Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
“Berapa tarifmu semalam?” tanya Anaya Diandra sambil menatap pria tampan di depannya. Pria itu hanya diam menatap tajam ke arah Anaya.
Saking frustasinya, Anaya terpaksa memilih jalan pintas untuk menghabiskan malam ini dengan seorang pria tidak dikenal. Beberapa minggu lalu, ibunya menangis tersedu bersimpuh di kaki Anaya meminta Anaya untuk mau menerima pinangan seorang pria tua yang sudah beristri.
Perusahaan keluarganya sedang colaps dan jalan satu-satunya meminta bantuan Tuan Sandoro, sayangnya Tuan Sandoro memberi persyaratan yang sangat sulit yaitu Anaya harus bersedia menjadi istri keduanya. Siapa juga yang mau menjadi istri pria tua dan berperangai buruk itu. Hingga akhirnya Anaya memutuskan pergi ke club malam ini.
“Memangnya berapa uangmu, Nona?” kata pria tampan itu balas bertanya. Pria bermata pekat dengan senyum menawan itu terus menatap Anaya dan sama sekali tak melepas pandangannya.
“Uangku banyak. Kamu minta berapa saja akan aku beri, asal kamu puaskan aku malam ini.”
Pria tampan itu terkekeh sambil mengulurkan tangannya ke arah Anaya. “Deal!!”
Anaya sedikit ragu saat akan menyambut uluran tangan kekar pria itu, tapi bagaimana lagi. Ini sudah separuh jalan dan dia tidak mau mengurungkannya.
“Deal!” Sedikit bergetar Anaya bertutur sambil membalas jabat tangan pria asing tersebut.
“Jadi di mana kita melakukannya? Di tempatmu atau tempatku?” Suara pria itu membuyarkan lamunan Anaya.
“Eng ... aku sudah menyewa kamar di hotel depan. Kita bisa melakukannya sekarang.”
Pria itu tersenyum sambil mengendikkan bahunya. “Tentu, ayo!” Dia berjalan mendahului Anaya keluar dari club tersebut.
Kemudian Anaya menyusul dan keduanya sudah berjalan beriringan masuk ke dalam hotel menuju kamar yang sudah dipesan Anaya. Pintu kamar dibuka, Anaya menyalakan lampu kamar tersebut. Dia sedikit berdecak kagum melihat kamar ini.
Rasanya tidak sia-sia dia menghabiskan seluruh tabungannya khusus untuk malam ini. Anaya tidak mau Tuan Sandoro memiliki mahkota terindah miliknya dengan mudah. Biar saja dia melakukannya dengan pria random yang lebih muda yang sengaja dia sewa malam ini.
“Bisa kita mulai sekarang? Atau kamu ingin melakukan sesuatu sebelumnya?” tawar pria tampan itu.
“Eng .. iya. Aku ... aku mandi dulu. Aku baru pulang kerja, aku takut kamu illfeel nantinya.” Pria tampan itu hanya tersenyum sambil berulang menganggukkan kepala.
“Tentu, silakan! Aku tidak keberatan menunggu.”
Anaya bergegas masuk kamar mandi. Ia terdiam beberapa saat menatap wajahnya di depan vanities.
“Apa yang aku lakukan benar kali ini?” gumam Anaya. Dia memejamkan mata dan tanpa sadar semua kejadian beberapa bulan terakhir bergulir di benaknya.
Mulai dari kecelakaan tiba-tiba yang merenggut nyawa ayahnya sehingga membuat Anaya harus tinggal bersama ibu dan adik tirinya. Lalu saat Anaya mengetahui tentang perselingkuhan tunangannya dengan sahabatnya sendiri, kebangkrutan perusahaan ayahnya. Lalu kejadian hari ini saat dia dituduh melakukan kecurangan sehingga harus kehilangan pekerjaan membuat Anaya berada di titik paling bawah.
“Tarik napas Anaya. Lepaskan dengan pelan dan ambil napas perlahan lagi. Anggap saja ini terakhir kali aku menikmati kesenanganku karena selanjutnya hidupku akan terpenjara dalam pasungan Tuan Sandoro,” monolog Anaya.
Gadis berwajah bulat itu terus memejamkan mata sembari menarik napas berulang. Banyak hal yang harus dia tenangkan kali ini, termasuk keputusan untuk melepas keperawanannya kepada pria random di malam ini. Selang beberapa saat Anaya sudah keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan bathrobe saja.
“Maaf, membuatmu menunggu lama. Apa kamu juga mau mandi?” Sebuah pertanyaan konyol tercetus dari mulut Anaya.
Pria itu tersenyum lalu mengendus ketiaknya. “Aku baru saja mandi dan masih wangi. Apa kamu menginginkanku mandi juga?”
Cepat-cepat Anaya menggelengkan kepala dengan tangan yang mengibas di udara. “Tidak, tidak. Aku terserah kamu saja.”