Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
962
Penayangan
30
Bab

Blurb Sebuah sindikat perdagangan manusia, yang dipimpin oleh Andrey, berniat balas dendam terhadap rivalnya di masa lalu. Dengan menculik salah satu putri kesayangan Dicky Prasetyo seorang pengusaha kaya raya yang sukses. Andrey, sengaja mengulur waktu penyekapan Flamboyan Prasetyo hingga satu minggu, dengan harapan akan mendapat sejumlah uang tebusan dengan angka fantastik. Namun, ternyata sindikat tersebut salah sasaran, dengan menculik Flamboyan Prasetyo yang ternyata anak dari pembantu keluarga Dicky Prasetyo, yang sudah dirawatnya sejak kecil. Sedangkan target yang sebenarnya mereka incar adalah Kirana Prasetyo putri cantik Dicky Prasetyo yang mengalami difabel daksa, yang kebetulan saat penculikan terjadi dia sedang liburan bersama ibunya di luar kota. Bramastyo Hartawan kekasih Flamboyan Prasetyo berusaha untuk membebaskan kekasihnya, sebab sudah tiga hari Dicky Prasetyo yang berusaha melacak keberadaan putrinya pun tidak ada kabar beritanya. Demi nyawa Flamboyan Prasetyo yang berada di ujung tanduk, dan demi keselamatan calon mertuanya segala macam cara dia lakukan. Apa yang akan dialami Flamboyan Prasetyo ketika penculiknya tahu bahwa mereka salah sasaran? Dapatkah Bramastyo Hartawan menyelamatkan Flamboyan Prasetyo dan mencari keberadaan Dicky Prasetyo? Bagaimana cara Bramastyo menyelamatkan mereka? Bagaimana akhir kisah cinta Bramastyo dan Flamboyan? Nantikan kisahnya hanya di Salah Target.

Bab 1 Penyekapan

"Lepaskan! Tolooooong!" teriak seorang gadis muda kira-kira berumur dua puluh tahun.

Baru saja gadis itu membuka matanya, setelah entah berapa lama dia tidak sadarkan diri. Matanya menyapu setiap sudut ruangan yang pengap dan kurang pencahayaan.

Hening. Tak ada suara apapun. Bahkan tak ada orang lain, selain dirinya di ruangan yang hanya berukuran 3 x 3 meter itu.

Dari balik tirai gorden jendela yang ada di pojok ruangan itu, temaram warna orange masih tampak sedikit terlihat. Pertanda saat itu hari masih sore.

Kembali netranya mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Ketika dirasa aman, perlahan dia menggeser tubuhnya, walau dengan kedua tangan yang terikat di belakang.

Tubuhnya terasa lemas tidak bertenaga. Kerongkongannya terasa kering. Tiba-tiba terdengar perutnya berbunyi.

Kruuuk! Kruuuk! Kruuuk!

Cacing-cacing di dalam perutnya, mungkin sedang mengamuk karena entah berapa lama perutnya tidak terisi makanan.

Di saat gadis itu mencoba menggeser tubuhnya, untuk sedikit merapat ke samping dipan yang berada di depannya, ada bagian lengan yang terasa perih, seperti disayat benda tajam.

Dalam remang cahaya lampu yang hanya lima watt, dia melihat ada luka sayatan kira-kira berukuran sepuluh centimeter.

Lengan atasan setelan piyamanya, motif bunga-bunga, warna merah muda, yang dia pakai pun sobek sepanjang luka itu.

Tiba-tiba dia merasa kepalanya nyut-nyutan. Begitu berat, pusing, dan matanya berkunang-kunang. Berulang kali gadis itu mengerjapkan matanya. Terasa ada yang mengganggu pandangannya.

Saat itu dia tersadar, di pelipis matanya pun ternyata bengkak. Seperti terbentur benda tumpul. Sayang, tangannya sedang terikat, sehingga dia tidak mampu meraba seberapa besar bengkak di matanya dan seberapa parah luka di lengannya.

Dari cermin di depan dipan yang saat ini tepat berada di hadapannya, dia melihat pelipis matanya lebam berwarna biru keungu-unguan. Benjolan kecil itu sangat mengganggu pandangannya.

"Sebenarnya aku di mana? Siapa yang membawaku? Apa motifnya? Mengapa?" gumamnya.

Berbagai pertanyaan tiba-tiba memberondong di benaknya, yang tak mampu dia jawab. Keningnya mengkernyit, mengingat-ingat kembali kejadian terakhir malam itu di kamarnya.

***

Malam itu hampir jam satu dini hari, saat dia tiba-tiba terbangun dan melihat sekelebat bayangan hitam mengendap-endap di samping kamarnya.

Di saat semua orang di rumah sudah terlelap, tiba-tiba mati lampu. Seketika gadis itu terbangun dari tidurnya.

Sebab dia dapat melihat sosok yang mengendap-endap itu, dari tirai gorden kamarnya yang mendapat pancahayaan dari sinar bulan. Kebetulan bulan menampakkan wajahnya, meskipun malam itu bukan malam bulan purnama.

Namun, dia yakin itu adalah sebuah kesengajaan. Karena dia melihat sorot lampu dari rumah tetangga yang masih menyala.

Biasanya dia tidur bersama kakak perempuannya. Namun, kakak perempuannya bersama ibunya sedang menghadiri undangan dari relasi bisnis ayahnya di luar kota.

Sengaja dia tidak ikut bersama mereka, karena esok pagi ada ujian semester di kampusnya. Belum selesai dia mengingat-ingat seluruh kejadian di malam itu, sebelum dia baku hantam dengan bayangan di malam itu, mendadak dia tersentak saat menyadari bahwa dia ada ujian akhir semester.

"Astaga! Sudah berapa lama aku di sini. Mengapa tidak ada orang sama sekali. Toloooong! Toloooong!"

Kembali gadis itu berteriak meminta pertolongan. Saat tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka, seorang laki-laki dengan kumis tebal, kira-kira berumur empat puluh lima tahun masuk.

Kulitnya sawo matang, rambutnya ikal agak gonrong tidak rapi, pakaiannya lusuh, pandangannya tajam, dan bengis. Laki-laki itu menyodorkan sepiring nasi beserta lauknya dan segelas air putih.

"Diam! Jangan berisik! Makan dulu agar kamu tak cepat-cepat sekarat. Menyusahkan saja!" kata laki-laki berkumis tebal itu.

"Siapa kamu! Lepaskan aku! Mengapa kalian menculikku!" ucap gadis itu sambil meronta-ronta minta dilepaskan.

"Jangan banyak bertanya! Jangan berisik! Segera makan makananmu! Atau kau kumampuskan sekarang!" bentaknya.

Laki-laki itu mendekat, gadis itu beringsut dari tempat duduknya. Dalam panik dia sempat terdiam lalu berpikir.

'Aku yakin, dia hanya disuruh seseorang. Malam itu aku melihat bayangan beberapa orang. Jadi, tidak mungkin dia berbuat macam-macam kepadaku. Kalau aku jual mahal, pura-pura tidak mau makan, dari mana aku mendapat kekuatan untuk melawan mereka dan melarikan diri. Ah, aku ikuti saja dulu permainan mereka,' ucap batinnya.

Gadis yang berani dan cerdas. Laki-laki berkumis tebal itu semakin mendekat, lalu berhenti ketika gadis itu menghentikan gerakannya.

"Stop! Jangan mendekat!" serunya.

"Aku mau membuka ikatanmu. Bagaimana kamu bisa makan, kalau tanganmu terikat. Goblok!" ucap laki-laki itu kasar.

Setelah ikatan di kedua tangan gadis itu terbuka, segera dia melahap makanannya. Untuk ukuran seorang gadis mungil sepertinya, satu piring penuh nasi dengan satu potong dada ayam goreng, tumis kacang panjang, dua perkedel dan satu gelas besar, air putih seharusnya tidak habis.

Namun, dia melahap habis semua makanan itu, hanya dalam waktu beberapa menit saja. Lahap sekali dia, seperti seorang yang satu minggu tidak makan.

"Rakus sekali kamu! Kamu anak seorang konglomerat, makan seperti pengemis kelaparan!" ucap laki-laki berkumis tebal, yang menunggui gadis itu makan.

"Aku lapar. Sudah berapa hari aku di sini. Lepaskan aku. Aku ada ujian akhir semester. Ini menentukan masa depanku. Tolonglah! Apa salahku!" pinta gadis itu.

"Persetan! Bukan urusanku!" ketusnya.

Setelah gadis itu selesai makan, laki-laki itu kembali mengikatnya.

"Tolong lepaskan aku! Jangan ikat aku lagi. Paling tidak obati dulu lukaku. Aku kesakitan. Sebenarnya apa yang kalian inginkan dariku?" rengek gadis itu, menurunkan nada bicaranya, dengan tatapan memohon yang terlihat memelas sekali.

Tanpa banyak bicara dan tidak memedulikan rengekannya, laki-laki berkumis tebal itu langsung keluar dari ruang itu, sambil membawa gelas dan piring bekas makan gadis itu.

Gadis itu mendengkus perlahan. Kecewa saat rengekannya tidak digubris oleh laki-laki berkumis tebal itu. Perutnya terasa begah karena kekenyangan.

Hal yang sama sekali belum pernah dia lakukan selama hidupnya, makan bagai orang kesetanan. Sambil meringis menahan sakit, dia beringsut dari tempat duduknya mendekati jendela satu-satunya di ruangan itu.

Tiba-tiba kembali pintu ruangan itu terbuka. Laki-laki dengan kumis tebal itu kembali masukke sana. Laki-laki itu melotot menyangka gadis itu hendak melarikan diri.

"Hooey ... brengsek! Mau ke mana kamu. Jangan pikir kamu bisa melarikan diri. Semua tempat ini dijaga ketat. Tubuhmu juga terikat. Jangan paksa aku berbuat kasar. Keparat!"

Laki-laki berkumis tebal itu segera masuk dan menyeret gadis itu kembali ke tengah ruangan di dekat dipan. Lalu dia mengeluarkan kotak P3K.

Meskipun ucapan dan perlakuan laki-laki itu kasar, telihat dengan telaten dia mengompres luka lebam di pelipis mata gadis itu, lalu memberi obat merah dan memakaikan kain perban.

Hal yang sama juga dia lakukan dengan luka di lengan gadis itu. Sebelum keluar, kembali laki-laki itu mengancam dengan kata-kata kasar.

"Jangan macam-macam! Atau kau akan membusuk di ruangan ini selamanya. Aku bisa saja menghabisi nyawamu kapan saja aku mau. Tapi nyawamu terlalu berharga. Akan kutukar nyawamu dengan sebuah pulau berikut ratusan gadis cantik yang akan menghiburku setiap hari. Hahaha!"

Tawa laki-laki itu sungguh menjijikkan. Ingin rasanya gadis itu meludahi wajahnya. Setelah semua beres, kembali laki-laki itu melangkah keluar dan mengunci pintu ruangan itu rapat-rapat. Sayup-sayup terdengar percakapan laki-laki itu dengan seseorang melalui sambungan telepon.

"Sebenarnya siapa mereka? Apa maksud mereka menculikku?" gumamnya

***

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Dwi Hastuti01

Selebihnya

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku