Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dilamar Tuan Duda

Dilamar Tuan Duda

Zidney Aghnia

5.0
Komentar
11.4K
Penayangan
41
Bab

Rain-seorang duda yang kehilangan istrinya karena dibunuh-bertemu seorang gadis muda dan meminta untuk menikahinya secepat mungkin. Mengapa Hanna, sang istri, mati terbunuh? Lalu, mengapa Rain meminta Sea, seorang gadis SMA, untuk menikahinya, padahal ia baru mengenalnya?

Bab 1 Kematian Hanna

"Maya, apa jadwal saya selanjutnya?" tanya Rain.

"Jam sebelas siang meeting dengan pemilik lahan Raharja dan notaris di Star Break Coffee. Mungkin Anda makan siang di sana kalau meeting-nya berlangsung lama."

"Tolong siapkan berkas-berkas yang akan dibawa."

"Baik, semuanya sudah disiapkan. Pak Hendra sepuluh menit lagi sampai." Sambil menengok jam tangannya dengan strap yang terbuat dari kulit, memberikan kesan elegan dan stylish, terutama saat dipakai oleh Maya yang cenderung berkulit putih.

"Oke, Maya, kamu tunggu di mobil. Saya mau ke toilet dulu."

"Baik, Pak."

***

Star Break Coffee, kafe dengan suasana modern dan selalu dipenuhi pengunjung. Rain, Maya, dan kliennya melakukan pertemuan siang itu untuk penandatanganan kerja sama.

"Baik kalau begitu. Semua surat-suratnya sudah ditandatangani dan dananya sedang di urus oleh asisten saya, ya, Pak Raharja."

"Iya, terima kasih, Pak Rain. Lain waktu mampir ke rumah saya, Pak."

"Pasti, Pak, sampai bertemu lagi."

Pak Raharja bangun dari tempat duduknya dan berlalu pergi.

"Maya, jam makan siang sudah lewat. Sebaiknya kamu makan dulu sebelum kembali ke kantor."

"Iya, Rain, kamu juga makan, kan?" tanya Maya. Rain dan Maya akan memanggil santai jika tidak sedang di kantor dan tidak ada urusan pekerjaan.

"Saya cuma mau makan snack," ujar bosnya itu sembari memainkan ponselnya yang berwarna hitam.

"Toast or french fries?" tanya sekretaris yang duduk di seberangnya.

"Toast and macchiato, please."

"Ok, wait."

Setelah makan camilan, mereka kembali ke kantor untuk cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan. Rain ingin segera pulang. Entah kenapa hari itu ia sangat rindu dan ingin segera bertemu keluarga kecilnya.

***

"Yee, Papaa pulaang. Mama mana, Pa?" tanya Cyra, putri pertamanya dengan wanita bernama Hanna.

"Mama? Papa gak bareng Mama, Sayang."

"Biii ...? Bi Ina ...?"

"Iya, Pak. Sudah pulang, toh, Pak? Maaf saya baru selesai di dapur. Ibu mana, Pak?" tanya asisten rumah tangga yang sudah bertahun-tahun dipercayanya.

"Loh, kok, nanya saya, Bi. Saya, kan, baru pulang kerja." Raut wajah Rain mendadak gelisah.

Ia coba menerka-nerka ke mana kiranya Hanna pergi tanpa memberi kabar pesan ataupun telepon. Karena ke mana pun istrinya pergi pasti selalu meninggalkan pesan. Rain mengira bahwa wanita tercintanya itu baik-baik saja di rumah seperti biasanya.

"Tadi, Ibu pamit mau ketemuan sama Bapak, seperti biasa mau antar makan siang untuk Pak Rain," sahut Bi Ina.

"Gak ada, Bi! Saya gak ketemu Hanna hari ini. Lagi juga saya udah kasih tahu ke Hanna untuk enggak menyiapkan dan mengantar makan siang ke kantor karena saya mau meeting di luar.

"Lah, terus Ibu ke mana, Pak, sampai sekarang belum pulang?" tanya Bi Ina yang bergantian kebingungan.

Rain terlihat berpikir sambil memutar-mutar iris mata, sedangkan jemarinya berpaut di antara dahi.

"Cyra Sayang, udah makan?" Rain mengalihkan perhatiannya sebentar.

"Udah, Pa. Cyra ngantuk. Cyra mau bobo sama Mama." Cyra merajuk sambil memeluk kaki kanan Rain yang jenjang.

"Cyra, Cyra bobo dulu sama Bi Ina, ya? Papa mau cari Mama dulu ke rumah Oma."

"Iya, Pa." Cyra berjalan ke kamar dituntun Bi Ina sambil mengerucutkan bibirnya dan berjalan dengan malas.

Malam itu hujan turun sangat lebat diiringi dentuman petir yang menggelegar. Rain mondar-mandir di ruang kerjanya sambil sesekali memandangi jam di dinding. Ia tak melepas ponselnya barang sebentar saja.

