Selama sembilan belas tahun hidupnya, Mira tidak pernah mengenal ayahnya. Tiba - tiba, belum genap dua minggu setelah Mamanya meninggal, seseorang berpakaian serba hitam dan tidak bisa berbahasa Indonesia mendatangi gubuk reyot yang ditinggalinya bersama Omanya, mengaku utusan Ayahnya, dan memintanya untuk ikut dengannya bertemu Ayahnya di Belgia. Tawaran yang tentu saja langsung ditolaknya mentah - mentah. Tapi tak lama setelah itu dia terpaksa harus menerimanya karena mendadak Omanya mengusirnya dari rumah. Berada di tempat asing yang tidak dikenal dengan keluarga yang belum pernah ditemuinya bukan hal yang mudah baginya. Terlebih saat ada beberapa orang yang dengan terang - terangan membencinya, termasuk bodyguard yang diutus ayahnya untuk menjaganya. Bagaimanakah kisah Mira selanjutnya di Balgia?
Kukencangkan sabuk mantelku sebelum melangkah keluar dari gate kedatangan bandara Internasional Zaventem - Brussels, Belgia. Yah, ini memang bukan yang pertama kali aku menginjakkan kakiku di Negara ini. Ayahku, lelaki yang sama sekali tak kukenal, yang memiliki andil besar atas keberadaanku di dunia ini, dia yang mengatakannya padaku lewat telepon seminggu yang lalu tentang hal itu.
Tapi entahlah, aku hanya tidak bisa menangkap kilasan memori saat aku berada di negara ini. Oh ya, dia tinggal di sini. Beliau adalah abdi kerajaan yang taat. Saking taatnya, beliau rela meninggalkan anaknya, oh bukan, harus kubenarkan, anak h*ramnya, dengan seorang mahasiswa lugu dari Negeri Timur yang saat itu sedang magang di konsulat Istana. Belum genap dua minggu sejak Mamaku meninggal dunia. Tanah di pusaranya juga belum kering, saat seseorang datang ke gubuk reyot yang kami tinggali. Mengaku utusan dari Monsieur Gouireille - Monsieur adalah panggilan hormat setara 'Tuan' dalam bahasa Indonesia.
Aku bahkan tidak menyadari bahwa nama itu ada di belakang namaku selama ini. Karena nama yang tidak lazim, dan lumayan susah dilafalkan oleh lidah loka, para guru sering tidak mengikutsertakannya dalam data diriku. Mama meninggal karena penyakit diabetes miletus bawaan yang parah yang dideritanya sejak usianya masih amat muda. Beliau collaps karena telat menyuntiikan insulin ke dalam tubuhnya, yang menyebabkan komplikasi hebat sampai ke jantung dan ginjalnya. Begitulah alasan beliau meninggal. Semuanya berlangsung cepat dan tak terduga. Tapi karena sudah terjadi, maka tak ada yang bisa kami sesali saat ini. Terlanjur.
Angin yang bercampur butiran salju lembut berhembus ke arahku. Membuat gigiku sedikit bergemetetuk. Hmph! Kalau sedingin ini, bagaimana aku bisa bertahan hidup di sini?
"Mlle Mireille?" aku mengernyit mendengar nama itu di sebut. Terdengar aneh di telingaku.
"Sebelah sini, s'il vous plaît." Kulihat seorang pria dalam balutan jas formal berwarna hitam dengan memakai kacamata hitam juga, Pria tersebut memmintaku untuk mengikutinya menuju mobil hitam yang sudah terparkir rapi di sana.
Mlle, singkatan dari Mademoiselle, adalah panggilan kehormatan pagi wanita Prancis yang belum menikah. Madam, digunakan untuk memanggil mereka yang sudah menikah atau memiliki kedudukan tinggi dalam hierarki sosial, sedangkan monsieur merupakan panggilan formal untuk para pria.
Aku mengikutinya masuk ke dalam sebuah mobil mewah yang bahkan tak kutahu namanya. Well, here we go. Meet Daddy, batinku kecut saat mobil bersiap meninggalkan bandara.
***
Seumur hidupku, Mama selalu mengajariku bahasa Prancis. Aku mengikutinya dengan sukarela karena kukira Mama memang amat menyukai bahasa tersebut. Dan dulu, kupikir semua orang juga berbicara dalam bahasa itu. Ternyata tidak. Aku sempat dianggap aneh oleh beberapa orang di sekelilingku.
Aku sedikit lancar, walaupun bahasaku masih amat baku dan basic, tapi setidaknya kata Mama, cukup untuk berkomunikasi. Oma kadang menertawakan kami saat kami berdebat dengan bahasa yang campur aduk di rumah. Mungkin alasan lainnya adalah karena Oma sama sekali tidak paham bahasa tersebut.
Siapa yang menyangka kalau Mama ternyata menyiapkanku untuk hari ini? Agar aku bisa berkomunikasi dengan orang - orang di negara asal Ayahku. Apa dia tau kalau aku akan ke sini suatu saat? Sendirian seperti ini? Tanpa dirinya?
