Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Leonora mencoba memberontak sebanyak yang bisa dia lakukan. Matanya tertutup oleh kain hitam sehingga dia tidak bisa melihat apapun. Sementara tangan dan kakinya terikat sempurna pada kursi. Perempuan itu sudah berusaha membebaskan dirinya semenjak beberapa menit yang lalu. ia tidak menyerah sedikitpun walaupun dia sudah mulai lelah.
"Sialan! Lepaskan aku! Kalian tidak tahu apa yang sedang kalian lakukan." Leonora berteriak keras tapi tidak ada yang mempedulikannya.
"Keparat! Aku akan melaporkan kalian pada keluargaku dan kupastikan kalian akan menjadi mayat tidak utuh keesokan harinya." Leonora tidak menyerah membuat kalimat mengancam. Ia sudah habis kesabaran. Tidak ada yang pernah berani menyakiti Leonora selama ini. Ayahnya merupakan seorang mafia yang sangat ditakuti sekaligus disegani oleh banyak kelompok. Leonora tidak percaya dia mengalami penculikan untuk pertama kalinya.
Fabio menggeram di luar ruangan mendengar teriakan yang memenuhi lorong tersebut. "Dia sangat jauh dari keanggunan dari yang selama ini diceritakan banyak orang. Dia lebih cocok dirumorkan sebagai singa betina."
"Apakah Anda ingin saya melenyapkannya segera, bos?" Arnold sebagai asistennya selalu bersedia melakukan setiap tugas yang diperintahkan.
"Tidak perlu. Aku akan menembaknya saat ini juga. Berikan aku pistol." Fabio menengadahkan tangannya. Arnold segera memberikan barang yang diminta oleh bosnya. Sebuah pistol glock 26 cukup untuk melenyapkan perempuan yang terikat tanpa banyak daya memberontak tersebut.
Fabio memasuki ruangan dengan sinis. Langkahnya santai terdengar lantang pada ubin rubanah yang hampir tidak memiliki ventilasi udara tersebut.
"Kau terlalu berisik, Miss Jarlinson. Bagaimana jika aku membunuhmu menjadi mayat tidak utuh sebelum kau bisa mengatakan kepada keluargamu?" Fabio mendekati musuhnya dengan cara paling mengintimidasi yang biasa dia lakukan.
"Siapa, siapa kau?" Leonora memberanikan diri bersuara meskipun tergagap.
"Kau bisa mengganggapku sebagai dewa kematianmu, Miss Jarlinson." Fabio berbisik di telinga gadis itu dengan seringaian setan kebanggaannya. Fabio mengambil jarak di depan Leonora agar dia bisa melihat wajah ketakutan musuhnya dengan sangat pas. Fabio juga memerintahkan Arnold untuk membuka ikatan mata gadis itu namun saat itulah Fabio mengalami masalah.
Bang! Peluru Fabio melesat menghindari bagian vital Leonora. Untuk pertama kalinya, Fabio merasa mengarahkan peluru pada dirinya. Fabio tidak pernah menyangka bahwa mata gadis itu merupakan sumber kekacauannya. Mata dengan iris amber itu berhasil membuat jantung Fabio terkejut, menggeliat dan bangun untuk kali pertamanya.
"Bos, apakah Anda baik-baik saja?" Arnold menyadari bahwa sesuatu yang salah sedang terjadi pada bosnya. Fabio Holman tidak pernah kehilangan kendali sedikitpun pada pistol selama ini. Pria itu merupakan pria paling bengis yang sudah banyak menembakkan peluru pada wanita atapun anak kecil yang mengganggunya.
Fabio terdiam selama beberapa saat hingga pada akhirnya dia bisa menguasai diri. "Kau bawa dia ke kamarku kemudian panggilkan dokter untuk mengobatinya."
"Pardon?" Arnold terkejut dengan perintah aneh.
Fabio segera memberikan dia tatapan mengintimidasi mematikan seperti biasanya. "Aku tahu kau mendengar apa yang kuperintahkan."
"Baik, sir!" Arnold tergagap segera melakukan perintah setelah mendapatkan kewarasannya kembali. Fabio keluar ruangan itu tanpa berkata apapun lagi. Pria itu masih ingin mencerna apa yang baru saja terjadi pada dirinya. “Sialan, apa yang terjadi padaku?” Fabio memandangi telapak tangannya. Bayangan mata amber Leonora muncul di kepalanya tidak hilang. Itu bukan kali pertamanya Fabio melihat seorang gadis memiliki iris mata amber tapi itu kali pertamanya Fabio ingin menenggelamkan diri di mata itu.
***
Leonora bermimpi. Perempuan itu bermimpi menjalani rutinitasnya seperti biasa. Leonora melihat orang tua dan abangnya sibuk berbincang tentang bisnis mereka. Leonora juga mendengar keluarganya sedang terusik oleh klan baru yang mensabotase bisnis mereka.
"Huft! Kalian membosankan seperti biasa." Leonora menghembuskan nafasnya. Para lelaki di rumahnya hampir selalu membahas tentang pekerjaan seolah mereka tidak memiliki topik lain. Leonora mengambil buku dan tas kemudian bersiap menuju ke kampus. Sudah ada puluhan pengawal yang membungkuk padanya bersiap untuk menjaganya.