Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Antara Cinta dan Kegelapan

Antara Cinta dan Kegelapan

Fairy Dust

5.0
Komentar
189
Penayangan
5
Bab

"Kau boleh menghancurkan jiwaku, mengambil hidupku, memukulku, menyakitiku, membunuhku. Namun demi Tuhan, jangan sentuh dia." Di masa depan, dunia telah berubah menjadi medan perang antara manusia, bencana alam yang tak terkendali, dan kekuatan misterius yang muncul dari perut bumi. Di tengah kehancuran, umat manusia hanya bertahan hidup dalam kota-kota berbenteng besar yang dikuasai oleh militer. Pada saat inilah dua jiwa yang berbeda, namun terhubung oleh takdir, bertemu di tengah puing-puing dunia yang hampir hancur. Celia, seorang wanita muda dengan kekuatan super yang tak terduga, mampu mengendalikan energi plasma yang dapat menghancurkan apa saja. Namun, kekuatan ini memiliki harga yang mahal: setiap kali dia menggunakannya, tubuhnya melemah dan rentan seiring waktu. Di tengah pertempuran yang tiada henti, dia bertemu dengan Zane, seorang komandan militer yang dihormati dan keturunan keluarga berpengaruh. Zane, yang bertugas melindungi umat manusia, merasa ada sesuatu yang berbeda pada Celia-sesuatu yang membuatnya ingin melindunginya, bahkan di luar tugasnya sebagai prajurit. Namun, tak hanya Zane yang merasakan hal itu. Di luar tembok perlindungan kota, ada Kieran, seorang prajurit bayangan yang tak terikat oleh aturan apa pun. Kieran, yang diam-diam menyimpan perasaan terhadap Celia sejak lama, kembali dalam hidupnya tepat saat Celia mulai membuka hatinya untuk Zane. Kini, Celia terjebak di antara dua cinta, dua pria dengan masa lalu yang rumit, sementara ancaman kehancuran dunia semakin mendekat.

Bab 1 Puing-puing Kota Kubu

Pada tahun 2307 langit malam seolah-olah dipenuhi luka, Celia duduk di tepi kamp, menatap langit yang suram. Kota di depan matanya dulunya adalah simbol kejayaan manusia, gedung pencakar langit yang menjulang ke angkasa, jalan-jalan terapung dengan kendaraan otonom, serta neon futuristik di malam hari memancarkan cahaya warna-warni. Namun kini, semua itu hancur, tenggelam dalam kehancuran yang diciptakan oleh tangan-tangan yang dahulu membangunnya. Beton retak, menara logam bengkok, dan sisa-sisa bangunan yang pernah menjadi kebanggaan teknologi manusia kini hanya reruntuhan tak bernyawa.

Dia menarik napas dalam-dalam, menghirup udara yang penuh dengan debu dan asap, mencium bau logam yang karatan serta kehancuran yang tak bisa lagi disembunyikan. Pandangannya terus menelusuri bekas kota itu-kota yang pernah menjadi rumah bagi jutaan orang. Kemajuan yang terlalu cepat, teknologi yang menaklukkan alam, industrialisasi yang merambah ke setiap sudut kehidupan. Alam yang dulu subur, hijau, dan penuh dengan kehidupan, kini tersedak di bawah timbunan baja, beton, dan polusi. Tidak ada lagi burung-burung berkicau atau suara angin yang lembut melewati pepohonan. Yang ada hanyalah keheningan yang sunyi, dan sesekali, bunyi gemuruh jauh di kejauhan, seperti peringatan yang tak pernah berhenti.

Celia merapatkan jaketnya, mencoba menghalau dingin yang mulai menusuk kulitnya. Dia adalah gadis biasa, yatim piatu sejak usia 10 tahun. Dalam dirinya terdapat kekuatan yang tidak pernah dia minta, kekuatan yang dapat menghancurkan apapun yang disentuhnya jika dia tidak berhati-hati. Energi plasma, suatu kekuatan yang tak terduga dan berbahaya, mengalir di dalam tubuhnya-dan itulah yang paling ditakutinya.

Sebagai pemimpin tim kecil dari Distrik 15, Celia memikul beban yang besar. Timnya mengandalkannya, bukan hanya karena posisinya, tetapi juga karena mereka percaya dia adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkan mereka. Namun, Celia sendiri masih meragukan dirinya. Bagaimana mungkin seorang gadis biasa sepertinya, yang bahkan tidak bisa mengendalikan kekuatannya, bisa memimpin mereka melintasi Kota Kubu yang penuh dengan ancaman dan bahaya?

