Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Ayah Abigail, Danu Wiratmaja memanggil putrinya ke ruang kerja di rumahnya yang besar itu. Putrinya yang saat ini sudah berusia 25 tahun baru saja pulang dari berkumpul dengan teman-teman elitnya, dengan terpaksa mendatangi ruang kerja sang ayah.
“Kenapa, Yah?” tanya putrinya dengan nada kesal.
“Kok gitu. Gak ada sopan-sopannya! Kamu itu masih ikut ayah lho,” tegur Danu.
“Bukan begitu, Ayahku sayang. Gail capek habis dari luar. Ibu di mana?” jawabnya mengalihkan topik.
“Gak perlu ngalihin topik. Ibu ada di dapur nyiapin makan malam. Ayah ada permintaan, eh, bukan permintaan. Lebih tepatnya perintah,” sahut Danu dengan senyum yang tengil.
“Apalagi Ayah? Aku tidak ingin mengelola Perusahaan. Suruh Abbas aja!” protes Gail menolak perintah ayahnya tanpa mendengarkan terlebih dahulu.
Gail memilih berdiri dari duduknya untuk pergi dari sana karena ayahnya masih saja membahas masalah penerus Perusahaan. Padahal dari awal dia sudah menolak untuk menjadi penerusnya.
“Lho, anak ini turunannya siapa sih! Iya, Perusahaan memang jatahnya Abbas, tapi bukan itu yang ayah maksud. Ayah ingin kamu memenuhi wasiat dari kakekmu,” terang ayahnya menjelaskan. “Ayo duduk.”
“Tentang apa?” tanya Gail yang tidak terlihat antusias dengan wasiat kakeknya. “Gak aneh-aneh kan?”
“Gak kok, ayah sudah berdiskusi sama ibu dan ibu setuju dengan ayah. Jadi mau tidak mau kamu harus mau,” goda ayahnya dengan senyum jahil.
“Ya udah sih, Ayah. Dari tadi gak disebutin. Gail capek, ngantuk!” protes Gail.
Danu yang sangat mengenal sifat putrinya karena kebanyakan sifat di masa mudanya menurun kepada putrinya saat ini. Yang sangat menurun justru sifat yang jelek, yaitu keras kepala.
“Ayah ingin kamu menikah dengan cucu dari teman kakekmu sesuai wasiatnya!” cerocos ayahnya cepat agar anak sulungnya setuju.
“Apa! Gak salah, Yah” sanggah Gail.
“Gak, bener kok,” balas Danu.
“Ayah, ih. Sekarang bukan jamannya perjodohan ya! Aku gak mau!” Gail pergi meninggalkan ruang kerja ayahnya dengan membanting pintu ruangan tersebut.
Ibunya yang mendengar suara keras itu segera menuju sumber suara. Dia melihat anak gadisnya naik tangga dengan tergesa dan melihat suaminya yang keluar dari ruang kerja.
“Ayah sudah bilang sama Gail?” tanya ibunya menebak dan diangguki oleh sang suami.
“Apa Ibu bilang, Gail gak bakal setuju,” cibir istrinya.
“Iya, tapi gimana dong, Bu. Keluarga Kusuma meminta jawaban lho, apalagi putranya akan pulang ke Indonesia akhir bulan ini,” cerita Danu kepada istrinya.
“Iya, Ibu tahu, nantilah Ibu yang beri pengertian ke Gail. Ayo sekarang kita makan dulu,” ajak Latifa ke ruang makan.
Sementara di kamar, Gail melepas dress yang sedari tadi dipakainya dan berganti dengan jubah mandi. Dia memilih untuk mandi meski malam karena berapa jam sudah dihabiskan di luar. Dia membersihkan wajah dari sisa-sisa riasan yang menempel pada wajah ayunya.
Entah turunan siapa wajah ayu tersebut karena dia terkadang dibilang mirip ayah, terkadang lain juga mirip ibunya. Namun, jika diperhatikan lebih detail lagi, untuk alis dan mata dia mengambil dari ayah sedangkan untuk hidung dan mulut dari wajah ibunya. Paduan keduanya begitu sempurna.
Usai membereskan riasannya dan menyiapkan air di bathtub, dia menenggelamkan diri ke dalam air hangat yang wangi aroma mawar.
“Apa-apaan sih ayah ini. Hari ini kok jodoh-jodohan. Aku kan belum ingin menikah!” omelnya pada ruang hampa di kamar mandi.