/0/23058/coverorgin.jpg?v=4c0ec1f46fbfddc72bcf6894813f78e9&imageMogr2/format/webp)
"Alhamdulillah sayang, akhirnya kamu bangun juga," ucap Mas Adnan saat pertama kali aku membuka mata.
Beberapa kali ia mengecup tanganku, sesekali berganti pada keningku seraya tak hentinya mengucap kata syukur. Raut haru sekaligus bahagia tergambar jelas di wajah teduhnya. Air matanya perlahan meleleh dipipinya, pria yang telah dua tahun menjadi suamiku itu menengadahkan tangannya lalu mengusap wajah seraya terus mengucap kata syukur.
"Sayang, aku gak mimpi 'kan?" tanyanya seraya menangkupkan sebelah tanganku dipipi nya. Aku hanya tersenyum seraya menggeleng pelan, hingga ia kembali mengucapkan kata syukur.
"Mas?" ucapku pelan seraya membalas genggaman tangannya.
"Iya sayang, ini aku. Kamu mau apa? Minum, makan? Atau ada yang sakit? Biar mas panggilkan dokter, ya!" ucapnya cepat.
Aku hanya menggeleng pelan seraya kembali tersenyum, kurasa sikapnya begitu berlebihan. Tapi aku bahagia, itu artinya, cintanya untukku begitu besar.
"Dimana anak kita?" tanyaku.
Ya, aku baru saja sadar pasca melahirkan anak pertamaku. Buah cintaku dan Mas Adnan yang kami tunggu selama dua tahun lamanya akhirnya terlahir ke dunia. Meski tak bisa melahirkan secara normal, tapi aku tetap bersyukur karena hari ini aku masih bisa membuka mata dan melihat suamiku berada di sisiku.
"Ada sayang, ada. Kamu jangan pikirkan itu dulu, ya! Mas panggilkan dokter sebentar," ucapnya seraya mengusap pelan rambutku.
"Aku ingin melihatnya, mas," rengekku.
"Iya sayang, nanti, ya! Mas panggil dokter dulu!" sahutnya lagi.
Meski sedikit kesal dengan sikapnya, aku hanya mengangguk untuk mengiyakan hingga akhirnya Mas Adnan berdiri. Sejenak, ia menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan, hingga akhirnya ia berlalu setelah aku balas menatapnya, beberapa kali ia menengok ke arahku hingga akhirnya ia benar-benar menghilang dibalik pintu.
Tak butuh waktu lama, selang beberapa menit Mas Adnan telah kembali bersama seorang dokter pria dan dua orang perawat. Satu laki-laki dan satu perempuan. Mereka langsung menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Selama pemeriksaan, kedua perawat tersebut lebih banyak menggeleng pelan serta terlihat kebingungan saat dokter menyuruh mereka untuk mencatat hasil dari pemeriksaannya.
"Ini suatu keajaiban," decak sang dokter usai memeriksa keadaanku.
"Keajaiban?" beoku seraya memicingkan mata padanya.
"Iya. Mbak bisa kembali sadar dan semuanya terlihat normal," sahut dokter tersebut seraya menatapku.
"Bukankah itu hal yang wajar? Apa dokter mengharapkan hal yang buruk padaku?" tanyaku sedikit sinis hingga membuat Mas Adnan dan dokter laki-laki itu saling memandang.
"Bukan begitu, mbak. Tapi, mbak baru saja tersadar dari koma yang mbak alami selama satu tahun lamanya," jelasnya membuatku ternganga.
"Koma? Satu tahun?" beoku hampir tak percaya, namun Mas Adnan mengiyakannya.
"Mbak mengalami komplikasi pasca operasi hingga membuat mbak mengalami koma," jelasnya.
"Tapi, aku merasa baik-baik saja, jadi tidak mungkin aku koma selama itu," ucapku bersikeras.
"Maka itu, saya sebut ini suatu keajaiban," sahutnya.
Aku hanya bisa terdiam, membayangkan aku koma selama itu membuatku teringat pada banyak hal. Bagaimana dengan anakku? Bagaimana dengan Mas Adnan?
"Besok saya akan kembali untuk memeriksa keadaan mbak. Jika lebih baik, mungkin mbak bisa segera pulang," ucap dokter tersebut setelah kedua perawat itu mencabut beberapa alat dari tubuhku kecuali infusan.
"Terimakasih, dokter Feri!" ucap Mas Adnan seraya menjabat tangannya. Sedangkan aku hanya melirik sinis pada dokter tersebut lalu menatap ke arah lain.
/0/17951/coverorgin.jpg?v=20240730192721&imageMogr2/format/webp)
/0/2834/coverorgin.jpg?v=20250120160207&imageMogr2/format/webp)
/0/3679/coverorgin.jpg?v=8f6da6ad998313917dcfed116459a623&imageMogr2/format/webp)
/0/24866/coverorgin.jpg?v=20250703083016&imageMogr2/format/webp)
/0/3799/coverorgin.jpg?v=ef70d33ef92a09130c251ab011da9cb5&imageMogr2/format/webp)
/0/18016/coverorgin.jpg?v=c433198e5cf2153ea10bac61cea62a83&imageMogr2/format/webp)
/0/18360/coverorgin.jpg?v=20240531182207&imageMogr2/format/webp)
/0/21487/coverorgin.jpg?v=20250117155253&imageMogr2/format/webp)
/0/3809/coverorgin.jpg?v=e7e077333046fba0f011a2436c21b55a&imageMogr2/format/webp)
/0/20911/coverorgin.jpg?v=20250508184900&imageMogr2/format/webp)
/0/14562/coverorgin.jpg?v=e2ff56d992c0745ecf9692a1ea900313&imageMogr2/format/webp)
/0/13466/coverorgin.jpg?v=81e65921a2deae8529f27d361223e649&imageMogr2/format/webp)
/0/23830/coverorgin.jpg?v=20250607090803&imageMogr2/format/webp)
/0/29153/coverorgin.jpg?v=20251106215912&imageMogr2/format/webp)
/0/12906/coverorgin.jpg?v=1b33352383fc7da5c274fa9d922a261b&imageMogr2/format/webp)