/0/20257/coverorgin.jpg?v=d895fe5a67d001708f299466b8794622&imageMogr2/format/webp)
Allahu Akbar … Allahu Akbar. Laila Ila Hailahu Allahu Akbar … Allahu Akbar Walillah Ilham.
Takbir menggema diseluruh jagat raya. Sementara, aku masih mengumpulkan botol bekas untuk dijual. Besok lusa sudah ditutup tempat pengepul karena lebaran tiba. Sedangkan aku masih sibuk mencari uang untuk sesuap nasi. Memenuhi kebutuhan kelaurga kecilku. Padahal, lebaran esok hari sudah tiba. Di sini aku masih bergelut dengan peluh, dan keringat yang bercampur debu.
Ibu sudah tak lagi mampu mencari barang-barang bekas. Usaha ini terpaksa aku jalankan untuk bertahan hidup. Sudah sejak dari kemarin hujan mengguyur kotaku. Bahkan, di hari terakhir menjelang puasa ramadan tetap saja air membasahi bumi.
"Kamu mau apa? Penampungan sudah tutup sejak sore tadi. Tidak tidak lagi menerima barang bekas." Mang Damin berdiri menatapku acuh tak acuh. Pria paruh baya itu, tampak akan meninggalkan tempat penampungan barang bekas.
"Tapi, Mang. Aku dan ibuku perlu makan malam ini besok sudah hari lebaran. Tolong buka sebentar, ya," pintaku memelas. Berharap Mang Damin punya hati nurani, untuk menerima barangan rongsokan yang kubawa.
"Tidak bisa. Saya juga mau takbiran malam ini. Silahkan bawa kembali seminggu lagi kemari."
Tubuhku terasa lemas saat Mang Damin menolak barang rongsokan yang kubawa. Sudah seharian aku berkeliling untuk mencari botol bekas. Agar bisa menghasilkan uang untuk makan. Namun, semua pengepul sudah tidak lagi menerima dengan alasan malam takbiran.
"Mang, tolonglah. Aku dan ibuku bisa mati kelaparan kalau tidak ada uang buat kami makan lusa. Besok pengepul sudah tutup dan waktu akan dibuka seminggu lagi kami harus makan apa, Mang?"
"Bukan urusanku. Kalian mau makan apa. Pergi sana!" Usir Mang Damin. Pendiriannya tetap kekeh tidak mau menerima barang milikku.
Dia segera menutup pintu gudang pengepul dengan kuat. Lelaki itu, segera pergi berlalu tanpa rasa bersalah. Aku duduk terdiam sambil menenteng karung yang berisi barang rongsokan. Sedangkan Rafa, masih tetap dalam gendongan di punggung belakang. Dia sudah kehujanan dan kedinginan sejak tadi pagi. Tapi anakku yang malang masih betah tidur dalam gendongan. Mungkin Rafa tahu kesusahan orang tuanya. Harus berjuang sambil mencari nafkah.
Tubuh mungilnya pun sudah basah kuyup karena rintik hujan. Sungguh, tidak tega melihat anak malang seperti dia. Masih berumur empat tahun harus ikut merasakan derita ayahnya. Mencari sesuap nasi demi bertahan hidup. Apa hendak dikata. Nasibku yang malang tak berubah meski sudah berusaha bekerja keras.
Bukan aku tak sayang padanya, namun pilihan tidak ada lagi. Sejak umurnya tiga bulan, Rafa sudah ditinggal ibunya. Sakira pergi meninggalkanku bersama Rafa hanya karena tak tahan hidup susah. Dia memilih laki-laki lain yang lebih kaya.
Kini, sudah empat tahun berlalu. Namun, tak pernah kudengar lagi beritanya. Saat terakhir kita bertemu, dia sudah menikah dengan pria idamannya. Ya, karena aku miskin dia berpaling dan meninggalkan Rafa yang masih bayi merah.
"Mas, pokoknya aku minta cerai sama kamu. Aku tidak tahan hidup susah terus menerus denganmu, Mas. Sampai kapan hidupku begini. Sampai kapan, Mas," ucap Sakira kala itu. Matanya memerah menatapku.
"Sabar, Sakira. Mas juga lagi berusaha kerja agar hidup kita enak dan bahagia."
"Kalau begini terus aku tidak tahan, Mas. Kamu cuma kerja sebagai buruh harus menanggung ibumu yang penyakitan itu. Rumah juga masih mengontrak. Kapan kita senang, Mas."
"Istighfar, Kira. Ibu itu orang tua kandungku. Kamu gak boleh ngomong begitu. Hanya dia satu-satunya keluargaku. Kalau bukan aku, lalu siapa lagi yang akan merawatnya."
"Usaha dong, Mas. Usaha!" Teriak Sakira.
Tangisnya pecah ketika suaranya melengking tinggi. Sementara, bayi Rafa menangis karena mendengar teriakan ibunya. Mungkin dia haus karena sejak tadi Sakira belum memberinya ASI.
Kuraih tubuh Rafa yang terus menangis. Memberikan kepada Sakira. Namun, dia menolak untuk menyusui. Berbagai alasan dia katakan.
"Sakira, Rafa menangis. Tolong kamu susui dia," ucapku lembut.
"Aku tidak mau. Berikan saja dia minum susu formula."
"Astagfirullah, Sakira. Kamu itu ibunya, masa tega membiarkan Rafa minum susu formula."
"Mulai sekarang kamu yang urus Rafa, Mas. Kamu bisa membeli obat untuk ibumu. Tapi tidak bisa memberikan susu untuk anak sendiri."
"Ibu sedang sakit, Kira. Kalau dia tidak diberi obat maka bisa semakin parah penyakitnya."
"Itu urusanmu, Mas. Pokoknya aku tidak mau menyusui Rafa."
Buk!
Sakira langsung pergi ke kamar, lalu membanting pintu sekuatnya. Ibu yang mendengar pertengkaran kami pun langsung ke luar dari kamar.
"Ada apa lagi to, Le. Kamu bertengkar lagi sama istrimu?"
"Ndak, Bu. Kami tidak bertengkar kok. Ibu istirahat saja nanti malah capek," ujarku.
/0/12754/coverorgin.jpg?v=e6ce11975e25da3381ac05989a07a327&imageMogr2/format/webp)
/0/22378/coverorgin.jpg?v=a48f534805993d32d1d3763df62aec52&imageMogr2/format/webp)
/0/16913/coverorgin.jpg?v=f78a9497cddd1f29b8744868d0fee469&imageMogr2/format/webp)
/0/16212/coverorgin.jpg?v=65d19d6cc8fd19ff0990ac7a6a74b941&imageMogr2/format/webp)
/0/14219/coverorgin.jpg?v=8878ad0ff1d33473662b6fca0834fa9e&imageMogr2/format/webp)
/0/27822/coverorgin.jpg?v=20251106165748&imageMogr2/format/webp)
/0/29031/coverorgin.jpg?v=20251204205343&imageMogr2/format/webp)
/0/21572/coverorgin.jpg?v=3a807ab91c98487d10183047ec65e63d&imageMogr2/format/webp)
/0/22847/coverorgin.jpg?v=ab41c27c6f894b1bf6eab8aaae88001f&imageMogr2/format/webp)
/0/30896/coverorgin.jpg?v=a5f09cf72c7852bfe4169eef584d31bc&imageMogr2/format/webp)
/0/28629/coverorgin.jpg?v=5f978f44614488952da186c45aad0156&imageMogr2/format/webp)
/0/29176/coverorgin.jpg?v=70dd87132c89ce665e3c5b8c42aa6e16&imageMogr2/format/webp)
/0/28860/coverorgin.jpg?v=bba826a0f173a0b385069ef51ce6cc61&imageMogr2/format/webp)
/0/29174/coverorgin.jpg?v=c115511161fb8135517019f94fee210e&imageMogr2/format/webp)
/0/29094/coverorgin.jpg?v=523c58e9677bcd0a22be8018ef97c1e9&imageMogr2/format/webp)
/0/29173/coverorgin.jpg?v=1dcb4e2f61ac8c9239f0cd7c6807ea17&imageMogr2/format/webp)
/0/29677/coverorgin.jpg?v=4e40cdeaf1f377a7c7b9a8742f772598&imageMogr2/format/webp)
/0/2473/coverorgin.jpg?v=861cafe57838f7e9c5dcb8ac272dab64&imageMogr2/format/webp)