Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
~Selandia Baru -1923
Tepatnya ada di kota The West yang terpencil. Di sana ada rumah sederhana, bahkan bisa dikatakan sangat kecil. Hamparan hijaunya sayuran sawi dan wortel, juga pepohonan yang rindang mengelilingi rumah. Air sungai mengalir jernih mengapit antara rumah ke rumah, membuat kota ini begitu sangat sejuk.
Rumah sederhana ini bangunannya dari perpaduan anyaman bambu dan kayu jati yang tertata tidak beraturan. Adalah tempat tinggal gadis usia sepuluh tahun beserta keluarganya.
Tenang, duduk di pelataran rumah dengan kursi panjang yang hampir rapuh. Tangannya asik dengan buku tulis usang ditemani pencil yang hanya tinggal separuh. Langkah kaki kasar dan terburu-buru keluar dari dalam rumah.
“Kamu kalau sudah besar mau menjadi apa?” tanya Johan, yang merupakan Ayah dari gadis kecil ini sambil meraih peralatan melukisnya.
“Aku ingin menjadi penulis, penulis yang hebat!” jawab Ann enteng.
Ann Arthurian, gadis terlahir dari keluarga kurang beruntung namun penuh ambisi. Johan yang sudah kesiangan, tidak menggubris jawaban dari anak ketiganya ini. Juga, sepertinya pertanyaan itu pun hanya sekadar basa-basi. Dengan cepat dia segera meninggalkan rumah.
Sedangkan Natalie sebagai kakak yang hendak pergi merantau ke Wales, tiba-tiba dia berucap, “Jadi perempuan rumahan saja, jaga suami dan anak-anak. Jangan tinggi-tinggi nanti kalau sudah jatuh, sakit!”
Ann tidak menjawab apa- apa, dia hanya memeluk kakaknya ini yang entah kapan bisa berjumpa lagi.
Kendatipun dari hati Ann banyak pertanyaan, 'Kenapa perempuan tidak boleh memiliki mimpi? Punya cita-cita? Lalu orang hebat di luar sana seperti Marie Curie wanita pertama meraih nobel bidang fisika, Edith Wharton seorang novelis Amerika, mereka itu wanita!'
Namun, pertanyaan itu kerap terhenti, karena untuk mencapai mimpi itu, perlu usaha, dorongan dan mental yang kuat. Sedangkan Ann hanya ada keinginan waktu ini, tidak ada seorang dari keluarganya yang mendukung, terlebih lagi dana, dia cukup tahu diri akan hal itu.
Natalie sendiri seperti sudah memahami keadaan ini, dia terpaksa harus pergi karena keluarga tidak bisa menghidupinya. Pergi meninggalkan rumahnya hingga waktu yang tidak bisa ditentukan.
Natalie tidaklah senang dengan kejadian ini, tapi dia harus tegar dan pasrah.Tangannya menjinjing tas yang isinya beberapa helai baju, dia pun mengikuti Theresa kakak dari Johan.
“Kak, kamu baik-baik saja di sana!!” teriakan Ann terdengar hingga rumah tetangganya.
Natalie hanya melirik dengan menyimpulkan seulas senyum pada bibirnya.
Sepeninggalnya kakaknya, Ann kecil kembali dengan kegiatannya. Ialah merangkai kata, menulis mimpi-mimpi, hingga berdrama dengan alam pikirannya.
Imaginasi merangkai kata pun sudah kontras terlihat dari bagaimana dia berbicara. Baru saja hendak menulis,dikejutkan oleh teriakan Mariez, “Cepat bantu Ibu mencuci pakaian, pegang buku dari pagi!”
Gadis kecil ini beranjak dari tempat duduknya, “Baik Bu,” lirihnya sambil tergesa-gesa menaruh buku tulisnya. Tangannya pelan mengambil peralatan mencuci yang tersedia ala kadarnya. Begitulah kebiasaan akhir pekan gadis ini.
***
Senin adalah hari yang Ann tunggu-tunggu, setidaknya dia bisa bertemu dengan teman-temannya dan belajar pelajaran-pelajaran yang hampir semua mata pelajaran dia sukai.
Adrian sudah lama memperhatikan muridnya yang satu ini.
Tulisan yang dia tulis di atas papan tulis, dibaca oleh Adrian Louis gurunya yang tiba-tiba masuk ruangan. “Kamu ini kenapa menulis seperti itu?” tanyanya pelan sembari memberikan separuh roti yang ada di tangannya.
Malu-malu Ann mengambil roti tersebut disertai senyuman kecut yang spontan. “Sepintas saja ada dalam benak lalu ditulis!” ucapnya pelan hampir tidak terdengar.
Adrian hanya menatap wajah Ann yang lugu, lalu meninggalkannya sendirian di dalam kelas.
Jam istirahat ini Ann menyendiri di dalam kelas, bukan keinginannya untuk sendiri karena sahabat baiknya sedang tidak masuk. Hubungan antara keduanya memang tidak bisa tergantikan, mereka seperti satu jiwa. Kalau salah satu tidak ada pasti seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Selain dari itu, penyebab Ann tidak bisa bergabung dengan yang lain karena dia akan tersisih sendiri.
Sejenak Ann menghela napas kasar.
“Ayahku hanya seorang pelukis jalanan, uang yang dihasilkan pun terkadang tidak cukup untuk membiayai kehidupan sehari-sehari. Mana aku berani meminta uang padanya untuk jajan? Sementara yang lain mereka leluasa mendapatkan itu?” ucapnya dalam senyap sembari tangannya membaca kembali materi dari pelajaran yang baru dia tulis.
Ternyata Ann menyendiri, karena dia merasa tidak menyatu dengan yang lain, karena dia tidak memiliki uang jajan. Masuk akal!
Tidak begitu lama, lonceng pun berbunyi tanda istirahat telah usai.