The Lost Princess (Bahasa)
ruh dan menata barang - barangku. Kamar ini terisi penuh! Yah, oleh barang - barang perempuan. Mulai dari baju, make - up hingga
ma ini bahwa aku nyaris tidak pernah memakai rok. Dan aku jelas tidak bisa menggunakan hak tinggi apalagi menggambar wajahku dengan make up. Aku han
lai memikirkan ini dari mana. Biasanya otakku cukup cerdas men
ramai dengan celotehan anak - anak kecil yang memang sengaja dititipkan untuk dijaga Oma. Belum lagi remaja - remaja tanggung yang selalu main bola di lap
yang sama. Karena ter-mindset bahwa dapur selalu berada di belakang, maka aku mencoba berjalan terus ke arah belakang hingga berakhir di gudang. Saat menuruni tangga
gun sejenak saat melihat foto keluarga terdiri dari tiga orang
igi
*
eritaku yang penuh perjuangan untuk menemukan dapur. "Sehar
saikan pekerjaannya. Aku malah le
etalah mengenal sifat dan kepribadiannya,
at sok bosy dan sok benar sendiri. Hei, aku tahu definisi hangat, dan sifat - sifat yang ditunjukkan si manusia es itu sam
ersenyum. "Anda ternyata lebih h
jejalan - jejalan yang mengganggu ini. Aku butuh teman untuk bicara, seperti yang Mama lakukan selalu setiap malam sepulang kerja. Karena tidak banyak waktu yang bisa beliau habiskan u
eibuan mengingatkanku pada Oma. Terlepas dari sikapnya yang mengusirku agar pergi ke Belgia, beliau tetap Oma yang menyayangiku. Se
mu di dapur. Kalau be
dan asing dengan keadaan disini. Tawaran saya ini mungkin agak kurang pantas, tapi kalau anda merasa nyaman disini dan tid
aku tidak mau
sekali
igitte di dapur yang dengan semangat bercerita tentang
*
Tok !
le? Anda su
sama sekali tidak memiliki pakaian yang cocok dikenakan dalam cuaca ekstrim seperti
unggu sebentar!
t; ada banyak baju hangat yang bisa kupakai. Tapi tak satupun dari mereka cocok dengan selera fashionku
kl
e, anda bisa
natapnya dat
" dia mengambil salah satu mantel berwarna hitam yang terlihat berat dan ribet dari lemari. "Pakai seperti ini agar
aku diam. Pertama, aku terlalu kaget untuk bereaksi. Kedua, hawa dingin yang tiba - tiba menekan di rongga dadaku saat kami berada di luar membuatku harus berkonsentrasi
u. Keadaan tersebut terus berlanjut hingga kami tiba di depan gerbang sekolah. Salju yang menumpuk dan lalu-lalang siswa ARBA
h karena tidak menanyakan pendapatku terle
melesat bersama puluhan siswa ARBA lainnya memasuki gerbang sek
adalah perjuanganku selanjutnya. Ah, aku lupa bilang, semewah dan seindah papun mantel hitam yang dipil
*
har
an itu sungguh menguras emosi dan kesabaranku, s
ksa sekali karena di sini sedang musim dingin saat ini. Meskipun salju tidak turun sebanyak tahun l
?" Brigitte, ibu Cedric, yang juga koki maison meletakkan kopi di depanku. Dia sudah seper
g lebih awal, takut tertidur. Kau berangkat jam ber
rgelangan kirinya. "Lima belas menit lagi. Tapi tidak akan lama sepertinya. Pak
emeran antagonis di dongeng anak - anak. Tapi lebih ke Pak Tua seperti santa claus. Brigitte se
dric. Berharap mood Mira dan moodku
aku memakan sesuatu, dan akhirnya kucomot satu croissant buatannya. Beberapa saat kemudian, aku sudah sia
erlihat hijau, kini memutih sempurna. Aku merapatkan mantelku dan memeriksa jam tangan. Sudah hampir waktunya, tapi Mira b
tiga kali. "Mademoisel
an moodnya sudah jelek. Lucu sekali, bagaimana bisa mood
nya. Memilih mantel sepertinya, yang tidak sesuai dengan ukuran dan seleranya. Karena mantel - m
le, anda bi
ad
l hitam yang cukup tebal di sebelah kir
perti ini agar anda tidak kedinginan," matanya m
*
old penjaga sekolahku, yang telah
t aku hendak beranjak pergi. "Kala
plait." Pintaku memelas. "Please." Tamb
moiselle." Kata
beauc
i tidak salah. Tapi dia tetap bersalah karena aku tidak suka dengan sikap kasar dan sinisnya. Terlebih padaku. Aku memang keterlaluan
n ARBA. Segera saja aku berlari menjauh untuk menghindar. "Taxi!" seruku saat taxi pertama yang kul
tanya supir taksi kemana tujuan
ah di sini. Tapi bukan berarti aku tidak bisa membaca peta dan menemukan ses
erharga seperti ini tentu saja tidak boleh disia