/0/23779/coverorgin.jpg?v=5bcf84b7669a1c7f18bfc55c58b108f0&imageMogr2/format/webp)
Istri Kakakku Selalu Menangis
Suara dentuman dari besi-besi jalanan memekakkan telinga secara mendadak. Hampir membuat jantung terlonjak keluar dari tempatnya. Semua orang kaget luar biasa.
“Punguti usus dan organ tubuh lainnya! Cepat! Sebelum ada kendaraan yang menggilas,” ucap salah satu warga.
“Ambil daun pisang atau kain bekas untuk menutupi tubuhnya!”
“Sementara, hentikan dulu kendaraan yang hendak melintas!”
Terjadi kecelakaan tepat di depan toko beras milik Kak Heru. Tempat ini berlokasi di tikungan layaknya huruf S, wajar saja sering terjadi kecelakaan. Lokasi yang tak pantas digunakan untuk membawa kendaraan ngebut. Aku bergidik ngeri.
Kecelakaan tunggal itu telah membuat seorang wanita pengendara sepeda motor tewas di tempat. Ia menabrak pagar besi pembatas depan toko beras. Kondisinya mengenaskan. Cepat-cepat orang menyiram darah yang mengalir di jalanan dengan pasir. Pasir-pasir itu diangkut dengan ember dan kaleng cat.
Aku baru tadi malam tinggal di sini, setelah tamat SMA orang tuaku meminta agar Kak Heru membawa ke kota. Hal itu tentu disetujui olehnya, bahkan aku sempat ditawarkan untuk kuliah di sini. namun, kutolak karena merasa belum siap. Jadi, aku akan ikut menjaga toko beras ini.
“Kak, ada kecelakaan. Itu di sana,” ucapku pada Kak Heru yang baru keluar dari gudang beras paling belakang.
“Dah biasa terjadi di sini, Siti. Kakak sudah tak takut lagi.” Kak Heru menjawab cuek.
“Memang sering, ya?”
“Sering sekali. Sudahlahh, jangan dilihat terus. Nanti kamu takut, dah sore. Sana mandi.”
Aku hanya mengangguk. Memang benar, kalau terus melihatnya aku akan merasa takut. Apalagi meninggalnya tragis atau istilah orang kampung adalah mati basah.
“Siti,” panggilnya saat aku baru hendak membalik badan.
“Iya?”
“Kamu jangan masuk kamar sebelah gudang beras dan jangan perduli kalau Mbak Rena sering menangis. Abaikan saja,” ucapnya enteng sembari menatapku tajam.
“Kenapa?”
“Tidak usah banyak tanya, kamu masih terlalu belia untuk tahu urusan rumah tangga. Jangan membantah.”
“Hm, baiklah.” Aku menjawab sekenanya.
Saat melewati kamar Mbak Rena, tak sengaja melihat ia sedang menangis tersedu-sedu. Pintu kamar yang tak terkunci pun membebaskan pandangan mataku melihat semua secara jelas. Mengapa Mbak Rena menangis? Aku hendak masuk dan bertanya, tapi kaki ini terasa berat melangkah.
Rupanya, Mbak Rena pun melihatku yang berdiri di depan pintu. Pantulan wajahku terlihat setengah dari cermin kamarnya. Ia menoleh sembari menghapus sisa-sisa bulir bening yang keluar dari pelupuk matanya.
“Mbak kenapa menangis?” tanyaku yang sudah tertangkap basah mengintip.
“Mbak memang selalu menangis sejak menikah dengan kakakmu,” jawabnya sedih.
Mendapati jawaban demikian, aku bertambah bingung harus berkata apalagi. Kak Heru sudah memperingati agar aku tak terlalu perduli dengan Mbak Rena. Memangnya ada apa dengan pernikahan mereka? Setahuku semua tampak baik-baik saja kalau mereka pulang kampung. Sepertinya ada hal yang disembunyikan oleh mereka.
“Memangnya kenapa, Mbak?”
Lama menunggu pertanyaan itu dijawab, tapi hening. Tak sepatah kata pun keluar dari bibir Mbak Rena. Hanya terlihat dari bola matanya kalau ia sangat terluka, entah mengapa aku bisa merasakannya. Namun, aku tetap bingung hal apa yang membuat wanita cantik ini menangis. Apa dia tak bahagia?
/0/20283/coverorgin.jpg?v=20241030112700&imageMogr2/format/webp)
/0/29864/coverorgin.jpg?v=20251205185447&imageMogr2/format/webp)
/0/5296/coverorgin.jpg?v=b661641e628f8a8a69709a76ac5ad2a5&imageMogr2/format/webp)
/0/13460/coverorgin.jpg?v=d8931491bc8a0b6ce85be8a2dcf10733&imageMogr2/format/webp)
/0/17190/coverorgin.jpg?v=6930a9824edd2f4f056669d76b3dfe68&imageMogr2/format/webp)
/0/4318/coverorgin.jpg?v=a16a7f280a121aa972c6f257b844ac5a&imageMogr2/format/webp)
/0/13167/coverorgin.jpg?v=20250123144943&imageMogr2/format/webp)
/0/7738/coverorgin.jpg?v=20250122152224&imageMogr2/format/webp)
/0/16889/coverorgin.jpg?v=60341e9fe96835f555cd64f9a6a99bc3&imageMogr2/format/webp)
/0/3601/coverorgin.jpg?v=83a5f88faaca10c1cf20247d703c0875&imageMogr2/format/webp)
/0/13387/coverorgin.jpg?v=6f51e7cf4b0e690b9f3c297fcbcf0850&imageMogr2/format/webp)
/0/23514/coverorgin.jpg?v=a9b1bb7c6b3467e7f12291528ae7be07&imageMogr2/format/webp)
/0/17363/coverorgin.jpg?v=b8f0db56c3cb97ecb3afe275c703f710&imageMogr2/format/webp)
/0/13545/coverorgin.jpg?v=92a81c562eb3e669253ed2ccef5f987f&imageMogr2/format/webp)
/0/9358/coverorgin.jpg?v=20250122140034&imageMogr2/format/webp)
/0/3503/coverorgin.jpg?v=c46e147595459b0630344864f0be68e6&imageMogr2/format/webp)
/0/7624/coverorgin.jpg?v=0410042db671154295af3e6899b3452a&imageMogr2/format/webp)