/0/23810/coverbig.jpg?v=3bb9ac4ad9626a0804c7cbf37f948046&imageMogr2/format/webp)
Zaireen dan Elvano telah menikah selama dua tahun. Elvano, tanpa banyak pertimbangan, membawa seluruh keluarganya tinggal di rumah milik Zaireen-rumah megah peninggalan ayahnya, seorang pengusaha laundry sukses yang kini telah tiada. Awalnya, keluarga Elvano bersikap manis. Mereka memperlakukan Zaireen seolah-olah dia adalah permata yang pantas dijaga. Tapi semua itu hanya bertahan di awal. Seiring waktu, senyum manis berubah menjadi sindiran halus, perhatian berganti menjadi tuntutan, dan perlahan Zaireen tak lagi merasa memiliki tempat di rumahnya sendiri. Yang paling menghancurkan, adalah saat Zaireen mengetahui kebenaran yang selama ini ia tolak untuk percaya: Elvano berselingkuh. Dan lebih menyakitkan lagi, keluarganya tahu-dan mereka mendukungnya. Mereka menyalahkan Zaireen, meremehkannya, seolah pengkhianatan itu bisa dibenarkan. Kini, Zaireen berdiri di ambang dua pilihan: Apakah ia akan tetap bertahan, menelan semua luka demi cinta yang sudah usang? Ataukah ia akan membalas dengan cara paling elegan-dengan diam, ketegasan, dan kehancuran yang pelan tapi pasti? Karena kali ini, Zaireen tidak akan menangis lagi.
Zaireen menatap kosong ke luar jendela kamar tidur yang luas, matanya tertuju pada cahaya lembut matahari yang masuk lewat celah tirai. Rumah yang dulunya terasa hangat, penuh tawa dan cinta, kini terasa seperti sebuah penjara mewah yang menyembunyikan kebohongan di balik setiap sudutnya.
Dua tahun yang lalu, saat ia mengucapkan janji setia di altar bersama Elvano, ia tak pernah membayangkan akan berada di sini. Pada saat itu, semua terasa sempurna. Keluarga Elvano, meskipun lebih besar dan lebih kaya daripada keluarganya sendiri, bersikap baik dan penuh perhatian. Mereka selalu memujinya, seolah-olah Zaireen adalah berkat yang jatuh dari langit, membawa kebahagiaan bagi keluarga mereka. Ia merasa dihargai, merasa diterima.
Namun, semakin lama ia hidup bersama mereka, semakin jelas bahwa semuanya hanyalah ilusi. Kebaikan yang tampak pada awalnya, berubah menjadi tuntutan, menjadi harapan yang tak pernah bisa ia penuhi. Terutama setelah keluarga Elvano pindah ke rumah besar miliknya. Semua itu terjadi begitu cepat, seolah-olah mereka menunggu kesempatan untuk menguasai hidupnya. Bahkan Elvano, suaminya, yang dulu tampak begitu penuh cinta, mulai berubah.
Zaireen menghela napas panjang, merasakan dada yang sesak. Apa yang salah dengan hidupnya? Apa yang salah dengan pernikahannya? Kenapa cinta yang dulu mengikatnya pada Elvano kini terasa seperti belenggu yang semakin menyakiti?
Hari-hari mereka yang dulu penuh dengan kebahagiaan kini terisi dengan keheningan yang mengganggu. Tidak ada lagi tawa bahagia yang mewarnai percakapan mereka. Zaireen sering kali menemukan dirinya duduk dalam kesunyian, memandangi Elvano yang sibuk dengan pekerjaan dan keluarganya. Ada jarak yang tak bisa dijelaskan di antara mereka. Sepertinya ia sudah tidak lagi mengenal pria yang dulu pernah ia cintai dengan sepenuh hati.
Saat Zaireen melangkah ke ruang makan, ia menemukan keluarga Elvano duduk mengelilingi meja besar, berbicara dengan nada yang jauh lebih tinggi dari yang biasa ia dengar. Pandangan mereka seolah-olah mengabaikan keberadaannya. Dulu, ia merasa bangga bisa memiliki rumah yang besar ini, bisa menyediakan tempat yang nyaman bagi keluarga suaminya. Tetapi sekarang, rumah ini hanya mengingatkannya pada ketidakbahagiaan yang terpendam.
"Zaireen, kenapa kamu terlihat murung?" tanya Ibunda Elvano, dengan senyum manis yang sudah tidak bisa menutupi ketidakpedulian yang jelas terlihat di matanya. "Sudah lama kamu tidak bergabung dengan kami, sepertinya kamu mulai menjauh."
Zaireen menahan diri untuk tidak menjawab dengan nada yang penuh kepahitan. Tidak mudah untuk menyampaikan perasaannya kepada wanita yang selalu memandang rendah dirinya, yang selalu membandingkannya dengan saudara-saudara Elvano yang lebih sempurna menurut pandangan mereka.
Ia tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kepedihan yang sedang menggerogoti hatinya. "Aku baik-baik saja, Bu," jawabnya datar. "Hanya sedikit lelah."
Ia tidak tahu kapan tepatnya hubungan mereka berubah. Dulu, saat ia masih tinggal bersama orang tuanya, segala sesuatunya terasa lebih sederhana. Cinta mereka terasa murni, tidak tercemar oleh intrik atau harapan yang tidak realistis. Tetapi sekarang, setiap langkah yang ia ambil terasa seperti menari di atas tali yang tipis, dengan bahaya di bawahnya menunggu untuk menariknya ke dalam jurang.
Setiap kali Zaireen mencoba berbicara dengan Elvano, selalu ada sesuatu yang menghalanginya. Pekerjaan, keluarga, atau hanya kebisuan yang mengalir begitu deras di antara mereka. Bahkan malam-malam yang seharusnya dipenuhi kehangatan kini terasa kosong. Zaireen mulai merasa seperti bayangan dalam hidup Elvano, bukan lagi sebagai wanita yang dulu ia cintai, melainkan hanya sebagai bagian dari rutinitas yang harus dipenuhi.
Puncaknya datang beberapa hari yang lalu. Zaireen secara tidak sengaja menemukan pesan-pesan yang sangat tidak pantas di ponsel Elvano. Tertulis dengan jelas, kata-kata mesra antara Elvano dan seorang wanita yang bukan dirinya. Ia merasa dunia ini seakan runtuh di bawah kakinya. Tidak mungkin, pikirnya. Tidak mungkin suaminya-pria yang ia nikahi dengan penuh harapan-akan berbuat seperti ini padanya.
Bahkan yang lebih menyakitkan adalah kenyataan bahwa keluarganya tahu. Mereka semua tahu tentang perselingkuhan ini dan bukannya mendukungnya, mereka malah membela Elvano. Mereka berkata bahwa itu hanya sebuah kesalahan kecil, sebuah godaan yang bisa dimaklumi. Seolah-olah pengkhianatan itu bisa dimaafkan begitu saja.
Zaireen merasa dikhianati oleh orang-orang yang seharusnya menjadi pelindungnya. Keluarga Elvano yang dulu memujinya, yang dulu menganggapnya sebagai anggota keluarga yang berharga, kini menatapnya dengan pandangan yang penuh kekhawatiran. Mereka khawatir tentang reputasi keluarga mereka, bukan tentang perasaannya. Mereka lebih peduli bagaimana menjaga citra mereka, bukan bagaimana memperbaiki hubungan yang rusak.
"Zaireen, kenapa kamu tidak mengatakan apa-apa?" suara Elvano tiba-tiba terdengar di belakangnya, menginterupsi lamunannya. Zaireen menoleh, melihat suaminya berdiri di ambang pintu, tatapan penuh kekhawatiran.
"Ada apa dengan kamu? Aku merasa seperti kamu semakin menjauh."
Zaireen menghela napas, merasa seperti ada sesuatu yang mengikatnya di tempat ini. Ia ingin berteriak, ingin meluapkan semua perasaannya yang tertahan, tetapi ia hanya bisa terdiam. Ia tahu jawabannya, tapi kata-kata itu begitu sulit untuk diucapkan.
"Saya hanya lelah, Elvano," jawabnya perlahan, suaranya hampir tak terdengar. "Lelah dengan semuanya."
Elvano mendekat, mencoba meraih tangannya. "Jangan seperti ini. Kita bisa menyelesaikannya bersama-sama."
Zaireen menatap tangan Elvano yang kini berada di hadapannya, namun tidak merasakannya. Tangan itu yang dulu terasa penuh kasih, kini hanya terasa dingin dan penuh kebohongan.
"Saya sudah tidak tahu lagi apa yang harus kita selesaikan, Elvano," jawab Zaireen dengan suara yang lebih tegas, meskipun hatinya terasa hancur. "Semua ini sudah terlalu jauh."
Elvano terdiam, wajahnya berubah menjadi penuh kekhawatiran. "Apa maksudmu?"
Zaireen menatap suaminya dengan mata yang penuh kepedihan, dan untuk pertama kalinya, ia merasa tidak ada yang tersisa dari pria yang dulu ia cintai. "Aku tahu tentang semuanya, Elvano. Tentang wanita itu."
Elvano terkejut, matanya membulat. "Zaireen, aku-"
"Jangan!" Zaireen memotong kata-kata Elvano. "Jangan coba alibi lagi. Keluargamu tahu tentang ini, kan? Semua orang tahu dan kalian malah berpihak padanya. Jadi, jangan coba berpura-pura seperti ini lagi. Aku sudah cukup terluka."
Ia berbalik dan berjalan menuju pintu, namun sebelum melangkah keluar, ia sempat menolehkan kepala. "Aku tidak tahu bagaimana kita bisa kembali ke titik yang benar, Elvano. Tapi aku tahu satu hal-semua yang kita miliki kini, sudah hilang."
Dengan langkah yang mantap, Zaireen meninggalkan ruangan itu, dan untuk pertama kalinya, ia merasa sedikit lebih bebas, meskipun hati itu masih penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab.
Bab 1 kini terasa seperti sebuah penjara
09/04/2025
Bab 2 mengunci dirinya
09/04/2025
Bab 3 hidupnya akan kembali bangkit
09/04/2025
Bab 4 menjadi tempat pelarian
09/04/2025
Bab 5 membuatnya merasa nyaman
09/04/2025
Bab 6 Beritahu aku apa yang sebenarnya terjadi
09/04/2025
Bab 7 harapan kini terlihat lebih keras
09/04/2025
Bab 8 tak bisa ia lepaskan
09/04/2025
Bab 9 pertemuannya
09/04/2025
Bab 10 setiap informasi yang digali
09/04/2025
Bab 11 Rasa cemas
09/04/2025
Bab 12 Mengguncang Dunia
09/04/2025
Bab 13 sepenuhnya sadar akan konsekuensi
09/04/2025
Bab 14 penuh dengan kejutan
09/04/2025
Bab 15 tak terbayangkan
09/04/2025
Bab 16 Bukan sebagai mantan istri siapa pun
09/04/2025
Bab 17 lampu menyilaukan
09/04/2025
Bab 18 dengan bukti kejahatannya
09/04/2025
Bab 19 Warisan Luka
09/04/2025
Bab 20 Pengakuan yang Terlambat
09/04/2025
Bab 21 telah ditinggalkan
09/04/2025
Bab 22 sebuah rahasia
09/04/2025
Bab 23 Surat dari Rafka
09/04/2025
Bab 24 Cermin Kedua
09/04/2025
Bab 25 tak mampu menandingi
09/04/2025
Bab 26 Hari pengukuhan
09/04/2025
Bab 27 seseorang yang tahu persis
09/04/2025
Bab 28 Belum Selesai
09/04/2025
Bab 29 mengaku sebagai ibu kandungnya
09/04/2025
Bab 30 Dia tak akan kembali
09/04/2025
Buku lain oleh Ayu Lestari
Selebihnya