Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Washington D.C. USA.
“Dad, aku tidak ingin menikah dengan pria pilihanmu!”
Ariel menolak tegas dan penuh penekanan di kala ayahnya, memaksa dirinya untuk menikah. Wanita berparas cantik itu segera menjauh dari sang ayah. Tatapannya menatap dingin ayahnya yang berdiri di hadapannya.
“Oh, Ariel. Pernikahanmu bukan permintaan, tapi perintah yang tak bisa dibantahkan.” Yuval—ayah Ariel—berkata santai tenang, dengan senyuman licik.
Ariel mendesah kasar. “Dad, bagaimana bisa kau berpikir menikahkanku dengan pria yang bahkan seusia denganmu. Di mana jalan pikiranmu?”
Ariel hampir tak mengerti dengan cara jalan berpikir ayahnya. Dia diminta menikah dengan sosok pria yang bahkan usianya sama seperti usia ayahnya. Tentu Ariel masih cukup waras. Sekalipun, ayahnya mengatakan pria yang dipilihkan ayahnya sangat kaya, tetap tidak membuatnya silau akan harta.
“Ariel, pria yang aku pilihkan untukmu adalah pria yang terbaik. Kau keruk hartanya, dan jika kau sudah muak dengannya, kau racuni saja dia. Kondisi perusahaan kita sedang terpuruk. Cara jalan satu-satunya adalah pernikahanmu dengan pria itu.” Ayah Ariel berkata tanpa sama sekali ada beban.
“Dad—”
“Apa yang dikatakan Daddy benar. Jalan satu-satunya membuat kondisi perusahaan kita membaik adalah kau menikah dengan tua bangka itu.” Flora—kakak tiri Ariel—melenggang dengan anggun menghampiri Ariel. Wajah angkuh wanita itu begitu sangat terlihat.
Ariel menatap Flora dengan tatapan tajam. “Kalau cara menyelamatkan perusahaan dengan cara seperti itu, lebih baik kau saja yang menikah dengannya. Jangan meminta aku untuk menanggung beban sialan ini.”
Flora tersenyum sinis. “Ariel, kau ini kan anak seorang pelacur, jadi sudah sepantasnya kau membalas budi keluarga ini.”
“Jangan pernah menghina ibuku!” bentak Ariel tak terima di kala ibunya dihina dengan sebutan ‘Pelacur’.
“Ibumu memang pelacur,” balas Flora kejam.
Tangan Ariel mengepal begitu kuat. “Kau pikir kau wanita suci?! Kau memiliki pikiran licik, sama saja dengan kau wanita kotor!”
Plakk
Flora melayangkan tamparan keras di wajah Ariel, hingga membuat wanita itu tersungkur di lantai. Sudut bibir Ariel mengeluarkan darah segar. Tamparan yang sangat keras menyebabkan darah keluar dari bibirnya.
“Jaga mulutmu! Kau harusnya sadar diri, Ariel! Kau itu anak pelacur! Kalau bukan karena kebaikan hati ibuku, mana mungkin kau menyandang nama DiLaurentis?!” seru Flora kasar.
Mata Ariel sudah berkaca-kaca menahan air mata sekaligus amarah yang membakarnya. Ini bukan pertama kali Ariel dihina sebagai anak pelacur. Dia sudah mendengar kata-kata itu sejak dirinya masih kecil.
“Enough, Flora.” Yuval menggerakkan kepalanya, meminta Flora untuk berhenti.
Flora masih tak puas. Dia ingin kembali menyerang Ariel. Akan tetapi, permintaan sang ayah tak mungkin dirinya abaikan. Dia terpaksa untuk menjauh menuruti perintah sang ayah.
Ariel menyeka air mata yang keluar dari sudut matanya. Pun wanita itu menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. Wanita itu mengatur napasnya, berusaha meredam kemarahan dalam dirinya.
Ariel bangkit berdiri. “Aku rasa aku sudah cukup berada di sini. Lebih baik kalian menghapus nama DiLaurentis di belakang namaku. Aku tidak butuh nama itu berada di belakang namaku.”