Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Ratapan Kekasih: Kembalilah padaku
"Sebaiknya suruh istrimu mencari pekerjaan, apapun itu, jangan bisanya hanya menengadahkan tangan saja." Papa Mertua menunjuk kearah ku dengan wajah merah padam.
"Tapi Pa, ... " Belum sempat Eri melanjutkan kata-katanya sudah didahului oleh Papa.
"Tidak ada tapi-tapian Eri, suruh istrimu itu bekerja, karena dirumah ini tidak menerima pemalas seperti Dia." Papa mengacungkan jari telunjuk kearahku. Setelah itu Papa Sodikin yang tidak lain ada Papa Mertuaku, pergi begitu saja meninggalkan Aku dan Mas Eri diruang keluarga ini.
Sebenarnya sejak tadi aku mencoba bersabar, menahan semua amarah yang hampir saja meluap, karena baru saja tiga hari aku tingga disini, dirumah Orang tua Mas Eri, bisa-bisanya Papa Mertua memintaku bekerja.
Apa Dia bilang tadi, Aku pemalas, enak sekali dia bicara, apakah aku tidak salah dengar, bukankah selama menikah dengan Putra kesayangannya Eri Kurniawan ini, Akulah yang menanggung biaya hidupnya. "Sabar." Fitri bicara sendiri dalam hati, sambil mengusap dadanya mencoba menenangkan gemuruh yang apabila di biarkan maka sebentar lagi akan meledak.
"Sayang, bagaimana ini. Papa memintamu bekerja." Eri menghampiri Fitri istrinya yang tadi duduk di seberangnya, mengusap lembut tangan Fitri setelah ia duduk disebelahnya, mencoba menenangkan, bukan tapi mencoba agar Fitri mau mengikuti apa yang dikatakan oleh Papanya.
"Sebaiknya kita pulang ke rumah mas, sudah kubilang Aku tidak mau tinggal di rumah orang tuamu bukan titik." Kulepas tangan suamiku ini, menahan sesak karena yang terlihat ia sama sekali tidak berusaha untuk membantu dan membelaku.
"Sayang, kita mau pulang ke mana tanda tanya aku belum bayar sewa rumah kita." Dengan wajah tak berdosa Eri mengatakan pada Fitri istrinya kalau ia belum membayar sewa rumah yang selama ini mereka tinggali.
"Kok bisa Mas belum bayar sewanya, Bukankah Uang sudah kuberikan minggu lalu untuk membayar sewa rumah." Fitri sangat emosi mendengar pengakuan Eri. Bagaimana mungkin uang sewa yang seharusnya sudah dibayarkan malah belum dibayarkan.
"Hehehe." Eri terkekeh dan menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. "Sebenarnya uang itu sudah aku gunakan untuk mentraktir adikku dan juga mama papa kemarin malam." Lagi-lagi Eri bicara tanpa merasa berdosa sedangkan Fitri sudah benar-benar emosi mendengar kalau uang yang seharusnya untuk membayar sewa malah digunakan untuk mentraktir adik dan mertuanya sedangkan ia sendiri tidak diajak.
"Kamu benar-benar keterlaluan mas, lalu mau kau bayar dengan apa sewa rumah kita?" Wajah Fitri sudah merah padam menahan emosi bahkan Tangannya sudah mengepal. Namun, Fitri masih menggunakan logikanya agar tidak terbawa emosi.
"Kita kan tinggal di sini, Jadi tidak perlu lah kita kembali ke rumah sewa itu, bukankah kita lebih baik tinggal di sini." Fitri mengusap dadanya yang bergemuruh kesabarannya hampir melewati batas tapi sebisa mungkin ia masih menahannya.
"Lalu Apa rencanamu Mas, jika kita tetap tinggal di sini?" Fitri bertanya dan menatap Eri tajam.
"Kita ikuti saja saran Papa, atau tidak ada salahnya bukan?" Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Eri barusan Fitri bangkit dan meninggalkan RI begitu saja tanpa mengirakan apa yang dikatakan oleh Eri.
Sesak, itulah yang dirasakan oleh Fitri saat ini, Bagaimana mungkin Papa mertua, ibu mertua dan suaminya begitu tega padanya, padahal baru saja dua minggu yang lalu ia melahirkan seorang putri dengan proses operasi caesar. Fitri berpikir keras Bukankah seharusnya memberi nafkah adalah tugas dari sebagai suami tapi kenapa malah iya yang disuruh bekerja di saat usia putrinya bahkan belum 40 hari.
Fitri masuk ke dalam kamar yang ia tinggali bersama Eri suaminya di rumah mertuanya ini. Setelah Mengunci pintu Ia pun melangkahkan kaki menuju ke sebelah ranjang, ada sebuah tempat tidur khusus untuk bayi dan di sanalah putrinya yang baru dua minggu lalu ia lahirkan sedang tertidur lelap. Dengan memandang wajah bayinya yang masih terlelap Fitri berhasil menghilangkan amarah yang sejak tadi bersarang di dadanya.
Setelah merasa tenang Fitri beralih keranjang Di mana biasanya ia dan suaminya beristirahat. Tidak ingin memikirkan banyak hal, pasca melahirkan walaupun tadi Bahkan ia Hampir tak mampu menahan amarahnya. Saat ini Fitri memilih meraba bahkan diri di tempat tidur hingga akhirnya ia terlelap.