Sudah jam delapan malam Hanna belum juga pulang. Sementara, hujan di luar sudah reda hanya tinggal rintik-rintik dan dentuman kecil petir dari langit.

Tiba-tiba ada pesan masuk dari nomor Hanna.

[Pa, Mama pergi ke rumah Ibu dulu. Papa gak usah menyusul ke sini. Besok juga Mama pulang.]

Ketenangan mulai merasuki jiwa seorang Rain ketika mendapatkan sebuah pesan dari seseorang yang dinantikannya.

[Oke, Sayang, besok pulang, ya? Cyra kangen kamu. Love Hanna].

Balas Rain di akhir kalimat pesannya. Akhirnya, ia bisa tertidur lelap, pikirnya.

Sementara itu, Rain berjalan pelan mengintip ke kamar berwarna pink di samping kamarnya. Ia melihat Cyra sudah tertidur. Adapun Bi Ina masih duduk di sampingnya sambil bersenandung lagu Nina Bobo, menunggu sampai Cyra benar-benar terlelap dalam mimpinya.

***

Esok paginya setelah sarapan bersama Cyra dan sebelum pergi ke kantor. Rain sempatkan membuka ponsel dan mencari kontak Elly, mertuanya, untuk menanyakan kabar Hanna.

"Halo, Bu, bisa Rain bicara dengan Hanna? Rain telepon ke hp-nya enggak aktif, Bu."

"Hanna? Hanna enggak ada di sini Rain?" jawab Elly. Ia bingung ketika pagi-pagi sekali menantunya sudah menelepon untuk mencari Hanna yang tidak ada di sana.

"Yang benar, Bu? Dari kemarin Hanna enggak ada di rumah ... Hanna bilang kemarin ada di rumah Ibu dan mau pulang hari ini."

"Benar, Rain. Hanna belum telepon Ibu lagi sejak dua hari yang lalu."

Ya, ampun. Ada apa ini? batin Rain dengan perasaan cemas, gelisah, dan tak karuan.

"Ya, udah. Rain cari Hanna dulu, Bu."

"Kabari Ibu secepatnya, ya, Rain? Ibu juga akan bantu tanyakan ke saudara-saudara dekat dan teman-teman Hanna."

"Ya, Bu," jawab Rain seraya memutus sambungan teleponnya.

"Pak, Maya sama Hendra udah menunggu di depan," sela Bi Ina.

"Ya, Bi," Ia menjawab dengan perasaan cemas dan akar pikirannya bercabang ke mana-mana.

"Bi, tolong jaga Cyra baik-baik, ya? Hubungi saya secepatnya kalau ada kabar apa pun tentang Hanna," pinta Rain dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

"Baik, Pak. Hati-hati di jalan."

Rain melangkah masuk ke mobilnya sambil memegangi ponsel yang sejak pagi hari belum dilepasnya. Ia coba menghubungi semua keluarga, saudara, dan teman-teman Hanna, tetapi masih belum menemukan hasil sedikit pun.

"Ada apa, Pak?" tanya Maya.

"Hanna hilang," sahutnya dengan irama datar dan ekspresi sedih.

"Astaga, sejak kapan?

"Kemarin siang kata Bi Ina."

"Udah hubungi keluarganya Bu Hanna, Pak?" tanya Hendra kemudian.

"Udah, tapi enggak ada satu pun yang tahu."

"Duuuh, Hana kamu ke mana? Please pulanglah, semoga kamu baik-baik aja di mana pun," gumam Rain dengan suara parau dan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Semoga Ibu Hanna cepat pulang, ya, Pak," ujar Hendra sambil fokus menyetir mobil.

Rain pun tak menjawab lagi karena sibuk memandangi ponselnya.

Sampai di kantor, Rain berjalan dengan sangat cepat untuk masuk ke ruangannya tanpa menoleh ke sekitar dan tak menyapa karyawan lain seperti biasanya.

Ia menjatuhkan diri di kursi kebangsaannya, bersandar sembari menengadahkan kepalanya dengan mata terpejam. Ia berpikir ke mana lagi Hanna akan pergi kiranya.

Belum ada lima menit Rain merebahkan dirinya di kursi. "Pak, coba liat di TV ada berita," sahut Maya sembari meraih remote dan menyalakan tombol power-nya. Ia memindahkan saluran TV ke berita terkini.

"Telah ditemukan seorang wanita di lokasi proyek Willy Group. Wanita itu berusia sekitar 28 tahun dan dipastikan jenazah adalah Hanna, menantu dari Willy Group, jenazah diperkirakan-"

Dengan spontan Rain berlari ke lokasi di berita yang tidak lain lokasi proyek hotel yang sedang digarapnya. Mobil sedan berwarna putih dengan lambang empat cincin saling bertautan itu dipacu dengan kecepatan 80-100 kilometer perjam.

