icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pasienku adalah Istri Mantan

Pasienku adalah Istri Mantan

Ananda Zhia

5.0
Komentar
13.6K
Penayangan
50
Bab

Adelia nareswari terkejut saat pasien yang ditolongnya adalah istri sang mantan pacar. Perubahan Adelia membuat mantannya merasakan getar-getar asmara lagi. Padahal Adelia sedang didiekati oleh dokter Andi. Bagaimana kelanjutan cinta mereka?

Bab 1 Menolong Persalinan Istri Mantan

"Halo ruang Melati, ini dari UGD, ada inpartu (wanita hamil yang terdapat tanda persalinan seperti perut kencang dan keluar darah), siapkan kamar ya," Terdengar suara dari seberang telepon saat aku sedang dinas siang.

"Siap dokter, pasien minta ruang berapa ?" tanyaku.

Terdengar jeda sebentar.

"Ruang VIP, siapkan segera, setelah ini pasien langsung saya kirim kesana," dari suaranya sepertinya yang sedang telepon adalah dokter Andi.

"Iya dokter, " kataku sambil menutup telepon.

"Nur, tolong siapkan ruang kamar di VIP ya, ada inpartu, aku mau nyiapin partus set (alat untuk menolong persalinan) di VK (kamar bersalin) dulu, " pintaku pada Nur, teman yang satu shift denganku.

"Oke mbak," kata Nur langsung melesat ke ruang VIP.

Aku beranjak ke VK dan mulai menata alat dan obat ke meja di dekat bed pasien.

Ruangan bersalin di tempat ku bekerja disebut ruang Melati. Terdiri dari ruang Nifas dan kamar bersalin yang sering disebut kamar tindakan.

Tidak lama kemudian terdengar suara brangkard (kereta pasien) berjalan di lorong ruangan.

"Yooo, bidane endi iki?" terdengar suara mas Reza, perawat UGD.

"Nang kene mas, langsung masuk kamar tindakan ya, langsung mau kuperiksa,!" Seruku melambaikan tangan dari kamar tindakan.

"Yoi Del, " mas Reza pun mendorong brangkard masuk ke dalam kamar tindakan diikuti oleh keluarga pasien.

Tiba-tiba dadaku berdegup kencang. Keras sekali. Sehingga aku khawatir akan terkena serangan jantung.

Di belakang mas Reza ada ibu pasien. Bukan. Bukan itu yang bikin aku dag dig dug. Tapi di belakang ibu pasien tersebut ada seraut wajah yang dulu pernah terjiplak di hati. Wajah mantan yang 5 tahun pernah ngapel ke rumah saat malam minggu. Dulu.

Aku segera menundukkan wajah, pingin memakai masker, tapi stok masker ada di ruang perawat. Duh, Gusti kenapa malah ketemu borokokok di sini, gumamku.

Aku langsung menundukkan wajah. Berharap dia tidak melihatku. Tapi terlambat. Matanya pun sama mendelik saat melihatku.

Saat mas Reza sampai di kamar tindakan, mas Reza mendorong brangkard UGD sampai menempel ke bed pasien.

Aku melihat wajah pasien sekilas. "Eh, syantik dan cetar ulala ternyata, pantas dulu dia bisa berpaling dariku." Batinku.

"Ayo ibu, coba miring dulu ke kiri, lalu duduk ya, setelah itu duduk dan geser ke bed periksa," instruksiku.

"Hhhsssss,,hhhsssss,," pasien mendesis terus menerus mungkin memang pembukaanya sudah banyak.

Kulihat dari ekor mata, si mantan terus mengawasiku.

"Asem, aku profesional Cak, nggak akan terjadi apa-apa sama istrimu !" batinku lagi.

Si pasien melakukan apa yang kusuruh.

Mas Reza menyerahkan berkas anamnesa(tanya jawab) data pasien padaku.

"Sudah telepon dokter Wildan ya, seperti biasa, kalau normal ditolong bidan, tinggal lapor hasil VT (periksa dalam) pada beliau." Instruksi mas Reza.

"Yasudah aku balik ke ruang UGD dulu." pamitnya lalu mendorong brangkard pasien keluar kamar tindakan.

Aku membuka berkas anamnesa pasien tersebut, kemudian duduk di kursi perawat.

Nama pasien Ny. Rania, alamat rumah di perumah Bumi Indah Regency. "Uwoow, horang kayah inih, " batinku.

Tiba-tiba sang mantan mendekatiku.

"Del, Adelia, " panggilnya.

"Ya bapak, silahkan duduk dulu, saya mau konfirmasi keluhan pasien," jawabku sambil tersenyum meski aku ingin menimpuk kepalanya pakai korentang (besi panjang berbentuk capit, biasanya untuk mengambil alat yang sudah steril).

