/0/15466/coverorgin.jpg?v=61f388f015d702f5b62256a150c5e2a8&imageMogr2/format/webp)
Jari jemari manis Rachel begitu lihai dalam menata rambutnya yang panjang. Ia bergegas mengemasi pakaiannya dan memasukkannya ke dalam koper.
"Pa, ma, maafin Rachel, ya. Rachel terpaksa harus pergi dari rumah ini. Maafkan Rachel yang tak mau menuruti keinginan papa dan mama," ucap Rachel mencium foto keluarganya itu.
Selembar kertas ia letakkan di meja sebagai pengganti ucapan perpisahan untuk kedua orangtuanya. Secara perlahan, Rachel menoleh ke sana kemari dan mulai melangkah mengendap-endap seperti maling di rumahnya sendiri. Kedua matanya berputar dan memastikan kalo situasinya sedang berpihak padanya.
"Syukurlah, mereka belum bangun. Aku harus cepat-cepat meninggalkan rumah ini," gegas Rachel keluar dari rumah.
Tepat jam 09.00 WIB, Semua orang bersiap untuk menjamu tamu dari pihak laki-laki yang akan melamar Rachel.
Semua keluarga Rachel begitu kompak dalam mengenakan pakaian yang sudah disediakan oleh keluarga konglomerat tersebut. Banyak bunga tertata indah di halaman rumah untuk menyambut keluarga laki-laki.
"Pa, gimana? Mama cantik?" tanya mama yang membuat papa tersenyum senang.
"Beautiful!" puji papa memegang kedua pundak istrinya tersebut.
"Thank you, Pa!" ucap mama memeluk papa dengan erat.
"Oiya, Ma. Coba Mama panggil Rachel, satu jam lagi mereka akan datang, lho!" Papa yang melepas pelukan hangat istrinya itu.
"Iya, Pa. Pasti anak kita masih berdandan. Papa tau kan, dia berdandan berapa lama?" ucap mama dengan bangganya.
"Maka dari itu, Mama harus bantu dia agar cepat selesai."
"Ok, Pa!" ucap mama pergi meninggalkan suaminya.
"Akhirnya hari ini aku bisa memenuhi pesan terakhir dari ibu," kata papa membenarkan jasnya sembari tersenyum ke arah kaca rias yang terletak di kamar.
Dengan jalannya yang sexy, mama Gina mengetuk-ngetuk pintu kamar putrinya.
"Sayang, sudah siap belum?" teriak mama Gina.
"Bentar lagi keluarga Angkasa datang, lho!" kata mama mengernyitkan dahinya ketika tak ada jawaban.
"Kok tak ada jawaban?" tanyanya seorang diri.
"Mama masuk, ya?"
Ceklek
Kedua mata mama berputar melihat kamar putrinya yang nampak sepi dan sunyi. Lampu kamar masih menyala, kamar tidur juga masih tertata rapi.
"Rachel, kamu masih mandi?" seru mama berjalan menuju kamar mandi.
"Tak ada? Kemana dia?" tanya mama bingung.
"Rachel..." teriak mama mencari keberadaan putrinya.
Sesaat, langkahnya terhenti ketika melihat selembar kertas yang tergeletak di meja rias.
"Apa ini?" Mama mulai membaca secarik kertas yang memang tertuju untuknya.
"Dear Papa dan Mama,
Pa, ma, maafin Rachel harus menulis surat ini untuk mama dan papa. Maaf beribu maaf, Rachel akan selalu mengucap kata-kata ini untuk mama dan papa. Rachel tidak bisa memenuhi keinginan papa dan mama. Rachel belum siap untuk menikah di usia muda. Maafkan Rachel jika tidak bisa menuruti keinginan Nenek.
Salam anakmu,
Rachel"
"Papa..." teriak mama yang mengguncang seisi rumah tersebut.
Sejenak, pak Dirga menoleh ke arah suara yang membuatnya terkejut.
"Ada apa mama ini?" tanya papa bergegas menuju ke kamar Rachel yang letaknya tak jauh dari kamarnya.