Rain membunyikan klakson bagi siapa pun yang menghalangi jalannya. Lampu merah pun diterobosnya. Matanya mulai memerah dan membendung air mata. Dada yang terasa sesak membuat napasnya tersengal. Ia menangis terisak sambil memacu kencang mobilnya.

Sesampainya di lokasi, ia bergegas keluar dari mobil dan berlari menghampiri jenazah yang tadi diberitakan di TV untuk memastikan kebenarannya.

"Hannaa!" teriaknya. Ia langsung berlari ke kerumunan, menghampiri tubuh istrinya, dan sontak menyusupkan tangan kirinya di bawah punggung Hanna. Ia menahan tubuh istrinya yang sudah dipastikan tak bernyawa itu. Tangan kanannya mengelus wajah Hanna yang sudah membiru kedinginan dan dipenuhi darah. Ia meratapi wajah wanita yang sangat dicintainya.

"Hanna ... Hanna, Sayang ... bangun!" Suaranya merintih.

Banyak orang yang ingin menyaksikan kematian tragis dari Hanna. Mereka pun merasa iba ketika melihat Rain mengerang dan menangis terisak.

"Hannaaaa ... jangan tinggalin aku ... Hanna, please!" teriaknya sambil memeluk tubuh Hanna yang sudah dingin.

"Hannaaaa ...!" Ia menangis sesenggukkan sambil memeluk, kemudian menciumi wajah istrinya yang pucat pasi. "Kamu pasti kedinginan. Kamu sejak kemarin di sini, kan? Hemmh ...? Semalaman hujan dan Hanna sendirian di sini. Maafkan aku, Hanna, maafkan ...."

"Siapa pun orang bodoh yang berani menyakiti Hanna akan berurusan langsung denganku." Suara teriakannya makin kencang di antara banyak orang yang berkumpul.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Zidney Aghnia

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Dilamar Tuan Duda
1

Bab 1 Kematian Hanna

21/03/2022

2

Bab 2 Cyra Menghilang

21/03/2022

3

Bab 3 Dipanggil Om

21/03/2022

4

Bab 4 Menculik Sea di Jalan

21/03/2022

5

Bab 5 Mencari Jejak Pembunuhan yang Tertinggal

21/03/2022

6

Bab 6 Hasil Autopsi Hanna

21/03/2022

7

Bab 7 Prediksi Kasus Pembunuhan

21/03/2022

8

Bab 8 Pertemuan Sea dan Orang Tua Rain

21/03/2022

9

Bab 9 Hasil Tes DNA

21/03/2022

10

Bab 10 Ditemukannya Hasil Tes DNA Lain.

21/03/2022

11

Bab 11 Mengejar Maya yang Kabur

23/03/2022

12

Bab 12 Ice Cream Strawberry

23/03/2022

13

Bab 13 Sekretaris Baru yang Cantik

23/03/2022

14

Bab 14 Benci tapi Cinta

23/03/2022

15

Bab 15 Kecemburuan RainTerhadap Sea

23/03/2022

16

Bab 16 Bodyguard baru Sea

27/03/2022

17

Bab 17 Jangan Menyukaiku!

27/03/2022

18

Bab 18 Lamaran Mendadak

27/03/2022

19

Bab 19 Mengejar Kepergian Calon Istri

27/03/2022

20

Bab 20 Kegalauan Seorang Rain

27/03/2022

21

Bab 21 Rain yang Salah Tingkah

28/03/2022

22

Bab 22 Akhirnya, Waktu yang Ditunggu-tunggu

28/03/2022

23

Bab 23 Akad Nikah

28/03/2022

24

Bab 24 Cemburu

30/03/2022

25

Bab 25 Melihat Rain dengan Gadis Lain

30/03/2022

26

Bab 26 Salah Paham

30/03/2022

27

Bab 27 Malam Istimewa

30/03/2022

28

Bab 28 Kecelakaan

30/03/2022

29

Bab 29 Kabar Mengejutkan

30/03/2022

30

Bab 30 Kecemburuan tak Beralasan

30/03/2022

31

Bab 31 Diam-diam Dia Begitu Manis

30/03/2022

32

Bab 32 Sea Menggodanya

30/03/2022

33

Bab 33 Kemarahan Bintang

30/03/2022

34

Bab 34 Marahnya Seorang Rain

30/03/2022

35

Bab 35 Bintang Mulai Gila

30/03/2022

36

Bab 36 Papanya Bintang Murka

30/03/2022

37

Bab 37 Menghibur Sea dengan Caranya Sendiri

30/03/2022

38

Bab 38 Sea Diculik

30/03/2022

39

Bab 39 Kesempatan yang Berakhir Tragis

30/03/2022

40

Bab 40 Sea Membentak Rain

30/03/2022