Gedung pencakar langit yang berdiri kokoh di tengah kota perindustrian dengan papan nama Jayashree Company itu secara bergantian dimasuki oleh para karyawannya. Di antara orang-orang itu, salah satu pria berwajah tirus, berhidung mancung khas Hindustan tampak gagah dengan setelan jas warna navy dengan dasi double windsor knot. Rambut potongan pomade tersisir rapi kebelakang dengan tambahan minyak rambut membuatnya tampil klimis. Senyum yang mampu meluluhkan hati para pekerja wanita setiap pagi itu mulai memasuki lobi dan melambaikan tangan kepada siapa saja yang berpapasan dengannya.
Prima Jayashree, itulah nama yang diberikan oleh ayahnya saat lahir kedunia. Tumbuh dengan penuh kasih sayang dan dimanja Sang Ayah. Ibunya, sudah meninggal lima belas tahun lalu karena kanker hati. Sebagai satu-satunya pewaris Jayashree Company, apapun yang diminta selalu dituruti oleh ayahnya.
Akan tetapi, kekayaan ayah dan pemenuhan kebutuhan lahir sama sekali belum membuat Prima puas akan hal itu. Terang saja, meski dekat dengan beberapa gadis, tidak ada satu pun yang bisa membuat hatinya bergetar.
"Pagi, Papa!" Prima masuk ke ruangan ayahnya tanpa mengetuk.
"Pagi, Nak! Seperti biasa kamu selalu tampil keren. Sudah cocok gantiin ayah beberapa tahun lagi, nih!" ujar ayahnya.
Prima melebarkan tangan, memperlihatkan penampilan dirinya dengan jas semi formal dengan dalaman kaus turtle neck warna putih.
"Aku setiap hari selalu sekeren Papa."
"Tapi, kamu tidak keren kalau masih jomblo. Papa bisa memperkenalkanmu kepada beberapa putri rekan bisnis Papa. Nanti malam ikutlah dalam acara perayaan kontrak. Ada banyak gadis di sana!" ajak Pak Dev Jayashree. Pria berbadan tambun itu mengulurkan kopi kaleng yang baru saja dia keluarkan dari mesin pendingin mini di atas nakas dekat mejanya.
"Papa gak usah repot-repot. Kalau ada jodoh juga pasti datang sendirinya." Alasan klasik Prima setiap kali diminta ayahnya untuk menikah atau mengajak Sang Putera ke acara-acara formal perusahaan.
"Selalu saja alasanmu begitu!" Pak Dev menepuk pundak puteranya yang tegap nan datar. Pundak itulah yang dia harapkan nantinya untuk meneruskan perusahaan. Pundak yang harus siap menanggung beban kekayaan yang dirasa tidak akan ada habis hingga tujuh keturunan nanti.
Prima melempar pantat di sofa mewah di ruangan ayahnya. Dia memutar tutup kaleng kopi kemudian menenggak sedikit. Tangan yang kekar meraih sebuah katalog furniture rumah di atas meja. Menopang buku tebal itu di atas kaki jenjang yang disilangkan.
"Permisi!" Suara lembut seorang wanita membuat mata Prima teralihkan dari katalog. Wanita dengan rok pendek lima senti di atas lutut dengan atasan berwarna senada itu mengedip nakal ke arah Prima. Rambutnya yang cokelat lurus melewati bahu dibiarkan tergerai dan ujungnya menjuntai melewati bahu. Polesan lipstik warna merah hati menghiasi bibirnya yang tipis. Make up yang natural tidak membuatnya kalah dengan artis Korea. Pokoknya, siapapun lelaki yang berpapasan dengan wanita seakan mampu terhipnotis oleh pesona kecantikannya.
"Pagi, Sayang!" Pak Dev memeluk mesra pinggang wanita yang ramping. Lalu mengecup mesra pipi wanita itu.
Prima tertegun melihat tingkah Sang Ayah langsung di depan mata. Kelopak mata dengan bulu lentik itu mengerjap beberapa kali.
"Ada yang perlu kutandatangi?" tanya Pak Dev pada wanita itu sembari melepaskan tangan yang melingkar di pinggan wanita itu.
"Tentu saja, Tuan!" ucapnya mesra sembari meletakkan map warna biru pudar di atas meja kerja mewah Pak Dev.
Pak Dev mengeluarkan kacamata dari balik saku jasnya kemudian menarik pulpen mewah dari kantong jas di dadanya. Pria itu mengambil tempat di kursi direktur. Memeriksa sebentar dokumen yang diberikan wanita tadi lalu membubuhkan tanda tangan setelah semua dirasa benar.
/0/4025/coverorgin.jpg?v=18f94d715d55494fb140bdfc8308bb92&imageMogr2/format/webp)
/0/30062/coverorgin.jpg?v=9dbdaeef1d3f2a8a68b7e117235a9b19&imageMogr2/format/webp)
/0/8481/coverorgin.jpg?v=9f12fe9f60fd6cfe4034541d5149549c&imageMogr2/format/webp)
/0/22564/coverorgin.jpg?v=35c749934942f3459ec216751c43fdb1&imageMogr2/format/webp)
/0/4888/coverorgin.jpg?v=8539b83bb059284f13f3e6cbdbb0a8fc&imageMogr2/format/webp)
/0/21572/coverorgin.jpg?v=3a807ab91c98487d10183047ec65e63d&imageMogr2/format/webp)
/0/12785/coverorgin.jpg?v=153588d744f4bc5fa37cdc4c5dfeda32&imageMogr2/format/webp)
/0/27131/coverorgin.jpg?v=8467bda87ebf6f435a53680fd049fee0&imageMogr2/format/webp)
/0/22531/coverorgin.jpg?v=0149ec8c84830a945b76e9e908cd93ed&imageMogr2/format/webp)
/0/28976/coverorgin.jpg?v=91ae8850eb2f61c88490422e88037588&imageMogr2/format/webp)
/0/23824/coverorgin.jpg?v=7f35f97337f89174d08376adb650b82e&imageMogr2/format/webp)
/0/21577/coverorgin.jpg?v=da321b9ac11899017356ceffa91ee88a&imageMogr2/format/webp)
/0/29123/coverorgin.jpg?v=2eb220c9e9944d05f443de772aa9b37f&imageMogr2/format/webp)
/0/23810/coverorgin.jpg?v=3bb9ac4ad9626a0804c7cbf37f948046&imageMogr2/format/webp)
/0/8870/coverorgin.jpg?v=990a0bb92c4c2fcb3034959a6efdcd10&imageMogr2/format/webp)
/0/24944/coverorgin.jpg?v=10858967469b3fd4003ba811cbbca4db&imageMogr2/format/webp)
/0/27376/coverorgin.jpg?v=fdb18f639523772df266303e5ec48221&imageMogr2/format/webp)