Semua keluarga berkumpul terdiam seraya tak percaya jika Rachel akan pergi di hari pertunangannya.
"Gimana nih, Pa?" tanya mama bingung.
"Apa maksud Rachel pergi begitu saja, Kak?" sahut tante Sera sembari menopangkan kedua tangan di dada.
"Iya, bagaimana jika keluarga Angkasa tau kalo Rachel kabur dari rumah?" sahut tante Nia yang melihat kakaknya terdiam seribu bahasa.
"Anak itu, bisa-bisanya dia pergi di hari pertunangannya ini. Apa yang ada di pikirannya? Apa dia tidak tau, betapa besarnya harapan kita, jika dia menikah dengan putra keluarga Angkasa itu," sahut om Lukman kesal.
"Diam kalian!" gertak pak Dirga yang membuat semua tak berkutik.
****
Dengan penampilan yang begitu perfect, Satria mulai melangkah menghampiri mamanya yang sudah bersiap untuk melamar gadis pilihan Omanya.
Dengan senyum tipis, ia mulai menuruni anak tangga yang menjulang tinggi di rumahnya.
"Wah, sayang. Kamu tampan sekali!" puji Mama Rita.
"Thanks, Ma," ucap Satria singkat.
"Sejak bekerja di Bogor, kamu terlihat begitu tampan," puji mama Rita mengusap bahu putranya yang begitu gagah.
/0/8164/coverorgin.jpg?v=f4aa42100d8a061d880270e14b5d538e&imageMogr2/format/webp)
/0/14868/coverorgin.jpg?v=ed691902cab62c9f9016d20bc582a957&imageMogr2/format/webp)
/0/3926/coverorgin.jpg?v=4197dc5431d625fbde309664f6306c13&imageMogr2/format/webp)
/0/13005/coverorgin.jpg?v=9cd78141f83941c03784c9a5bde701b1&imageMogr2/format/webp)
/0/2041/coverorgin.jpg?v=b8ee75de0d4ecf0561fc3004b0ba3189&imageMogr2/format/webp)
/0/5368/coverorgin.jpg?v=78685ab92336d40ebadcdcf7620b0058&imageMogr2/format/webp)
/0/21036/coverorgin.jpg?v=59d063bb8c8dcdf0fd1287fee0456278&imageMogr2/format/webp)
/0/7222/coverorgin.jpg?v=fa840bf8f80501551acf4848587246b5&imageMogr2/format/webp)
/0/24907/coverorgin.jpg?v=63420b4c308ce8ccfe95e1b1aab2dabb&imageMogr2/format/webp)
/0/13045/coverorgin.jpg?v=54889b55ef09bc4fb2f5e56cab69c14d&imageMogr2/format/webp)
/0/9153/coverorgin.jpg?v=d739cadec9e6d9f609887335587c2f88&imageMogr2/format/webp)
/0/12939/coverorgin.jpg?v=6c174984c8ef1145cdac2fdce22ee108&imageMogr2/format/webp)
/0/18075/coverorgin.jpg?v=22197f456e123d64a5ab781d0f0a5bb5&imageMogr2/format/webp)
/0/16824/coverorgin.jpg?v=ede1f76b400f3cfd57bd9b253e5f1fd4&imageMogr2/format/webp)
/0/2351/coverorgin.jpg?v=33bc23e32df7f5ac3937c4479d10eeea&imageMogr2/format/webp)
/0/12753/coverorgin.jpg?v=30f189ccce34b86d3dfb76da73c6e95f&imageMogr2/format/webp)
/0/23788/coverorgin.jpg?v=49b7e99d293c396a41c9a16456321089&imageMogr2/format/webp)
/0/4346/coverorgin.jpg?v=e99ad841c1d7ed14fd14bd07f0817b0f&imageMogr2/format/webp)
/0/13507/coverorgin.jpg?v=38da432f69ee9f0aa700787786fd7b13&imageMogr2/format/webp)
/0/3898/coverorgin.jpg?v=e8c73da8248f56bfc2354a940f0bf48f&imageMogr2/format/webp)