"Mlle Mireille, ini kamar anda. Kamar Ayah anda ada di seberang lorong. Saya ada di dapur dan di ruang belakang jika sewaktu - waktu anda membutuhkan saya." Brigitte, seorang wanita tua yang mengingatkanku pada sosok Oma, menyambut kedatanganku dan mengantarku berkeliling rumah saat aku datang.
Sayang sebenarnya, rumah semegah ini, hanya ditinggali oleh seorang pria tua paruh baya dengan anak gadisnya, dua pengurus rumah tangga, satu sopir dan satu tukang kebun. Ironis. Berbanding terbalik dengan gubuk reyot kami yang kecil yang hanya memiliki dua kamar dan di paksa untuk menampung tiga orang.
"Mlle Mire..."
"Mira, please" "
Ah, excusez - moi. Mlle Mi..." Aku memotongnya lagi saat dia meminta maaf.
"Jangan gunakan embel - embel Mademoiselle. Aku bukan seorang francophonique. Mira. Panggil aku Mira" Aku memotong permintaan maafnya. Benar, aku bukan orang perancis, tidak perlu embel - embel panggilan itu untuk memanggilku. Mira saja cukup.
"Aa... d'accord." Katanya menyetujui, meskipun tak yakin. "Mira pasti capek setelah seharian di pesawat terbang, mari saya buatkan makan malam untuk anda" Katanya meminta diri. Agak tak terbiasa sebenarnya. Aku terbiasa mandiri bersama Mama dan Oma. Tidak ada yang memanjakanku walaupun aku adalah anak semata wayang Mama.
"Well, oke. Apakah Monsieur Goureille akan makan bersamaku nanti? " Aku menahannya dengan pertanyaan yang secara tidak langsung menanyakan di mana keberadaannya. Ayahku.
"Ah, Mira, Monsieur menitipkan maaf untuk anda karena tidak bisa menemani anda di rumah kurang lebih selama seminggu ini... Ah!" Brigitte memekik kaget saat aku meletakkan tas selempangku dengan kasar dan keras di atas meja rias. Mungkin lebih tepat juka dikatakan membanting, karena memang aku sedang emosi. Saat tidak ada respon lanjutan dariku, dia meneruskan kembali, "Beliau sedang ada tugas kerajaan ke Perancis menemani perdana menteri. Anda sebaiknya beristirahat setelah makan, anda telah melewati hari yang berat, Mira. Besok pagi Richard akan menemani anda ke sekolah baru anda"
Si*lan! Tua Bangka itu! Beraninya dia memisahkanku dari satu – satunya keluarga yang aku miliki di Indonesia, menyuruhku datang ke negaranya untuk menemuinya, tinggal di rumahnya dan sekarang dia pergi begitu saja tanpa ada kata selamat datang atau apapun!
Dan... apa tadi? Sekolah baru? Berani sekali dia mengatur hidupku di sini seperti aku hanya boneka baginya!! Memang apa hak dia?! Aku selalu menentukan hidupku sendiri.
Menentukan akan melanjutkan ke SMP mana, SMA mana, semuanya aku yang menentukan sendiri, dan sekarang mendadak aku harus menerima dengan senang hati dan lapang ada bahwa ada orang yang akan selalu menentukan sesuatu untukku di sini?! Candaan macam apa ini? Tentu saja aku tak terima!
Aku bukan anak yang akan menurut begitu saja saat hidupnya ditentukan harus ke mana dan harus bagaimana. Aku terlalu mandiri untuk menurut begitu. Aku punya keinginanku sendiri, punya sesuatu yang menurutku menarik. Jadi kalau dia mengira ini akan mudah, maaf sekali. Aku harus mengecewakannya. Dia harus menerimaku yang seperti ini, silahkan saja kembalikan aku pada Oma.
Meskipun Oma sudah mengusirku, aku yakin bisa melakukan sesuatu untuk itu. rencana cadangan, kalau Oma tetap tidak mau menerimaku, aku akan hidup sendiri di sana. Setidaknya di sana lebih familiar untukku daripada di sini.
Dan ini malah apa, yang kudapat??
Kau membuat masalah dengan seseorang yang belum kau ketahui kekuatannya, Pak Tua....
Bab 1 Prologue
02/03/2022
Bab 2 I - UNA
02/03/2022
Bab 3 II - DUOS
02/03/2022
Bab 4 III - TRIO
02/03/2022
Bab 5 IV - QUATRO
02/03/2022
Bab 6 V - LIMA
02/03/2022
Bab 7 VI - SIX
02/03/2022
Bab 8 VII - PITU
02/03/2022
Bab 9 VIII - OKTA
02/03/2022
Bab 10 IX - NEUF
02/03/2022
Bab 11 X - DIX
08/03/2022
Bab 12 XI - SEWELAS
08/03/2022
Bab 13 XII - TWELVE
08/03/2022