Dengan gugup dia duduk di depanku. "Jadi ini kehamilan pertama ya, mulai keluar lendir darah seminggu lalu, kemudian periksa ke dokter Wildan masih bukaan 1 terus pulang, dan sekarang kenceng-kenceng terus menerus ?" aku bertanya sambil menatap matanya.

"Ah, jadi teringat saat kamu selingkuh, Mas, mana aku masih belum nikah , bisa-bisa dianggap gak move on nih," batinku.

"Iya bener mbak," jawabnya grogi. Meremas tangan di atas meja.

"Kalau begitu saya periksa dulu ya, istrinya," kataku sambil berdiri.

Aku berlalu dari meja perawat dan mendekati pasien.

"Ibu sudah sering kenceng-kencengnya? " tanyaku.

"Sering banget mbak, " jawab pasien.

" Baik, saya periksa ya, " aku meraba perut pasien. Terasa begitu kaku. Wah kalau lihat kencengnya, bisa cepet lahirannya.

Selesai memeriksa posisi bayi dan detak jantung janin menggunakan dopper, aku menginstruksikan pasien untuk membuka pakaian bawah.

"Ibu, tolong bantu saya melepas pakaian bawah bu Rania ya, setelah ini saya beri underpad (sejenis perlak dari kapas) kemudian saya periksa dalam."

Setelah semua siap, aku mengambil sarung tangan steril dan kapas basah.

"Pembukaannya sudah 7 ya, sudah tipis sekali ini, kepala sudah turun sampai jalan lahir, tidak boleh mengejan, nagas panjang dulu tiup-tiup," instruksiku.

Nyonya Rania mengangguk sambil mendesis-desis.

"Ya Allah sakit mbak, hhhhsssss, hhsssss,"

Aku melepas sarung tangan dan membuangnya.

"Saya lapor dulu ke dokter Wildan, untuk sementara pasien hanya boleh ditemani satu orang, keluarga yang lain mari saya antar ke ruangan VIP 1," instruksiku.

"Pak, isrinya ditemani dulu ya, saya mau mengantar keluarga bapak dulu ke VIP 1, setelah itu saya balik kesini," ujarku.

"Iya Del, eh mbak," sahutnya menunduk.

"Mari Pak, Bu, ikut saya," aku mempersilahkan keluarga pasien.

"Nur, ruangan vip sudah siap kan? ayo habis ini ikut ke ruang tindakan, pasien buka 7, kepala bayinya sudah di bawah, aku belum lapor dokter Wildan nih," kataku.

"Oke mbak, siap, " sahut Nur. Lalu mempersilahkan keluarga bu Rania agar memasuki kamar.

"Pak, bu , saya permisi dulu, " Aku dan Nur pamit.

"Iya mbak, makasih," jawab keluarga bu Rania.

Aku bergegas kembali ke ruang tindakan bersama Nur. Sesampai disana aku meraih telepon ruangan dan melaporkan hasil periksa dalam pasien pada dokter Wildan.

"Seperti biasa ya mbak, kalau normal tolong saja, saya mau ada operasi di rumah sakit Berlian," kata dokter Wildan.

"Baik dokter," sahutku sambil kemudian menutup telepon.

"Delll, Adeliaaaaa, istriku ngeden-ngeden ! " teriak mantan.

"Eh busyeeeet, ni orang langsung panggil namaku lagi, nggak sopan, biasanya pasien dan keluarganya manggil 'mbak atau bu,' padaku" batinku.

Nur kaget. Dan bertanya ," mbak Adel kenal sama pasien ?"

"Sst, suaminya adalah mantanku, " bisikku sambil mengedipkan sebelah mata.

"Uwoww...hihihi," Nur terlihat menahan tawa.

"Asem," sahutku sambil melesat ke bed pasien.

"Saya periksa dulu ya, " kataku sambil mengenakan sarung tangan.

"Yuk nafas panjang, sebentar saya

periksa, " aku memasukkan telunjuk dan jari tengah ke jalan lahir pasien.

"Wah ayo buka lengkap ini, saya pecah dulu ketubannya ya, " seruku.

"Del, tolong dong persalinannya ditolong dokter aja jangan kamu, " bisik sang mantan.

"Pak, dokter kandungannya mau melakukan operasi di rumah sakit lain." Jawabku.

"Tapi saya maunya ditolong dokter Del, bukan kamu !" mantan tetap ngotot.

"Kenapa?" Kali ini Nur kepo

"Karena....,"

Next gak ?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Ananda Zhia

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku