Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terima Kasih Telah Merebut Suamiku

Terima Kasih Telah Merebut Suamiku

Meisya Jasmine

5.0
Komentar
36.3K
Penayangan
30
Bab

Saat suamiku direbut oleh wanita lain

Bab 1 Suamiku Tidak Waras

BAGIAN 1

Bip! Getaran ponsel yang kutaruh di bawah bantal telah membuat tidurku rusak. Padahal, baru saja aku bisa memejamkan kedua mata ini setelah direpotkan dengan demamnya Syifa, putri semata wayangku. Sejak pukul 17.00 sore hingga tengah malam, badannya panas. Setelah dua kali kuberi obat penurun panas sirup, kupijat, dan kukompres, barulah turun. Sudah sempat kupinta suamiku, Mas Faisal, untuk lekas pulang dari perjalanan dinasnya. Aku sudah berpikir kalau sakit Syifa bakalan parah dan butuh dekapan sang ayah agar bisa lekas sembuh. Namun, untungnya sejam lalu panas badan Syifa turun.

Cepat aku membuka mata. Melihat ke arah Syifa yang berbaring di sebelahku. Gadis kecil berusia 4 tahun itu tampak berkeringat dahinya. Saat kuraba, sejuk. Panasnya sudah tak naik-naik lagi. Aku lega. Artinya, Mas Faisal tak harus kudesak buat pulang segera untuk menemaniku membawa Syifa ke rumah sakit besok hari.

Beralih dari Syifa, aku lekas meraba bawah bantal. Meraih ponsel dan buru-buru membuka kunci layar. Ada sebuah pesan masuk. Dahiku mengernyit. Nomor tak dikenal tampak mengirimkan pesan WhatsApp padaku. Siapa ini?

[Tolong jangan berlebihan. Anakmu hanya demam, bukan sakaratul maut. Apa suamiku tak berhak untuk tenang sebentar? Bebannya terlalu besar. Itu semua juga karena desakan gaya hidupmu yang tinggi! Jangan sok kaget dengan pesan ini. Jangan banyak tanya juga tentang apa yang sedang kamu hadapi! Aku sudah lelah menyembunyikan semua. Sudah saatnya juga kamu tahu. Sekarang, saatnya sadar diri, berbenah, dan berhenti merengek pada suamiku. Dia juga butuh ISTIRAHAT!]

Tanganku langsung gemetar hebat. Napas ini pun tercekat. Dadaku nyeri. Betapa dahsyatnya rasa syok yang menyerang.

Pesan macam apa ini? Makhluk iseng mana yang mengirimiku WA tengah malam buta dengan nada mengancam begini? Apa Mas Faisal tengah mengerjaiku? Namun, dalam rangka apa? Ulang tahunku sudah lewat dua bulan lalu. Anniversary pernikahan kami juga masih tiga bulan lagi. Lantas, apa maksudnya?

Dengan jemari yang masih gemetar, aku memberanikan diri untuk mengklik foto profil seorang wanita yang terpampang di pesan gila tersebut. Sontak, jantungku seperti dipukul dengan alu. Sakit! Luar biasa. Bahkan aku mengira akan terkena serangan jantung, saking terkejutnya.

"A-adelia ... apa-apaan ini?"

Kuucap nama seorang perempuan yang kukenal sebagai adik sepupu Mas Faisal. Adelia Soedjono, gadis cantik tiga puluh tahun yang bekerja sebagai pemilik agen travel dan salon kecantikan. Perempuan berpendidikan yang tak lain adalah anak dari Tante suamiku sendiri.

Adelia ... pemilik mata cokelat dan tubuh seksi itu mengakui Mas Faisal sebagai suaminya? Ya Tuhan, apa ini tidak salah? Mengapa dia sampai hati menyebut anakku sakaratul maut segala? Apa yang sudah terjadi sebenarnya? Sungguh mati, aku belum paham!

"Mas Faisal, apa maksudnya?" lirihku seraya menekan tombol dial ke nomor ponsel suamiku.

