“Jadi kamu mau mahar sebesar itu untuk pernikahan kamu
dengan anak saya?” tanya seorang wanita paruh baya pada gadis bernama Elsa yang
sedang duduk di hadapannya.
Elsa Anindita adalah gadis cantik yang ingin di nikahi oleh
Glen. Ia meminta uang dalam jumlah yang tak sedikit pada Glen sebagai maharnya.
Elsa membutuhkan uang itu untuk biaya pengobatan bundanya
yang saat ini sedang sakit parah. Uang dari gaji Elsa bekerja tidak bisa
menutupi biaya tagihan itu sehingga Elsa terpaksa memilih jalan menikah dengan
Glen untuk bisa mendapatkan uangnya.
“Iya Bu,” jawab Elsa.
Elsa yang benar-benar tak tahu lagi akan bisa mendapatkan
uang sebesar itu dari mana terpaksa harus melakukan hal gila ini.
Dia yang sebenarnya tak ingin menikah dengan Glen
terpaksa setuju saat Glen mengajaknya
menikah, tapi dengan syarat Glen harus mau memberi mahar seperti yang diminta
olehnya.
Elsa tidak mengira kalau ibunya Glen akan mempermasalahkan
hal ini. Sampai-sampai beliau mengajak Elsa bertemu tepat seminggu sebelum hari
pernikahan.
“Tinggalkan anak saya, dan saya akan memberi kamu uang yang
lumayan banyak sebagai gantinya.”
“Maksud ibu?” tanya Elsa.
“Memangnya ucapan saya kurang jelas ya? saya mau pernikahan
ini di batalkan. Saya sudah tahu siapa kamu dan rasanya mahar sebesar itu
terlalu banyak untuk kamu. Kamu yang pernah sekali gagal menikah tentunya itu
bisa menjadi pelajaran bagi kamu agar kamu jadi cewek itu tidak materialistis.
“Saya yakin, calon suami kamu dulu itu meninggalkan kamu
karena dia merasa kamu itu tidak pantas untuknya. Dan kalau saya pikir-pikir,
pasti dia itu sudah kenyang dan bosan sama tubuh kamu makanya dia meninggalkan
kamu sendirian di pelaminan.
“So... uang sebesar
itu terlalu banyak untuk gadis yang sudah tidak memiliki keperawanannya. Tapi
tenang saja kamu enggak usah takut. Asal kamu mau meninggalkan anak saya, maka
saya bersedia kok untuk memberi uang gratisan buat kamu. Daripada dia harus
terjebak seumur hidupnya sama kamu, akan lebih baik saya kehilangan uang
recehan itu.”
Sakit hati Elsa, mendengar apa yang di katakan oleh ibu dari
pria yang akan menikahinya. Ternyata masa lalu Elsa yang pahit itu masih terus
saja membuat hidup Elsa jadi bahan hinaan dan gunjingan orang-orang termasuk
ibu dari Glen.
“Jadi maksud ibu, pernikahan ini akan ibu batalkan?”
“Tentu saja, saya tidak akan di rugikan dengan batalnya
pernikahan kamu sama Glen, anak saya. Tapi saya justru malah akan terselamatkan
karenanya. Saya akan terselamatkan dari rasa malu. Dan Glen akan terselamatkan
dari penyesalan seumur hidupnya karena menikahi wanita yang bekas dari orang
lain.”
Wanita bernama Tri itu lalu mengeluarkan cek senilai puluhan
juta yang sudah di bubuhi tanda tangan. Jika Elsa menerimanya, maka Elsa hanya
tinggal mencairkannya saja ke Bank dan Elsa akan mendapatkan uang puluhan juta
itu secara cuma-cuma.
Tapi tidak, meski keadaannya sedang susah, Elsa merasa tidak
bisa menerima uang itu. Elsa masih memiliki harga diri, sehingga Elsa lebih
memilih untuk menolaknya. Apalagi uang segitu tidak akan cukup untuk Elsa pakai
menutupi biaya tagihan rumah sakit bundanya.
“Tidak usah Bu, ibu pegang saja uang ini,” Elsa
mengembalikan cek yang sudah di sodorkan ke arahnya. “Saya memang tidak
mencintai anak Ibu. Dan dia yang memaksa saya untuk menikah. Saya meminta uang
sebesar itu sebagai mahar saya, tapi kalau pernikahan ini tidak jadi saya tidak
punya alasan untuk menerima sepeser pun uang dari ibu,” balas Elsa tak kalah
tegas.
“Satu hal lagi, jangan meminta saya untuk menjauhi putra
ibu. Tapi Ibu awasi saja putra ibu itu untuk tidak mendekati saya. Karena di
sini yang mencintai dan menginginkan saya itu adalah putra ibu, bukan saya.
“Karena sudah tak ada lagi yang ingin di bicarakan, maka
dari itu saya pamit.”
Elsa tak bisa membiarkan Ibu Tri lebih menghina lagi harga
dirinya. Dia lebih dulu memutuskan untuk pergi dari sana dan tidak melanjutkan
rencana makan siangnya di sana. Elsa memilih restoran lain untuknya makan
siang.
Elsa merasa sangat kesal. Dan saat Elsa merasa kesal, dia
akan merasa lapar hingga ia lupa kalau saat ini ia tidak memiliki uang yang
cukup untuk makan di sebuah restoran mewah.
Elsa duduk di sebuah restoran ternama tempat biasanya Elsa
diajak makan oleh Glen. Ia memesan menu yang harganya lumayan. Dan Elsa
langsung melahapnya dengan sangat rakus ketika makanan pesanannya itu di
hidangkan.
Elsa tak sadar jika ada seorang pria yang saat ini tengah menatapnya. Pria itu terlihat
sangat misterius, dia memakai pakaian rapi seperti seorang boss, tapi dia
memakai topi yang hampir menutupi seluruh wajahnya.
Namanya Alvaro dia itu CEO terkenal. Meski baru dua tahun
dia merambah bisnis di Indonesia. Namun, namanya sudah langsung melambung
tinggi dan sukses menarik perhatian karena kehebatan cara berbisnisnya.
Kecantikan Elsa dan cara Elsa makan sungguh menarik
perhatian si pria misterius itu, tapi ada hal yang jauh lebih menarik lagi saat
kejadian tak terduga terjadi di hadapan Al, sang CEO.
Elsa sudah selesai makan. Dia memanggil pelayan untuk meminta bill dan saat ia merogoh tasnya
untuk mencari dompet, drama seru itu pun di mulai.
“Ya ampun di mana dompetku?” gerutu Elsa. “Apa mungkin
tertinggal di rumah?” ucapnya.
Elsa merasa hari ini adalah hari paling sial baginya, selain
hari di mana ia di tinggalkan dulu saat di pelaminan. Hari ini juga adalah hari
paling buruk dalam hidup Elsa.
Elsa memasang wajah tenang, saat ia tak kunjung menemukan
dompetnya. Di tambah tagihan pembayarannya pun rasanya tidak akan bisa ia bayar
meski dompet itu tidak tertinggal.
Elsa mencoba bernegosiasi dengan si pelayan untuk membiarkan
Elsa mengambil dompetnya yang tertinggal di rumah. Tapi si pelayan tidak
memberikan Elsa sedikit pun keringanan.
“Tolong saya Mbak, dompet saya ketinggalan di rumah, jadi
saya mohon sama Mbak untuk membiarkan saya pulang dulu mengambilnya.”
“Maaf Mbak, prosedur restoran kami tidak mengizinkan siapa
pun meninggalkan tempat ini jika dia tidak bisa membayar makanannya.”
“Tapi saya bukan mau kabur Mbak, saya hanya mau mengambil
dompet saya yang tertinggal,” ungkap Elsa memohon.
“Kalau begitu Mbak bisa meninggalkan kartu identitas Mbak
sebagai jaminan.”
“Kartu identitas saya itu ada di dalam dompet Mbak, jadi
saya..._”
“Cukup Mbak!” potong si pelayan mulai kehilangan
kesabarannya. “Saya tidak mau mendengar apa-apa lagi. Sudah banyak orang
semacam Mbak yang beralasan sama seperti Mbak. Pokoknya Mbak harus bayar dulu
/0/18664/coverorgin.jpg?v=327f1070479f3e709a32c952a4cf3f13&imageMogr2/format/webp)
/0/8904/coverorgin.jpg?v=5870844ca746c5f82b880fe9d7786a42&imageMogr2/format/webp)
/0/3719/coverorgin.jpg?v=658e612e83569f1166a3808a0631c493&imageMogr2/format/webp)
/0/4383/coverorgin.jpg?v=f8992cfee7dd0fd8f7f126b008b47a08&imageMogr2/format/webp)
/0/5556/coverorgin.jpg?v=682aee85c55edf6b761b4ed4757ab02a&imageMogr2/format/webp)
/0/16304/coverorgin.jpg?v=cceec5014ad6d8da23556a1c127c9c50&imageMogr2/format/webp)
/0/16328/coverorgin.jpg?v=d621b9f745cfe09fda0812c94cb92730&imageMogr2/format/webp)
/0/14949/coverorgin.jpg?v=17739a5c922082348d1a124f2c1024cf&imageMogr2/format/webp)
/0/13580/coverorgin.jpg?v=84111ef711670f793622266127ad98e9&imageMogr2/format/webp)
/0/7113/coverorgin.jpg?v=c33b0f5fd43cfe98097da6b6cebf6198&imageMogr2/format/webp)
/0/5064/coverorgin.jpg?v=452ee13c83c4b13e8f97a417724e0bd5&imageMogr2/format/webp)
/0/2910/coverorgin.jpg?v=8484824ad50f6edeab09765db6be0df9&imageMogr2/format/webp)
/0/6005/coverorgin.jpg?v=75a354dc154877d293dfffe9ea6d2402&imageMogr2/format/webp)
/0/4331/coverorgin.jpg?v=26485793c73693ad6fb3d6d317a52d2e&imageMogr2/format/webp)
/0/5652/coverorgin.jpg?v=f823d8c9a81542fe037f73bd7f3318ad&imageMogr2/format/webp)
/0/2715/coverorgin.jpg?v=a40b444bd848e0b9d36ea877786ba2fe&imageMogr2/format/webp)
/0/12155/coverorgin.jpg?v=7d29472f786a64242d659e541de123e1&imageMogr2/format/webp)