/0/23599/coverorgin.jpg?v=ed918f85207337f1a3fe2e5fd61a4091&imageMogr2/format/webp)
[Mis, lu punya uang gak? Gue minjam dong. Lima ratus ribu aja, buar bayar uang kost.] Aku mengirim pesan pada Miska. Berharap kali ini dia dapat menolong. Sebab, uangku telah habis, sementara sewa kost harus segera dibayar. Gajian juga masih dua minggu lagi.
Tidak ada jawaban, sementara pesan centang dua biru. Pertanda bahwa pesan telah dibaca.
Kutunggu selama lima belas menit. Tetap saja tidak ada jawaban dari temanku itu. Sialan memang. Ketika dia butuh, langsung lari padaku. Sementara ketika aku yang butuh, ia seakan lepas tangan.
[Mis, lu punya gak?] Lagi, kukirim pesan sebagai penegasan bahwa aku benar-benar butuh.
Kini di layar tampak keterangan sedang mengetik.
Aku menghela napas lega. Setidaknya ada sedikit harapan bahwa Miska ingin membantu.
[Sorry ya, baru gue bales. Soalnya tadi gue lagi itung-itungan. Uang di tangan gue ada 2 juta. Tapi buat bayar uang kuliah lusa. Paling ini sisa seratus. Mau?]
Aku berdecak kesal. Seratus mungkin cukup membantu, tapi tetap saja tidak bisa menutupi biaya sewa kost.
Aku meraih dompet. Hanya sisa uang receh untuk membeli makan beberapa hari ke depan.
Lagi-lagi aku hanya bisa menarik napas dengan berat. Kukira kerja di kota akan seindah yang kulihat di sosial media. Bisa makan di tempat mewah, bisa jalan-jalan ke mana pun yang diinginkan. Nyatanya gaji yang kudapat hanya cukup untuk sewa kost juga uang makan.
[Lu mau kerjaan gak?]
Lagi, Miska mengirim pesan.
Aku mengerutkan kening. Bukankah ia tahu bahwa aku telah bekerja? Atau mungkin ia ingin menawarkan pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi? Aku menerka-nerka.
[Kamu punya aplikasi Michat gak?] Lagi, ia mengirim pesan sebelum aku membalas pesan sebelumnya.
[Punya, kenapa?] Aku menjawab.
[Coba kamu open BO.] Ia mengirim pesan dengan kilat.
Aku tertawa miris. Gila! Enteng sekali dia berkata seperti itu. Seakan wanita tidak ada harga dirinya. Tentu saja aku tidak mau. Prinsipku sejak dulu cuma satu. Suamiku tidak boleh mendapatkan bekas lelaki mana pun.
[Gue gak maksa, cuma nyaranin aja. Lu masih perawan ‘kan? Harganya bisa lebih mahal.]
Sejenak aku terdiam setelah membaca pesan dari Miska. Dia hanya mahasiswa, tapi jajannya sangat banyak. Ia juga sering nongkrong di tempat-tempat mewah. Jalan-jalan ke sana ke mari, seperti yang aku impikan. Tidak mungkin jika ia hanya mengendalikan uang kiriman dari orangtuanya yang aku tahu betul mereka tidak sekaya itu.
[Udah pernah nyoba?] Aku menjadi penasaran. Ingin tahu lebih jauh lagi.
Kutunggu beberapa menit, tidak ada balasan. Ah, sudahlah. Tampaknya memang tidak ada harapan.
Aku bangkit dari kasur lantai, bergegas menuju kamar mandi. Ingin membersihkan diri sehabis pulang dari kerja.
Baru saja kunyalakan kran air, ponsel berdering. Ada panggilan masuk, entah dari siapa.
Segera kumatikan kembali air kran, keluar dari kamar mandi untuk meraih ponsel yang masih berdering. Tertulis nama Miska di sana.
Aku mengerutkan kening, bingung. Mengapa tiba-tiba ia menelepon? Namun, tetap saja panggilan itu kuterima.
“Lu mau gak?” Itu kalimat pertama yang terucap dari bibirnya setelah panggilan terhubung.
Aku terdiam beberapa saat. Aku sangat butuh uang, tapi jika harus menjual diri, risikonya sangat besar.
“Din ....” Miska memanggil, membuatku tersentak dari lamunan singkat.
“Ya gue gak maulah. Kayak gak ada jalan lain aja.” Aku menjawab dengan cepat, juga tegas.
“Emang lu punya jalan lain?”
Pertanyaan Miska membuatku terdiam kembali. Dia benar, aku tidak punya jalan apa pun. Jalanku telah buntu, itulah sebabnya aku mencari pinjaman ke sana kemari. Namun, tak kunjung mendapatkan jalan.
“Gue punya kenalan, kalau lu mau gue bisa ajak lu buat ketemu dia. Tadi gue sambil negosiasi. Dia mau bayar 500 ribu, soalnya lu belum pernah dipake.”
/0/12625/coverorgin.jpg?v=38866a41fba47a69613f00bf67ae7d36&imageMogr2/format/webp)
/0/18019/coverorgin.jpg?v=48f19583495716405ff6084aa3ca3b79&imageMogr2/format/webp)
/0/13514/coverorgin.jpg?v=09c1c9e0c91910052fca9d94081fade4&imageMogr2/format/webp)
/0/17266/coverorgin.jpg?v=bfb99384bad2e372cc9069cbb7787510&imageMogr2/format/webp)
/0/4102/coverorgin.jpg?v=f64030d947de1fa798bf156c495775db&imageMogr2/format/webp)
/0/4798/coverorgin.jpg?v=359286025250e432ea126903353487dc&imageMogr2/format/webp)
/0/2803/coverorgin.jpg?v=ffa386ca456f3c3b81860a2d40b3605a&imageMogr2/format/webp)
/0/7965/coverorgin.jpg?v=420c4534f2ad959c83684cc3b04e892f&imageMogr2/format/webp)
/0/29162/coverorgin.jpg?v=776a30239465348896dd5cca9817c451&imageMogr2/format/webp)
/0/30892/coverorgin.jpg?v=da461d8505888db26cd08f12daafd534&imageMogr2/format/webp)
/0/14219/coverorgin.jpg?v=8878ad0ff1d33473662b6fca0834fa9e&imageMogr2/format/webp)
/0/29150/coverorgin.jpg?v=da25fbbaf0ebab2ecfc9ccb90cedc2a0&imageMogr2/format/webp)
/0/2371/coverorgin.jpg?v=addc266d93ed1a59aa8406e6a850d628&imageMogr2/format/webp)
/0/30351/coverorgin.jpg?v=1a70ca6c85bd2d369dece791687b8226&imageMogr2/format/webp)
/0/23370/coverorgin.jpg?v=8129e08c5be673a953fc32d0071ef17d&imageMogr2/format/webp)
/0/24784/coverorgin.jpg?v=2f8224f0742e71367de30d7f48d128c9&imageMogr2/format/webp)
/0/31007/coverorgin.jpg?v=b28078f2d5fb57d51fe97686b8e8a53f&imageMogr2/format/webp)
/0/19676/coverorgin.jpg?v=196c69bd67dd3749b9c2cc6f107083e1&imageMogr2/format/webp)
/0/26899/coverorgin.jpg?v=7a8c465b7b6d98f82b8dc86510bb9d42&imageMogr2/format/webp)
/0/27881/coverorgin.jpg?v=012b0b75698fbc03684713a4f96121ba&imageMogr2/format/webp)