Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
"Maya, apa jadwal saya selanjutnya?" tanya Rain.
"Jam sebelas siang meeting dengan pemilik lahan Raharja dan notaris di Star Break Coffee. Mungkin Anda makan siang di sana kalau meeting-nya berlangsung lama."
"Tolong siapkan berkas-berkas yang akan dibawa.”
"Baik, semuanya sudah disiapkan. Pak Hendra sepuluh menit lagi sampai." Sambil menengok jam tangannya dengan strap yang terbuat dari kulit, memberikan kesan elegan dan stylish, terutama saat dipakai oleh Maya yang cenderung berkulit putih.
"Oke, Maya, kamu tunggu di mobil. Saya mau ke toilet dulu."
"Baik, Pak."
***
Star Break Coffee, kafe dengan suasana modern dan selalu dipenuhi pengunjung. Rain, Maya, dan kliennya melakukan pertemuan siang itu untuk penandatanganan kerja sama.
"Baik kalau begitu. Semua surat-suratnya sudah ditandatangani dan dananya sedang di urus oleh asisten saya, ya, Pak Raharja."
"Iya, terima kasih, Pak Rain. Lain waktu mampir ke rumah saya, Pak."
"Pasti, Pak, sampai bertemu lagi."
Pak Raharja bangun dari tempat duduknya dan berlalu pergi.
"Maya, jam makan siang sudah lewat. Sebaiknya kamu makan dulu sebelum kembali ke kantor."
"Iya, Rain, kamu juga makan, kan?" tanya Maya. Rain dan Maya akan memanggil santai jika tidak sedang di kantor dan tidak ada urusan pekerjaan.
"Saya cuma mau makan snack," ujar bosnya itu sembari memainkan ponselnya yang berwarna hitam.
"Toast or french fries?" tanya sekretaris yang duduk di seberangnya.
"Toast and macchiato, please."
"Ok, wait."
Setelah makan camilan, mereka kembali ke kantor untuk cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan. Rain ingin segera pulang. Entah kenapa hari itu ia sangat rindu dan ingin segera bertemu keluarga kecilnya.
***
"Yee, Papaa pulaang. Mama mana, Pa?" tanya Cyra, putri pertamanya dengan wanita bernama Hanna.
"Mama? Papa gak bareng Mama, Sayang."
"Biii ...? Bi Ina ...?"
"Iya, Pak. Sudah pulang, toh, Pak? Maaf saya baru selesai di dapur. Ibu mana, Pak?" tanya asisten rumah tangga yang sudah bertahun-tahun dipercayanya.
"Loh, kok, nanya saya, Bi. Saya, kan, baru pulang kerja." Raut wajah Rain mendadak gelisah.
Ia coba menerka-nerka ke mana kiranya Hanna pergi tanpa memberi kabar pesan ataupun telepon. Karena ke mana pun istrinya pergi pasti selalu meninggalkan pesan. Rain mengira bahwa wanita tercintanya itu baik-baik saja di rumah seperti biasanya.
"Tadi, Ibu pamit mau ketemuan sama Bapak, seperti biasa mau antar makan siang untuk Pak Rain,” sahut Bi Ina.
"Gak ada, Bi! Saya gak ketemu Hanna hari ini. Lagi juga saya udah kasih tahu ke Hanna untuk enggak menyiapkan dan mengantar makan siang ke kantor karena saya mau meeting di luar.
"Lah, terus Ibu ke mana, Pak, sampai sekarang belum pulang?" tanya Bi Ina yang bergantian kebingungan.
Rain terlihat berpikir sambil memutar-mutar iris mata, sedangkan jemarinya berpaut di antara dahi.
"Cyra Sayang, udah makan?" Rain mengalihkan perhatiannya sebentar.
"Udah, Pa. Cyra ngantuk. Cyra mau bobo sama Mama." Cyra merajuk sambil memeluk kaki kanan Rain yang jenjang.
"Cyra, Cyra bobo dulu sama Bi Ina, ya? Papa mau cari Mama dulu ke rumah Oma."
"Iya, Pa." Cyra berjalan ke kamar dituntun Bi Ina sambil mengerucutkan bibirnya dan berjalan dengan malas.
Malam itu hujan turun sangat lebat diiringi dentuman petir yang menggelegar. Rain mondar-mandir di ruang kerjanya sambil sesekali memandangi jam di dinding. Ia tak melepas ponselnya barang sebentar saja.
Sudah jam delapan malam Hanna belum juga pulang. Sementara, hujan di luar sudah reda hanya tinggal rintik-rintik dan dentuman kecil petir dari langit.
Tiba-tiba ada pesan masuk dari nomor Hanna.
[Pa, Mama pergi ke rumah Ibu dulu. Papa gak usah menyusul ke sini. Besok juga Mama pulang.]
Ketenangan mulai merasuki jiwa seorang Rain ketika mendapatkan sebuah pesan dari seseorang yang dinantikannya.
[Oke, Sayang, besok pulang, ya? Cyra kangen kamu. Love Hanna].