/0/21824/coverorgin.jpg?v=bf38f2fc2a18bd5b408ddaf505dc4c5f&imageMogr2/format/webp)
Hal terakhir yang diberikan suamiku selama dua puluh tahun, Baskara Aditama, adalah surat bunuh diri.
Surat itu bukan untukku. Surat itu untuk Bunga Lestari, adik angkatnya, wanita yang telah menjadi hantu yang menghantui pernikahan kami sejak awal.
Dia menembakkan peluru ke kepalanya, dan dengan napas terakhirnya, dia memberikan seluruh kerajaan teknologi kami—hasil kerja kerasku seumur hidup—kepada Bunga dan keluarganya.
Selalu saja dia. Dialah alasan anak kami mati, membeku kedinginan di dalam mobil mogok sementara Baskara bergegas menolongnya karena Bunga menciptakan krisis palsu lagi.
Seluruh hidupku adalah perang melawannya, perang yang sudah telak aku kalahkan.
Aku memejamkan mata, lelah luar biasa, dan ketika aku membukanya lagi, aku sudah menjadi seorang remaja. Aku kembali ke panti asuhan, tepat di hari ketika keluarga kaya Aditama datang untuk memilih seorang anak untuk diasuh.
Di seberang ruangan, seorang anak laki-laki dengan mata penuh siksaan yang kukenali sedang menatap lurus ke arahku. Baskara.
Dia tampak sama terkejutnya denganku.
"Eva," bisiknya tanpa suara, wajahnya pucat pasi. "Maafkan aku. Kali ini aku akan menyelamatkanmu. Aku janji."
Sebuah tawa getir nyaris lolos dari bibirku. Terakhir kali dia berjanji akan menyelamatkanku, putra kami berakhir di dalam peti mati kecil.
Bab 1
Hal terakhir yang diberikan suamiku, Baskara Aditama, adalah surat bunuh diri.
Surat itu tidak ditujukan untukku. Surat itu untuk Bunga Lestari, adik angkatnya, wanita yang telah menghantui pernikahan kami selama dua puluh tahun yang penuh penderitaan.
"Bunga," tulisan tangannya yang elegan terbaca, "Maafkan aku. Aku tidak bisa melindungimu. Aku meninggalkan segalanya untukmu dan keluargamu. Maafkan aku."
Aku berdiri di kantor yang dingin dan kaku, bau mesiu masih menggantung di udara. Dia telah menembakkan peluru ke kepalanya, dan pikiran terakhirnya adalah tentang wanita lain. Segalanya, kerajaan teknologi kami yang aku adalah arsitek di baliknya, hasil kerja kerasku seumur hidup, kini menjadi milik wanita itu.
Selalu saja dia. Setiap krisis berpusat pada air mata Bunga, kebutuhan Bunga, drama-drama buatan Bunga. Dialah alasan anak kami mati, ditinggalkan membeku di dalam mobil mogok di jalan terpencil karena Baskara harus bergegas ke sisi Bunga setelah wanita itu mengklaim dirinya sedang diancam.
Seluruh hidupku adalah perang melawannya, perang yang baru saja aku kalahkan.
Aku memejamkan mata, gelombang kelelahan yang luar biasa menyapuku. Kesedihan ini terasa seperti beban fisik, meremukkan udara dari paru-paruku. Lalu, rasa sakit yang tajam di dadaku, cahaya yang menyilaukan, dan dunia pun lenyap.
Aku mencium bau antiseptik dan sup murah. Aku membuka mata. Aku berada di atas kasur yang menggumpal di sebuah ruangan yang penuh sesak. Dindingnya berwarna krem yang menyedihkan, catnya mengelupas di sudut-sudut. Jantungku berdebar kencang. Aku tahu tempat ini. Ini Panti Asuhan Kasih Bunda. Tanganku terasa kecil, tubuhku kurus dan asing. Aku menjadi remaja lagi.
Sebuah suara memecah kabut di kepalaku. "Eva, bangun! Keluarga Aditama sudah datang!"
Aku langsung duduk tegak. Hari ini. Ini adalah hari yang sama ketika keluarga kaya Aditama datang untuk memilih anak asuh. Hari di mana hidupku terkait dengan Baskara.
Seorang anak laki-laki di seberang ruangan, dengan rambut gelap yang kukenal dan mata yang penuh siksaan, sedang menatap lurus ke arahku. Baskara. Dia tampak sama terkejutnya denganku.
"Eva," bisiknya tanpa suara, wajahnya pucat pasi. "Maafkan aku. Kali ini aku akan menyelamatkanmu. Aku janji."
Menyelamatkanku? Sebuah tawa getir nyaris lolos dari bibirku. Terakhir kali dia berjanji akan menyelamatkanku, putra kami berakhir di dalam peti mati kecil.
Di kehidupanku yang pertama, aku sangat ingin melarikan diri dari tempat ini. Aku ambisius dan cerdas, dan aku melihat keluarga Aditama sebagai satu-satunya tiket keluarku. Aku telah meneliti mereka selama berminggu-minggu, mempelajari minat mereka, kepribadian mereka, apa yang mereka cari dari seorang anak. Aku telah menyiapkan pidato kecil yang sempurna. Aku mengenakan gaunku yang paling bersih, meskipun masih lusuh. Aku bertekad untuk menjadi pilihan sempurna mereka.
Dan aku hampir berhasil.
Tapi kemudian Baskara muncul, menyeret seorang gadis yang ingusan dan tampak menyedihkan di belakangnya. Bunga Lestari.
/0/29109/coverorgin.jpg?v=7f95516994c52b9f66f4b0e3a35af050&imageMogr2/format/webp)
/0/17884/coverorgin.jpg?v=36dfb140ec05fb3cc5ab5dcc5d6f14dc&imageMogr2/format/webp)
/0/16861/coverorgin.jpg?v=20240331190030&imageMogr2/format/webp)
/0/14667/coverorgin.jpg?v=fccb654b9c8177faf9297c0b8ec11b95&imageMogr2/format/webp)
/0/21620/coverorgin.jpg?v=0ba7ea487a17f8477be9939ab408a1a8&imageMogr2/format/webp)
/0/2931/coverorgin.jpg?v=048bd5b0ea0fc309e799badf22a02a5c&imageMogr2/format/webp)
/0/16582/coverorgin.jpg?v=99237a32bbb0fd244ed6889983ed2a8e&imageMogr2/format/webp)
/0/30216/coverorgin.jpg?v=20251202182519&imageMogr2/format/webp)
/0/20470/coverorgin.jpg?v=22c5d8ad1727cb6933d7c40772c3b5da&imageMogr2/format/webp)
/0/30156/coverorgin.jpg?v=024834ba7b0fdcfa072c64276dd92cbf&imageMogr2/format/webp)
/0/13491/coverorgin.jpg?v=893c937722e25fbee10f82e42750a6db&imageMogr2/format/webp)
/0/13429/coverorgin.jpg?v=4476ce2e9ddeaee82066f4079752e69a&imageMogr2/format/webp)
/0/20961/coverorgin.jpg?v=20250302132023&imageMogr2/format/webp)
/0/2471/coverorgin.jpg?v=3227eeca995c0603b7717b752a524884&imageMogr2/format/webp)
/0/7998/coverorgin.jpg?v=5575add4ad5a02e722cc49d8bbe4012d&imageMogr2/format/webp)
/0/21580/coverorgin.jpg?v=20250308045428&imageMogr2/format/webp)
/0/16108/coverorgin.jpg?v=3a1e8bcc9c910d5063f4b3292c181f08&imageMogr2/format/webp)