Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Mas Saga tolong Nadira mas! Nadira dicegat sama dua preman dan diancam akan dilecehkan. Nadira benar-benar takut mas. Di sini sepi. Nggak ada yang bisa Nadira mintai pertolongan. Nadira takut kedua preman itu akan melecehkan Nadira lalu setelah itu menghabisi Nadira."
Saga berubah posisi menjadi duduk setelah mendengar suara ketakutan Nadira yang berasal dari dalam ponselnya.
"Beritahu mas kamu ada di mana sekarang."
"Alamatnya sudah Nadira share ke nomor mas Saga. Mas Saga buruan datang ke sini ya. Nadira takut. Apalagi kedua preman itu membawa pisau. Sepertinya mereka ingin melukai Nadira mas."
"Mas segera ke sana sekarang."
Saga mengakhiri sambungan telepon mereka.
"Siapa yang menelpon mas?" Arumi ikut berubah posisi menjadi duduk di samping Saga.
"Nadira."
"Terus Nadira bilang apa?"
"Nadira dicegat sama preman dan diancam akan dilecehkan," Saga memberitahu Arumi.
"Arumi, mas harus buru-buru pergi sekarang. Kamu nggak papa kan mas tinggal bersama Romeo di rumah?" Saga menyibak selimut tebal yang menutupi sebagian tubuhnya kemudian meraih kunci mobil yang ada di atas nakas.
Arumi menganggukan kepala.
"Aku gak papa mas. Demi keselamatan Nadira."
Saga tersenyum. Menarik kepala istrinya mendekat lalu memberikan kecupan singkat di kening Arumi.
"Mas pergi dulu," pamit Saga.
"Hati-hati," pesan Arumi.
Saga mengangguk pelan kemudian turun dari atas tempat tidur. Arumi memandang punggung Saga yang berjalan keluar kamar lalu menghilang ditelan pintu kamar.
"Semoga Nadira baik-baik aja dan nggak terjadi hal buruk kepada Nadira. Begitu pula dengan mas Saga," Arumi tak henti-hentinya memanjatkan doa supaya Nadira dan juga Saga dijauhkan dari segala marabahaya.
****
Saga menghentikan laju mobilnya di halaman luas sebuah bar malam. Setelah laju mobil benar-benar berhenti Saga turun dari dalamnya dan menutup kembali pintu mobilnya.
"Mas Saga ya?"
Saga menatap kedua gadis berpakaian sangat ketat, pendek, sehingga memperlihatkan bagian pahanya, seperti kurang bahan yang berdiri di hadapannya secara bergantian.
"Nadira ada di dalam mas. Tadi Nadira meminta kita untuk mengantarkan mas Saga masuk ke dalam," ujar salah satu dari mereka.
Saga memandangi bar malam tempat ia berada sekarang. Benarkah adiknya ada di dalam? Bukankah tadi Nadira bilang bahwa dia sedang dicegat oleh dua preman? Apa mungkin kedua preman itu yang membawa Nadira ke tempat ini. Apa jangan-jangan mereka sudah menjual Nadira kepada pemilik bar malam ini dan sekarang Nadira ada di dalam dan sedang dilecehkan oleh pria hidung belang? Bila benar begitu ini tidak bisa dibiarkan.
"Ayo mas," salah satu dari mereka menjulurkan tangannya. Berharap Saga akan dengan senang hati menyambut uluran tangan mereka lalu masuk ke dalam bersama-sama.
Saga tersenyum paksa dan berlalu meninggalkan keduanya memasuki bar malam itu. Sesampainya di dalam Saga mengedarkan pandangan ke seluruh arah. Ada banyak orang di sini. Akan kah dia berhasil menemukan keberadaan Nadira yang entah di mana di antara sekian banyak manusia yang hampir memenuhi tempat ini? Saga heran, kenapa ada banyak sekali orang yang suka datang ke tempat seperti ini. Tempat yang dipenuhi oleh kepulan asap rokok sehingga menyesakan pernafasan juga perempuan-perempuan yang mengenakan pakaian kurang bahan dan memperlihatkan lekuk tubuh mereka yang akan menambah dosa bagi siapa saja yang melihatnya.
Tatapan Saka tertuju pada sosok perempuan yang tengah menikmati segelas wine di atas sofa abu-abu di sudut ruangan. Sendirian, lalu di mana kedua preman yang Nadira maksud?
Saga melangkahkan kedua kakinya mendekati Nadira.
"Loh mas Saga? Mas Saga sudah sampai?"
"Kita pulang," Saga menarik tangan Nadira.
"Baru juga sampai mas. Masa mau pulang."
"Kita pulang sekarang," ucap Saga sekali lagi. Dia tidak betah berlama-lama berada di tempat seperti ini. Bau minuman beralkohol yang sangat menyengat membuat Saga menjadi ingin muntah.
"Buru-buru banget mas. Duduk aja dulu. Kita minum-minum sebentar," Nadira menarik pergelangan tangan Saga. Memaksa Saga agar duduk di sampingnya.