Meski Kota Kubu berdiri sebagai benteng terakhir yang mereka ketahui, Celia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa mungkin ada lebih banyak lagi di luar sana. Beberapa mungkin telah terisolasi begitu lama hingga menjadi mitos. Selama bertahun-tahun, desas-desus tentang tempat-tempat yang selamat dari kehancuran terus terdengar di antara kelompok-kelompok yang berpindah-pindah. Dan Celia tahu, di dalam atau di luar kota itu pun, ada bahaya yang jauh lebih besar daripada apa yang terlihat. Celia menyadari, perjalanannya melintasi kota bukan hanya tentang bertahan hidup-tapi juga tentang menyelamatkan yang tersisa dari kemanusiaan.

Dia meremas tangannya, merasa hangat yang perlahan-lahan mengalir dari pusat telapak tangannya. Cahaya samar berwarna biru mulai memancar dari kulitnya, tanda kekuatan plasma yang mulai bereaksi. Dia cepat-cepat menutup matanya, mencoba menenangkan dirinya, berusaha memadamkan energi itu sebelum keluar kendali. Dia belum siap-belum sekarang. Kekuatan ini bukanlah hadiah, itu adalah kutukan yang bisa menghancurkan segalanya jika dia tidak hati-hati. Dan kota itu, dengan semua rahasianya, adalah tujuan yang harus dia tempuh, meskipun setiap langkah terasa seperti berjalan di ambang kehancuran.

"Semua orang menunggu di dalam," suara Liam, salah satu anggota timnya, memecah keheningan.

Liam mengangguk mengerti, lalu berjalan kembali ke dalam kamp. Celia menarik napas dalam-dalam lagi, lalu berdiri. Dia menatap Kota Kubu untuk terakhir kalinya sebelum berbalik.

Di dalam tenda, cahaya biru dari perangkat teknologi yang masih berfungsi memancar samar-samar, cukup menerangi wajah-wajah yang lelah di dalamnya. Nina mengeluarkan sebuah tablet holografik kecil-salah satu dari sedikit perangkat yang masih bisa mereka andalkan. Meskipun alat itu sudah tua dan penuh goresan, fungsi utamanya masih bekerja, memproyeksikan peta tiga dimensi dari Kota Kubu dan sekitarnya.

"Baiklah, apa yang kita punya?" tanya Celia, mengambil tempat duduk di samping Nina.

"Ini adalah terowongan bawah tanah lama yang pernah digunakan sebelum perang. Sebagian besar hancur.." Nina sedikit berpindah posisi dan menunjukkan penampakan lain dari tabletnya.

"Tapi menurut data yang aku dapatkan, beberapa bagian masih bisa dilewati. Kalau kita bisa memanfaatkan ini, kita bisa mendekati pusat kota tanpa terdeteksi oleh patroli militer."

Celia mengamati peta dengan seksama, berpikir keras. "Dan bagaimana dengan energi misterius itu? Apakah ada kemungkinan kita bertemu dengan mereka di terowongan ini?"

Nina mengangguk, meski wajahnya tampak sedikit tegang. "Aku tidak bisa pastikan. Tapi, ada catatan peningkatan aktivitas seismik di dekat terowongan itu, kemungkinan besar itu berrhubungan dengan kekuatan misterius yang sedang kita cari tahu. Kita harus siap dengan kemungkinan terburuk."

Celia tersenyum samar. "Seperti biasa. Tapi aku berharap kali ini lebih mudah. Aku tak ingin ada kejutan besar lagi."

Nina tersenyum kecil, meskipun jelas ada kekhawatiran di matanya. "Ya, tapi kali ini kita benar-benar harus berhati-hati. Aku sudah menyiapkan semua perangkat. Aku punya pemindai frekuensi yang bisa mendeteksi aktivitas anomali dalam radius 500 meter. Dan ini-" Nina menunjukkan sebuah gelang logam dengan panel-panel kecil yang menyala, "-ini akan memberikan sinyal darurat kalau ada pergerakan energi abnormal di sekitar kita. Juga, aku sudah sinkronkan dengan peta terowongan di tablet ini, jadi kita bisa tetap tahu posisi kita meskipun terowongan gelap atau runtuh."

Celia mengambil gelang itu dan memakainya di pergelangan tangan. "Bagus. Kau selalu punya cara untuk membuatku merasa sedikit lebih tenang."

Nina tersenyum lebar kali ini. Menunjukkan barisan gigi putihnya yang bersinar sementara wajahnya dipenuhi oleh debu, "Inilah tugas utama seorang ahli teknologi, membuat segalanya tampak mungkin."

Celia tertawa pelan sebelum kembali menatap peta. "Baiklah, kita lanjutkan. Kita ambil jalur terowongan ini untuk mendekati pusat kota, tapi aku ingin tim bersiap dengan dua rencana cadangan. Jika ada masalah dengan terowongan, kita harus punya cara lain untuk mundur. Pastikan semua orang siap dalam satu jam."

Nina mengangguk mantap. "Akan kuurus semuanya. Oh, dan Celia-" Nina menatap Celia dengan serius, "-jangan terlalu memaksakan diri. Kita sudah kehilangan banyak, tapi kita masih punya harapan. Jangan lupakan itu."

Celia tertegun pikiran Celia seketika melayang pada seseorang yang pernah sangat berarti baginya-Kieran.

Kieran bukan hanya sekadar rekan misi, dia adalah teman dekat sekaligus partner Celia dalam setiap operasi berbahaya di luar tembok kota. Bersama-sama, mereka menghadapi ancaman dari alam liar, robot-robot patroli yang sudah tak terkendali, dan kekuatan misterius yang tak pernah bisa dijelaskan. Setiap misi yang mereka lakukan selalu penuh risiko, namun di tengah semua itu, mereka berbagi tawa, harapan, dan tekad untuk bertahan hidup. Mereka seringkali saling menyelamatkan nyawa satu sama lain, dan ikatan di antara mereka pun tumbuh semakin kuat.

Namun, semua berubah setelah misi besar yang dijalankan bersama tim untuk menemukan sumber daya penting di wilayah terpencil. Misi itu adalah salah satu yang paling berbahaya, dengan ancaman dari pasukan militer dan juga kekuatan misterius yang semakin sering muncul di permukaan bumi. Saat itu, Celia dan Kieran adalah pemimpin misi, dan meskipun berhasil selamat, sesuatu terjadi pada Kieran.

Setelah misi itu, Kieran menghilang. Tanpa penjelasan, tanpa pesan, tanpa petunjuk. Celia mencarinya, bertanya-tanya pada semua orang yang mungkin mengetahui keberadaannya, tetapi tidak ada jawaban.

Perasaan kehilangan itu begitu mendalam, terlebih lagi karena mereka telah melalui begitu banyak bersama. Kieran adalah seseorang yang bisa Celia percayai tanpa ragu, dan kepergiannya meninggalkan celah besar dalam hati dan pikirannya.

Selama berbulan-bulan, Celia mencoba untuk menerima kenyataan bahwa Kieran mungkin tidak akan kembali. Ia terus melanjutkan tugasnya sebagai pemimpin tim, namun setiap kali ia melihat kota atau mengingat masa-masa itu, bayangan Kieran selalu menghantuinya. Rasa kecewa dan kehilangan bercampur dengan kemarahan yang tak bisa ia jelaskan. Mengapa Kieran pergi begitu saja? Apakah dia dikhianati? Atau ada sesuatu yang lebih besar yang Kieran sembunyikan?

Celia memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam-dalam. Ingatan tentang Kieran selalu menyakitkan, namun di dalamnya, ia juga menemukan kekuatan. Kieran pernah berkata bahwa dalam setiap misi, mereka tidak boleh kehilangan harapan-bahwa tanpa harapan, semua perjuangan akan sia-sia. Meskipun Kieran sudah tak ada, kata-kata itu selalu terngiang dalam benaknya.

Membuka matanya kembali, Celia menatap Nina, yang sudah sibuk dengan alat-alatnya. Kalimat yang baru saja Nina ucapkan mengingatkannya pada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kehilangan pribadi-bahwa tim ini, perjuangan mereka, semuanya masih berlandaskan harapan yang sama. Meski Kieran sudah tiada, ia harus terus maju, memimpin timnya dengan tekad yang sama seperti saat Kieran masih berada di sisinya.

Dengan suara pelan, namun penuh keteguhan, Celia berbisik pada dirinya sendiri, "Aku tidak akan melupakan itu. Tidak kali ini."

Nina tersenyum hangat sebelum bangkit dan kembali ke tenda tempat peralatan mereka disimpan. Sementara itu, Celia menatap peta sekali lagi. Misi ini penuh risiko, tapi mereka tidak punya pilihan lain. Entah bagaimana, ia harus memastikan bahwa harapan yang Nina bicarakan tetap hidup-untuk timnya, dan untuk masa depan yang mereka perjuangkan.

"Baiklah, ayo mulai pergerakan ini," gumamnya pada dirinya sendiri, sebelum bangkit dan mempersiapkan tim untuk misi yang menanti.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku