/0/24872/coverorgin.jpg?v=032e324468bb6285672c751841582adb&imageMogr2/format/webp)
"Siapa lagi yang mau pesan? Ini ada berlian murah, model terbaru!" suara Rita sebagai bendahara dalam arisan grup Rumpis dengan membuka kotak perhiasan berwarna merah beludru sebesar kotak kue. Ia memperlihatkan sebuah kalung bermata berlian.
Aku duduk diam, di sudut ruangan rumah Nora sebagai ketua arisan Rumpis. Aku hanya memandang teman-teman arisan yang berusaha mencoba perhiasan secara bergantian.
"Halo Jeng Neni, pengantin baru nggak ingin membeli perhiasan terbaru?" tanya Rita tersenyum memandang Neni.
Neni yang merasa terpanggil tersenyum segera mengarahkan pandangannya ke arah Rita. "Maaf Bu Rita, suami saya sudah membelikan hadiah," ucapnya dengan sopan dan melontarkan senyum khas.
Aku tersentak saat mendengar percakapan antara Rita dan Neni. Hatiku bertanya-tanya hingga berpikiran menanyakan pada Ratih yang duduk di sebelahku.
"Lho Bu, apa Mbak Neni menikah? Kapan? Kok saya nggak diundang?"
Ratih mengernyit kan dahinya menatapku dengan gugup.
"Ooo iya Jeng, tapi memang Jeng Neni tidak menyebar undangan, ia nikah diam- diam. Hanya ibu-ibu yang mengetahui saja yang datang."
Aku bingung, seribu pertanyaan singgah dalam pikiranku. Dengan tak taunya aku dalam pernikahan Neni yang merupakan teman dekatku.
Serta tak ada pemberitahuan ataupun undangan padaku.
Padahal ibu- ibu arisan tau, akulah orang yang paling dekat dengan Neni dibanding ibu- ibu arisan lainnya.
Apalagi setiap kali ada teman yang ingin mengadakan acara, pasti diposting di dalam grub whatsapp.
Mereka dengan antusias merundingkan pakaian apa yang harus mereka kenakan nanti? Warna yang sama atau tidak? Di mana harus berkumpul? Tapi kenapa di grub juga sepi tanpa ada pemberitaan.
Nita juga begitu, padahal berangkat dan pulang arisan selalu bersama naik mobilku. Tapi Nita tidak mengatakan apa-apa kepadaku.
Rasa penasaranku muncul. Aku segera berdiri, melangkah mendekati tempat duduk Neni.
Kebetulan di samping Neni ada kursi kosong.
"Ya Allah Mbak, aku nggak tau kalau Mbak Neni menikah. Kapan Mbak? Aku kok nggak di undang?"
Kuhempaskan tubuhku di atas kursi dan kugeser kursinya agak mendekat pada Neni.
Neni tampak gugup, ia berusaha tersenyum membalas pertanyaanku.
"Tidak apa-apa Mbak? Acaranya sederhana kok. Sebenarnya saya nggak mengundang siapa-siapa Mbak? Ibu-ibunya saja yang tiba-tiba datang!" ucap Neni yang usianya lebih muda dari usiaku. Dan masih dikaruniai anak satu perempuan yang baru berumur dua tahun. Ia menjanda satu tahun yang lalu sebab suaminya meninggal mendadak.
Aku pun berkali-kali mengucapkan maaf. Dan hari ini juga aku berencana hendak ke rumahnya sekedar ingin menebus kesalahan dengan tidak hadirnya dalam pernikahan Neni.
Namun Neni menolaknya secara halus dengan alasan ia hendak pergi bulan madu ke Bali.
Akupun menyadari hal itu. Yang menjadi ganjalan hatiku. Neni begitu baik sama aku.
Bahkan waktu aku punya hajatan khitanan Jenar anakku, ia merelakan utuk bermalam di rumahku selama dua hari untuk membantuku menyiapkan acara itu hingga selesai.
Akupun sering berbagi kebahagiaan menceritakan Mas Bram yang sangat memperhatikan aku. Dan Neni juga menyanjung kesetiaan Mas Bram.
Pikiranku tetap tak enak. Hingga perjalan pulang otakku terus berpikir soal tidak taunya aku tentang pernikahan Neni.
Nita yang duduk di sampingku saat di dalam mobilku, aku cerca dengan berbagai pertanyaan.
"Bu Nita, kenapa Mbak Neni menikah gak memberitahuku? Padahal Mbak Neni itu sudah kuanggap seperti saudara sendiri."
Nita menjawabnya dengan enteng.
"Ya kapan- kapan Jeng Kinan bisa datang sendiri ke rumah Jeng Neni. Waktu masih panjang, gak usah terlalu dipikirkan."
Aku mangut- manggut membenarkan ucapan Nita.
Tapi aku tak bisa membohongi diriku sendiri, dalam benakku merasakan kekecewaan yang mendalam. Dan bertanya- tanya tak diundangnya aku dalam acara penting.
Padahal dua hari yang lalu Neni sempat chatingan sama aku. Tapi tak sedikitpun Neni menyinggung soal pernikahan. Bahkan Neni tak pernah menceritakan calon suaminya. Neni cenderung tertutup walau aku sama Neni sering ngobrol. Malahan aku sering mengajaknya ke restoran makan bersama dengan Mas Bram dan belanja bareng.
Neni sudah seperti adikku sendiri sebab aku merasa tak punya saudara.
Timbul rasa penasaranku dan ingin tau siapa suami Neni. Sebab selama ini Neni tak pernah membicarakan soal calon suaminya.
"Suaminya Mbak Neni itu orang mana sih Bu, aku kok gak pernah dengar dia punya calon suami? Dia juga gak pernah cerita sama saya?"
Nita yang hadir waktu acara pernikahan Neni dengan antusias menceritakan
kalau suami Neni itu pengusaha muda yang sukses, orang terpandang. Duda tanpa anak walau usianya terpaut delapan tahun lebih tua dibanding usia Neni.
/0/25199/coverorgin.jpg?v=577f3c30b5c194d3127a7068a5bf8a09&imageMogr2/format/webp)
/0/29594/coverorgin.jpg?v=831cd583a00a56ec49d0b231c22f0ff1&imageMogr2/format/webp)
/0/16559/coverorgin.jpg?v=e2071e6c7a02478e542e0f7ba23df599&imageMogr2/format/webp)
/0/3853/coverorgin.jpg?v=b9640e1bc4332274459607b536ffc0db&imageMogr2/format/webp)
/0/23705/coverorgin.jpg?v=6209c31bca2b5f0db9b5e010ebeac781&imageMogr2/format/webp)
/0/20514/coverorgin.jpg?v=cbae0145facc47724d4ece626a5abb5f&imageMogr2/format/webp)
/0/21468/coverorgin.jpg?v=b4f10ed7f590a8668d58329165d920e6&imageMogr2/format/webp)
/0/2803/coverorgin.jpg?v=ffa386ca456f3c3b81860a2d40b3605a&imageMogr2/format/webp)
/0/8061/coverorgin.jpg?v=877e8b98c52cdece8349e5f66363b790&imageMogr2/format/webp)
/0/16288/coverorgin.jpg?v=01c0e42e82c0a937b6fdd67c780e4615&imageMogr2/format/webp)
/0/27523/coverorgin.jpg?v=785dc1ae4488623a639c3d9874eafaf0&imageMogr2/format/webp)
/0/26512/coverorgin.jpg?v=20251202100039&imageMogr2/format/webp)
/0/28799/coverorgin.jpg?v=e7af3833ba6d68284e5eaeb3f44242e3&imageMogr2/format/webp)
/0/3465/coverorgin.jpg?v=9767702e9981d977baf1854fdb1d1a2b&imageMogr2/format/webp)
/0/22398/coverorgin.jpg?v=5da51303f22197156232dcfe79930993&imageMogr2/format/webp)
/0/24881/coverorgin.jpg?v=8b6a2f35ca2e80ac9be63a5b129ea426&imageMogr2/format/webp)
/0/26688/coverorgin.jpg?v=c4b3c2c782fc14e4cf02f18cc7392d82&imageMogr2/format/webp)