah lebih dahulu masuk kedalam hotel itu.
“Maaf mba, saya mau tanya. Pria yang pakai jas Dongker dengan dasi merah yang masuk bersama seorang wanita yang memakai dress hitam tadi kamar no berapa ya?” tanya Cila pada resepsionis.
“Maaf bu, kami tidak bisa memberikan informasi pribadi tamu ditempat ini.” Jawab resepsionis itu.
Cila mengiba pada resepsionis itu, “Tolong mba, tadi itu suami saya dengan seorang perempuan yang saya tidak kenali. Saya sudah mengikuti mereka sejak dari restoran Jepang sampai kesini.” Ujar Cila memelas.
“Maaf bu, saya tidak bisa membantu.”
Cila menutup wajah dengan kedua tangannya. Tangisnya kini benar-benar pecah. Ia tidak tau harus berbuat apa. Ia tidak mampu berpikir jernih atas apa yang ia alami hari ini, semuanya terjadi begitu cepat tanpa ia sadari.
“Ada apa ini Suci?” ucap seorang pria pada mba resepsionis .
Terdengar resepsionis itu berbisik pada pria tadi. Cila tidak menghiraukan yang mereka lakukan, karena yang ada didalam kepala Cila adalah segera menyusul Dandi dan memastikan apa yang dilihatnya bukanlah hal yang buruk untuk pernikahannya.
Pria itu berdehem, “Maaf bu. Dengan ibu siapa?”
Cila perlahan membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya. “Pricila Putry Patty” jawab Cila sambil mengelap air mata yang membanjiri wajahnya.
Pria itu tersenyum ramah, “ Ibu Cila tenang dulu ya. Kami akan bantu semampunya.”
Cila mengangkat wajah dan menatap pria itu,”saya hanya perlu nomor kamar yang mereka pesan. Saya janji tidak akan membuat keributan disini.” Jawab Cila penuh harap.
Pria itu kembali tersenyum,”boleh tunjukan Foto yang ibu punya pada kami sebagai validasi kalau memang benar pria yang masuk tadi adalah orang yang ibu maksud?”
Cila merogoh tas yang dijinjingnya dan meraih ponsel. Ia membuka Galery Photo dan menunjukan beberapa gambar yang tersimpan diponselnya. Terlihat sesekali mba reseptionis menganggukan kepala dan menunjuk2 gambar yang dilihatnya.
“Baik bu. Saya akan memegang perkataan ibu sebelumnya. Tidak ada keributan.” Ucap Pria itu tegas.
“Iya pak. Saya janji tidak akan membuat keributan.”
Pria itu mengangguk pelan, “Baik, ibu boleh ikut saya.” Ucap pria itu sambil berjalan menuju lift.
Dengan cepat Cila mengikuti pria itu dari belakang. Tubuh Cila gemetar hebat. Antara lapar dan takut menjadi satu. Pria didepannya sesekali menoleh kebelakang memastikan Cila mengikuti arahannya.
“Ini kamar atas nama bapak Dandi Darmawangsa. Dipesan dua hari yang lalu selama tujuh hari. Saya harap ibu menepati janji yang sudah ibu Cila katakan sebelumnya.” Ucap Pria itu dengan tegas.
Cila mengangguk pelan. Ia benar-benar tidak bertenaga.
“Saya akan memperhatikan dari lorong diujung sana. Jika terjadi sesuati yang tidak diinginkan saya akan segera datang menghampiri ibu Cila.” Ujar Pria itu sambil berjalan meninggalkan Cila didepan pintu kamar.
Cila menatap dalam pintu kamar yang asing didepannya. Tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia harus mengalami kejadian yang menyayat hati seperti ini lagi. Tidak kah cukup hanya masa kecilnya saja? Haruskah kehidupan dan rumah tangganya kembali mengulang cerita lama yang tidak ingin ia ingat?
Cila mengetuk pintu dengan pelan. Ia sedang berusaha menata emosi yang berkecamuk dalam hati dan pikirannya. Ia harus tetap tenang agar bisa mencerna setiap kejadian yang akan ia alami setelah pintu yang ia ketuk ini terbuka.