Malam itu, hujan turun deras membasahi kaca jendela apartemen Kirana. Tangannya gemetar saat menatap layar ponselnya, foto yang baru saja dikirim seorang teman menusuk hatinya dalam-dalam.
Tunangannya, Malvin, sedang berciuman mesra dengan sahabatnya sendiri, Ayunda.
Jantung Kirana berdetak kencang. Napasnya memburu, dan air mata mulai mengalir tanpa bisa ia hentikan. Ia segera menghubungi Malvin, berharap ada penjelasan, tapi dering panjang itu berakhir dengan suara operator.
Kirana menghempaskan ponselnya ke sofa. Dadanya sesak, kepalanya terasa penuh. Perasaan dikhianati membuatnya muak, dan satu-satunya hal yang terpikir olehnya saat itu hanyalah keluar dari tempat ini.
Tanpa berpikir panjang, ia meraih jaket dan tas, lalu melangkah keluar dari apartemen tanpa peduli hujan yang masih mengguyur jalanan kota.
---
Bar kecil di sudut kota tampak remang-remang dengan alunan musik jazz lembut. Kirana duduk di kursi tinggi dekat meja bartender, jemarinya membelai gelas cocktail yang baru saja disajikan.
"Minuman pertama?" suara berat seorang pria terdengar di sebelahnya.
Kirana menoleh. Seorang pria duduk di kursi sampingnya, mengenakan kemeja hitam yang digulung hingga siku. Wajahnya tegas, dengan rahang kokoh dan tatapan tajam yang entah mengapa terasa menenangkan.
Ia mengangkat bahu. "Pertama, kedua... siapa yang menghitung?" jawabnya, berusaha terdengar santai.
Pria itu tersenyum tipis. "Sepertinya kau butuh lebih dari sekadar satu gelas."
Kirana menatap minumannya, lalu menyesapnya perlahan. "Aku hanya ingin melupakan sesuatu."
"Hm." Pria itu mengaduk minumannya dengan es batu. "Melupakan atau kabur?"
Kirana tertawa kecil, tapi suaranya pahit. "Mungkin keduanya."
Pria itu tak bertanya lebih lanjut, tapi tatapannya seolah mengatakan bahwa ia mengerti. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat Kirana merasa aman, meskipun mereka baru bertemu.
Seiring percakapan mengalir, Kirana merasa bebannya sedikit berkurang. Ia tidak tahu apakah itu efek alkohol atau hanya karena pria di sampingnya ini terlalu nyaman untuk diajak bicara. Yang jelas, malam itu, ia tidak ingin pulang sendirian.
---
Musik semakin pelan. Bar mulai sepi. Kirana menatap pria di sampingnya dengan napas yang sedikit berat.
"Aku tak ingin pulang malam ini," ucapnya, hampir seperti bisikan.
Pria itu menatapnya dalam. Sejenak, ada keheningan di antara mereka sebelum akhirnya pria itu mengulurkan tangan.
"Adrian," katanya, mengenalkan diri.
Kirana menatap tangan itu sesaat, lalu menggenggamnya. "Kirana."
Adrian tersenyum tipis. "Ayo."
Tanpa banyak kata, mereka meninggalkan bar bersama.
---
Sinar matahari menembus tirai jendela, menusuk kelopak mata Kirana yang masih berat. Ia menggeliat pelan, merasakan kehangatan yang asing.
Begitu matanya terbuka, ia tertegun.
Ia berada di sebuah kamar hotel, selimut tebal melingkupinya. Jantungnya langsung berdegup kencang saat menyadari seseorang ada di sampingnya.
Adrian.
Lelaki itu masih tertidur, napasnya teratur. Wajahnya terlihat lebih tenang dibandingkan tadi malam, membuat Kirana semakin panik.
"Astaga..." Kirana menutup wajahnya. Ingatan samar tentang malam itu mulai kembali, dan ia sadar betapa impulsifnya keputusannya semalam.
Tidak ingin membangunkan Adrian, Kirana segera bangkit, mencari-cari bajunya yang berserakan di kursi. Dengan gerakan cepat, ia mengenakan pakaiannya, lalu melangkah menuju pintu.
Namun, sebelum ia berhasil keluar, suara berat yang familiar menghentikannya.
"Kemana?"
Kirana membeku. Ia menoleh pelan dan menemukan Adrian menatapnya dengan sorot mata tajam, separuh mengantuk.
"Aku..." Kirana menelan ludah. "Aku harus pergi."
Adrian menatapnya beberapa detik sebelum mengangguk pelan. "Baiklah."
Tanpa menunggu lebih lama, Kirana segera melangkah keluar, menutup pintu di belakangnya dengan perasaan yang campur aduk.
/0/24216/coverorgin.jpg?v=2947d09921e477a3d573a773a8ae9132&imageMogr2/format/webp)
/0/10835/coverorgin.jpg?v=88fce03fb803a4a5f74b0f0f170f6200&imageMogr2/format/webp)
/0/12765/coverorgin.jpg?v=03b8d52a471798f1da21231e41f7b476&imageMogr2/format/webp)
/0/14064/coverorgin.jpg?v=47e9031b9221cf7fb44b043b76672b6f&imageMogr2/format/webp)
/0/13195/coverorgin.jpg?v=5fb858b2fea9f6ed3a2d883cc21ad37e&imageMogr2/format/webp)
/0/16154/coverorgin.jpg?v=e514499dc76f7a12f0f85d165ef50834&imageMogr2/format/webp)
/0/22437/coverorgin.jpg?v=20250301194424&imageMogr2/format/webp)
/0/13325/coverorgin.jpg?v=f9db7bf1ec9f385bd90ee444f0e58803&imageMogr2/format/webp)
/0/17625/coverorgin.jpg?v=4227a89dd21dfe90a36cc06bb019bb43&imageMogr2/format/webp)
/0/10328/coverorgin.jpg?v=285cb73fd438350480124be261fee44d&imageMogr2/format/webp)
/0/7742/coverorgin.jpg?v=10e0a64533605f8b3dfd0663f7864d5a&imageMogr2/format/webp)
/0/13425/coverorgin.jpg?v=cc79d261688970c755e29079f0bc74c5&imageMogr2/format/webp)
/0/25599/coverorgin.jpg?v=0de0676918bfea4397f39b8a4acbc3dd&imageMogr2/format/webp)
/0/5842/coverorgin.jpg?v=6bca322e6302fcbc373878aa6a6a44ff&imageMogr2/format/webp)
/0/22327/coverorgin.jpg?v=20250219192346&imageMogr2/format/webp)
/0/17278/coverorgin.jpg?v=dceaf4fa2492b2376c7808278a469974&imageMogr2/format/webp)
/0/6656/coverorgin.jpg?v=78386f83bdaf1ef4e6c23990e7e7c43c&imageMogr2/format/webp)
/0/27880/coverorgin.jpg?v=48edf55b1ed3a8661aa82bb484e30fb7&imageMogr2/format/webp)
/0/15858/coverorgin.jpg?v=437451542586af31549968a254f81cc6&imageMogr2/format/webp)
/0/17733/coverorgin.jpg?v=3359cccdf3a1377a6ecf59a39cfb4c96&imageMogr2/format/webp)