"Kau boleh menghancurkan jiwaku, mengambil hidupku, memukulku, menyakitiku, membunuhku. Namun demi Tuhan, jangan sentuh dia." Di masa depan, dunia telah berubah menjadi medan perang antara manusia, bencana alam yang tak terkendali, dan kekuatan misterius yang muncul dari perut bumi. Di tengah kehancuran, umat manusia hanya bertahan hidup dalam kota-kota berbenteng besar yang dikuasai oleh militer. Pada saat inilah dua jiwa yang berbeda, namun terhubung oleh takdir, bertemu di tengah puing-puing dunia yang hampir hancur. Celia, seorang wanita muda dengan kekuatan super yang tak terduga, mampu mengendalikan energi plasma yang dapat menghancurkan apa saja. Namun, kekuatan ini memiliki harga yang mahal: setiap kali dia menggunakannya, tubuhnya melemah dan rentan seiring waktu. Di tengah pertempuran yang tiada henti, dia bertemu dengan Zane, seorang komandan militer yang dihormati dan keturunan keluarga berpengaruh. Zane, yang bertugas melindungi umat manusia, merasa ada sesuatu yang berbeda pada Celia-sesuatu yang membuatnya ingin melindunginya, bahkan di luar tugasnya sebagai prajurit. Namun, tak hanya Zane yang merasakan hal itu. Di luar tembok perlindungan kota, ada Kieran, seorang prajurit bayangan yang tak terikat oleh aturan apa pun. Kieran, yang diam-diam menyimpan perasaan terhadap Celia sejak lama, kembali dalam hidupnya tepat saat Celia mulai membuka hatinya untuk Zane. Kini, Celia terjebak di antara dua cinta, dua pria dengan masa lalu yang rumit, sementara ancaman kehancuran dunia semakin mendekat.
nghantuinya. Rasa kecewa dan kehilangan bercampur dengan kemarahan yang tak bisa ia jelaskan. Mengapa Kieran pergi begitu saja? Apakah dia dikhianati? Atau ada sesuatu yang lebih besar yang Kieran sembunyikan?
Celia memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam-dalam. Ingatan tentang Kieran selalu menyakitkan, namun di dalamnya, ia juga menemukan kekuatan. Kieran pernah berkata bahwa dalam setiap misi, mereka tidak boleh kehilangan harapan-bahwa tanpa harapan, semua perjuangan akan sia-sia. Meskipun Kieran sudah tak ada, kata-kata itu selalu terngiang dalam benaknya.
Membuka matanya kembali, Celia menatap Nina, yang sudah sibuk dengan alat-alatnya. Kalimat yang baru saja Nina ucapkan mengingatkannya pada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kehilangan pribadi-bahwa tim ini, perjuangan mereka, semuanya masih berlandaskan harapan yang sama. Meski Kieran sudah tiada, ia harus terus maju, memimpin timnya dengan tekad yang sama seperti saat Kieran masih berada di sisinya.
Dengan suara pelan, namun penuh keteguhan, Celia berbisik pada dirinya sendiri, "Aku tidak akan melupakan itu. Tidak kali ini."
Nina tersenyum hangat sebelum bangkit dan kembali ke tenda tempat peralatan mereka disimpan. Sementara itu, Celia menatap peta sekali lagi. Misi ini penuh risiko, tapi mereka tidak punya pilihan lain. Entah bagaimana, ia harus memastikan bahwa harapan yang Nina bicarakan tetap hidup-untuk timnya, dan untuk masa depan yang mereka perjuangkan.
"Baiklah, ayo mulai pergerakan ini," gumamnya pada dirinya sendiri, sebelum bangkit dan mempersiapkan tim untuk misi yang menanti.