Dengan debaran jantung yang luar biasa, kuberanikan diri untuk menelepon Mas Faisal yang tadi pagi berangkat dari rumah dengan membawa ransel berisi pakaian dan laptopnya. Dia mengatakan bahwa akan melakukan perjalanan dinas ke luar kota dengan menggunakan mobil travel bersama managernya. Mas Faisal bilang, lusa akan kembali. Namun, mengapa tiba-tiba saja Adelia mengirim WA dengan nomor barunya dan mengucapkan kalimat-kalimat tak masuk akal? Apakah ... suamiku sudah berbohong?

"Apalagi, sih? Kamu nggak bisa baca pesanku tadi? Kenapa malah menelepon ke sini?!" Bentakan itu membuatku tergemap. Sontak aku turun dari ranjang dan berjalan menuju luar kamar dengan kaki yang gemetar. Gila! Apa-apaan ini? Mengapa ponsel suamiku malah dipegang Adelia?

"Mana suamiku?! Katakan!" jeritku setelah menutup pintu kamar dari luar. Getar suaraku yang tiba-tiba parau bahkan terdengar sangat menyedihkan di telingaku sendiri.

"Suamimu? Dia bukan hanya suamimu, tapi juga suamiku! Paham, kamu?" Adelia terdengar nyolot. Tak kusangka, perempuan yang terlihat baik hati dan pekerja keras itu, ternyata diam-diam menjadi pelakor yang lebih gilanya lagi malah berselingkuh dengan sepupunya sendiri. Apa dia sudah tak waras?

"Kamu sudah gila? Apa-apaan kamu, Del? Kamu lupa, bahwa Faisal itu sepupumu! Faisal itu sudah beristri dan punya anak! Di mana hatimu, Del? Apa yang telah kalian lakukan?!"

"Apaan, sih? Ngomong apa dia?" Terdengar suara Mas Faisal di ujung sana. Suaranya seperti orang marah. Bersamaan dengan itu, terdengar pula suara kresek-kresek seperti ponsel yang diambil alih paksa.

"Mila, kamu dengar. Berhenti menghubungiku, oke? Teleponmu dari sore tadi hingga sejam lalu sudah membuat kacau semuanya!" Mas Faisal ikut membentakku. Membuatku terduduk lemas di lantai. Tak percaya bahwa dia bisa menusuk dengan kalimat setajam pedang.

"M-mas ...," panggilku tergagap.

"Aku sudah sabar menghadapimu, Mil! Kubujuk kamu. Kutenangkan kamu. Namun, kamu tidak mengerti juga. Anak kita hanya demam biasa, jangan suruh aku untuk kembali lagi ke rumah. Paham?!"

Tangisanku mengguyur lebat. Hatiku berkecamuk luar biasa. Mas Faisal, yang sedari sore tak menunjukkan tanda-tanda berdusta, nyatanya kini telah mengungkap apa yang dia sembunyikan.

"Sejak kapan, Mas? Sejak kapan kamu berselingkuh?" tanyaku lirih.

"Itu bukan urusanmu, Mil. Yang penting, aku selalu memberi nafkah padamu. Tolong berhenti dulu menghubungiku."

"Kamu di mana, Mas?! Jawab aku! Kamu tidak di luar kota, kan? Kamu di rumah Adelia, kan? Aku akan ke sana! Aku akan menjemputmu sekarang juga! Aku akan bawa anakmu!"

"Kalau kamu berani berbuat senekat itu, kita cerai saja, Mil!"

Hatiku panas. Penuh gejolak membara di dada. Seakan dihantam oleh palu godam kepalaku. Rasanya langsung pening berputar-putar. Enam tahun kita menikah, Mas. Satu setengah tahun kita habiskan untuk berikhtiar demi mendapatkan buah hati. Setelah Syifa lahir dan tumbuh besar menjadi pengobat duka lara kita, kamu tiba-tiba saja menguak aib yang sungguh melukai hatiku.

"Ceraikan saja aku kalau begitu! Aku lebih senang kamu tinggalkan, ketimbang harus memiliki madu!"

"Oh, lebih milih jadi gembel kamu, Mil?"

Gembel? Astaghfirullah. Mas Faisal, apakah harta yang telah menjadikanmu rela membagi cinta? Kau ingin menjadikanku gembel setelah berpisah denganmu, begitu Mas? Baiklah. Kita buktikan, apakah yang kamu ucapkan itu bakal menjadi kenyataan atau tidak!

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Meisya Jasmine

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku