/0/23599/coverorgin.jpg?v=ed918f85207337f1a3fe2e5fd61a4091&imageMogr2/format/webp)
"Emak pengen liat Santi menikah," suara Kanya menyapa begitu ia keluar dari kamar Sumi, ibunya.
Santi hanya tertunduk, menatap nanar ke arah segelas air teh tawar hangat yang tak kunjung diminumnya. Sementara Kanya, sang kakak langsung mengambil posisi duduk disamping adiknya itu.
"Dek," panggil Kanya karena Santi yang tak kunjung bersuara.
"Santi gak pernah pacaran, mbak. Santi gak punya kandidat laki-laki yang bisa dijadikan suami, lantas Santi harus gimana? Santi gak siap menikah dan gak mungkin nikah dalam waktu cepat," jawab Santi akhirnya. Walaupun dengan suara yang tercekik karena susah payah menahan tangisnya. "Emak udah setengah sadar, Mbak. Yang saat ini berlomba sama Santi bukan soal siapa yang cepat menikah, tapi yang saat ini yang berlomba sama Santi itu umurnya emak. Kemungkinannya cuma dua, Santi yang lebih dulu menikah, atau Emak yang lebih dulu tiada."
Sebutir air mata meleleh dari pelupuk mata Santi dan membasahi pipinya. Hatinya berdesir perih, dan dadanya terasa begitu sesak sehingga Santi harus menumbuk dadanya beberapa kali, sembari berharap rasa sesak itu segera hilang.
Bayangan kematian ibunya benar-benar menyakiti Santi, terlebih lagi keadaan Sumi yang terlihat sudah setengah sadar. Seolah saat ini Santi dan Kanya sedang menghitung mundur usia ibunya sendiri.
"Dek...." Kanya mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut bahu Santi. "Dulu Mbak juga gak punya pacar. Mbak dijodohkan dengan Mas Adipati karena wasiat almarhum Bapak yang pengen liat anak perempuan pertamanya menikah... Bapak waktu itu pengen jadi wali nikah buat Mbak. Kali ini Emak pengen lihat kamu nikah dulu, dek... apa kamu tega gak mau mengabulkan permintaan Emak? Seperti kata kamu, saat ini kita sedang berlomba sama umurnya Emak. Mumpung Emak masih ada, mumpung Emak masih bisa melihat, kamu masih punya kesempatan buat nikah dan mengabulkan permintaan Emak, dek."
Dengan wajah yang berurai air mata, Santi mendongak dan menatap wajah kakaknya. "Mbak sendiri bagaimana? Bahagia dengan pernikahan Mbak? Mbak cinta sama Mas Adipati?" tanya Santi bertubi-tubi dengan suara parau.
Santi meminta validasi. Apakah pernikahan tanpa cinta yang didasari karena perjodohan akan berujung mulus. Santi perlu bukti.
"Mas Adipati baik, dek. Dia suami yang sempurna. Mbak akhirnya bisa cinta sama dia, dan rumah tangga kami baik-baik saja. Dijodohkan itu gak semengerikan yang kamu pikirkan. Kamu mau ya, nurutin maunya Emak? Supaya kamu gak menyesal kalo pun nanti Emak pendek umur."
"Lalu Mas Adipati sendiri gimana? Dia cinta sama Mbak?"
"Mas Adipati menghargai Mbak sebagai istrinya."
"Itu artinya dia gak cinta sama Mbak," pungkas Santi dengan pedih. Air mata kian mengalir deras membasahi pipinya. "Santi gak mau dijodohkan, Mbak... Santi gak siap. Santi gak akan sanggup kalo harus hidup sama laki-laki yang sama sekali gak cinta sama Santi. Kalo Mbak punya Mas Adipati yang bisa menghargai Mbak sebagai istrinya, suami Santi nanti belum tentu akan sebaik itu. Gimana kalo-"
"Emak ngorok," ujar Adipati tiba-tiba menyela percakapan di antara Santi dan Kanya.
Pria jangkung dengan paras tampan itu melayangkan tatapan paniknya pada Kanya dan Santi secara bergantian.
"Kanya... Santi... Emak sudah di ambang usianya. Emak sudah ngorok," lanjut Adipati mengulangi ucapannya.
Sontak, Kanya dan Santi pun berjingkat bangun dari duduknya dan langsung berlari tergesa-gesa masuk ke dalam kamar.
Nyawa sudah berada di kerongkongan. Sumi terus ngorok dengan mata yang tertutup begitu rapat, seperti enggan untuk kembali terbuka. Sumi sudah tuli, ia tak mendengar teriakan putus asa dari Santi yang memintanya kembali bangun dan Sadar.
"Emak... Emak jangan gini. Emak jangan tidur, Mak... bangun! Mak bangun!" pekik Santi yang berusaha membangunkan sang ibu dengan menepuk-nepuk pelan pipinya.
Lalu tiba-tiba Sumi berhenti ngorok, dan langsung tekulai lemas begitu saja sehingga Adipati beringsut naik ke atas ranjang. Mengecek napas juga nadi Sumi, untuk kemudian ia pun berakhir dengan berkata-
"Innalillahi wa innailaihi rojiun. Emak sudah berpulang."
***
Usai pemakaman Sumi, Santi pada akhirnya diboyong pergi oleh Kanya dan Adipati. Kini ia jadi yatim piatu. Satu-satunya ibu yang ia punya, kini sudah tiada.
/0/7539/coverorgin.jpg?v=ed8fe97d5a9ca68a26b7170cd08632de&imageMogr2/format/webp)
/0/10339/coverorgin.jpg?v=7244edee781154bedeaf59222cc144ab&imageMogr2/format/webp)
/0/16899/coverorgin.jpg?v=fca4d450081232d9cc9b483d83197345&imageMogr2/format/webp)
/0/3565/coverorgin.jpg?v=e3cb0343bbd128c218a354b3ab719c21&imageMogr2/format/webp)
/0/12710/coverorgin.jpg?v=744a608d2c902474986a4e5c13ac6375&imageMogr2/format/webp)
/0/19210/coverorgin.jpg?v=ea7afdd953f090bd13df17bc73fec027&imageMogr2/format/webp)
/0/18453/coverorgin.jpg?v=e5e9a83888769727e77b41bd16e4dcf1&imageMogr2/format/webp)
/0/24618/coverorgin.jpg?v=3621c3cfbe55b5c5fe7bc3624d76b81c&imageMogr2/format/webp)
/0/2993/coverorgin.jpg?v=54f882673b3091c398ef98ac273eafa8&imageMogr2/format/webp)
/0/5797/coverorgin.jpg?v=c84643e7c71ee55fe97f461f71b19e02&imageMogr2/format/webp)
/0/4788/coverorgin.jpg?v=b2355936685eb50455db96bf23ca010e&imageMogr2/format/webp)
/0/3729/coverorgin.jpg?v=bea84ce318fdd83ba0f93e1e04dff7f6&imageMogr2/format/webp)
/0/12689/coverorgin.jpg?v=5f18ad5d904360b470f1120a07894116&imageMogr2/format/webp)
/0/9450/coverorgin.jpg?v=d11f7d23467c368108f94bae2251abd9&imageMogr2/format/webp)
/0/7073/coverorgin.jpg?v=bd32cbe09214b01b78a8457aafa9b110&imageMogr2/format/webp)
/0/10051/coverorgin.jpg?v=77e5cecb4311ca37c6777987f025b6a7&imageMogr2/format/webp)
/0/16545/coverorgin.jpg?v=4f70e22dd60d7dd78ffb06b4e475bd0c&imageMogr2/format/webp)
/0/19437/coverorgin.jpg?v=10f7a26f993d2fbbc8598e531f76a716&imageMogr2/format/webp)
/0/7843/coverorgin.jpg?v=fd5abd8393c59ee69f53adb1cf5258c0&imageMogr2/format/webp)