Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
DIMADU KARENA DIFITNAH MANDUL

DIMADU KARENA DIFITNAH MANDUL

ARY

3.5
Komentar
6.2K
Penayangan
119
Bab

Aisyah adalah seorang istri yang berjuang hamil selama 4 tahun, namun difitnah mandul oleh suami dan mertuanya sehingga ia dimadu dan yang lebih menyakitkan lagi madunya adalah sahabatnya sendiri. Tak sanggup dimadu ia meminta cerai dan sejak saat itu ia mulai menemukan kebahagiaan, namun mantan suaminya mulai mendapatkan petaka dan kehancuran. Sejak saat itulah penyesalan dan pembalasan dendam terjadi!

Bab 1 Permintaan Mertua

"Mas udah bosen dengerin ocehan, Mama! Pasti ada masalah sama rahim kamu!"

"Mas ... Mas kan udah tau sendiri hasil dari dokter. Aku sehat kok Mas," ucap Aisyah membantah.

"Kalau sehat mana buktinya? 4 tahun kita menikah kamu belum hamil juga!" jawab Bima kecewa.

"Mama pasti ngerti kok, asal Mas bisa ngasi pengertian juga ke Mama."

"Aku kalau jadi Mama bakalan sama juga, kok. Kamu lihat di luar sana teman-teman Mama semuanya udah gendong cucu," ucap Bima seraya menyindir.

"Mas kok jadi banding-bandingin aku gini sih? Mas kira aku juga nggak pengen punya anak. Di kondisi kayak gini aku yang paling sedih harusnya Mas support aku," sahut Aisyah sembari meneteskan air mata.

"Aku harus support kayak gimana lagi? Kuping aku tuh panas tiap pulang kerja dengerin Mama minta cucu mulu, aku tuh capek punya istri kayak kamu!" ucap Bima lancang.

Aisyah yang mendengar perkataan menyakitkan dari suaminya itu lantas menangis tersedu dan meninggalkan Bima di tengah percakapan yang sedang berlangsung. Pertengkaran semacam ini selalu saja terjadi sejak setahun pernikahan mereka hingga empat tahun berlalu mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Ajeng, mertua Aisyah selalu menuntut mereka untuk segera mempunyai momongan tanpa memberikan solusi ataupun support untuk Aisyah melainkan hanya sindiran dan selalu membanding-bandingkan menantunya itu dengan orang-orang di luar sana yang sudah bisa memberikan mertuanya seorang cucu.

"Dikit-dikit nangis, sudah tau salah siapa suruh nggak hamil-hamil, gimana suaminya mau bahagia kalau kerjaannya nangis terus!" ucap wanita tua itu dengan nada keras. Berharap di dengar Aisyah yang tujuannya memang untuk menyindir perempuan malang itu.

Tangis Aisyah semakin pecah, ia hanya bisa menutup telinganya dan mengurung diri di kamar.

"Ya, buka! Ini, Mas."

Aisyah dengan tertatih membuka pintu, "Kenapa Mas? Mas mau ikutan nyindir aku lagi? Belum puas ya!"

"Maaf, Mas nggak maksud nyakitin kamu," ucap Bima menyesali perkataannya.

"Terus Mas kira aku percaya sama kata maaf dari Mas? Ini udah maaf yang keberapa kali?"

"Kamu harusnya bisa ngertiin Mas dong! Aku ini capek pulang kerja harus ngadepin ocehan Mama tiap hari."

"Mas, kalau kamu nyamperin aku ke sini cuman mau adu nasib mending gausah ganggu aku dulu deh! Mas kira aku di rumah leha-leha, aku juga nggak bisa ngerasa capek? Aku lelah tubuh lelah batin Mas."

"Gini ni yang aku nggak suka dari kamu, nggak ada rasa pengertiannya dikit sama suami!"

"Terserah deh, Mas. Mau aku ngebela diri kayak gimana pun kalau emang dasarnya Mas nggak suka sama aku, tetep aja selalu salah di mata kamu."

"Sejak kapan kamu berani lawan, Mas? Udah banyak berubah ternyata kamu ya."

"Aku berubah, Mas?" ujar Aisyah terheran.

Bima terdiam, ia menatap tajam istrinya itu lantas pergi sembari memukul pintu kamar yang membuat Aisyah terkejut, "Istri nggak berguna!"

Perempuan malang itu dengan ragu beranjak dari kamar, melangkahkan kaki seakan berada di lingkungan asing yang tak pernah ia kenal, lingkungan rumah yang seharusnya membuat dirinya nyaman bagaikan malapetaka yang datang setiap harinya.

"Harus sampai kapan aku begini?" rintih Aisyah.

"Aisyah! Aisyah! Sini kamu!" teriak wanita tua itu.

"Iya, Ma. Sebentar." Aisyah bergegas berlari

"Lelet banget sih!"

"Maaf, Ma," jawabnya halus.

"Besok, Mama ada arisan, teman-teman Mama mau ngadain di sini. Kamu besok pergi aja, pokoknya Mama nggak mau liat kamu besok di rumah! Mama males harus ditanya-tanya kapan punya cucu, lebih baik kamu nggak ada di sini kan daripada kamu nangis lagi," ucap wanita tua itu tanpa rasa bersalah.

"Ma, kok Mama tega sih sama aku? Emang aku ada salah apa sih sama Mama?"

"Pakek nanya lagi! Udah tau nggak bisa hamil masih bisa nanyain salah aku apa!"

Belum kering rasanya air mata Aisyah tadi, sekarang harus dihujam kata-kata perih kembali. Hinaan demi hinaan sepertinya sudah menjadi makanan pokok sehari-hari perempuan malang itu, Aisyah yang tak berdaya hanya bisa pasrah menerima semuanya. Perempuan malang berusia 27 tahun itu memanglah berhati lembut terkadang ia hanya bisa berdiam diri dan tak membalas perkataan buruk dari mertua dan suaminya itu karena ia takut akan menyakiti hati orang yang dia sayangi.

"Astagfirullah, Ma. Mama sendiri kan tau kalau aku sehat-sehat aja nggak ada yang salah dari aku. Kalau Allah belum berkehendak ngasi aku rejeki seorang anak terus aku harus apa? Itu semua di luar kendali aku, Ma."

"Terus kamu pikir saya peduli? Intinya besok Mama nggak mau tau ya, kalau Mama masih liat kamu di rumah besok awas aja ya!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku