/0/17384/coverorgin.jpg?v=824555dd66945fa97551dd6fb5bd7e30&imageMogr2/format/webp)
Alga menatap foto seorang perempuan cantik di tangannya, kemudian mengelus gambar itu untuk beberapa saat, dan ingatannya melayang pada kejadian hampir setahun silam.
"Sah ...!" ucap saksi yang hadir saat Alga selesai mengucap ijab qobul dihadapan penghulu. Dia menghembuskan napas beratnya, dan sebuah tepukan hangat dipundaknya, membuat Alga berpaling. Lelaki itu melihat senyum bahagia terukir di wajah ayahnya yang sudah mendampinginya dihari bahagianya ini.
"Bahagia--"
Benarkah ini hari bahagia? hati kecil Alga ingin berteriak. Nyatanya dia tak pernah menginginkan menikah secepat ini, disaat dia sebenarnya telah memiliki kekasih terlebih dengan perempuan asing yang belum dikenalnya.
Alga mengedarkan pandangan, mencari sosok perempuan yang sudah dinikahinya. Tapi dia tak menemukan perempuan itu. Pelaminan sederhana yang ada di rumah ini kosong ... bahkan sejak dia dan rombongan keluarganya baru datang ke rumah ini.
"Maaf ... Maemunahnya masih di kamar, belum selesai dirias, sebentar lagi dia akan datang kalo sudah selesai," bisik lelaki paruh baya yang Alga kenal sebagai Paman istrinya tersebut.
Tapi hingga waktu berlalu, dan penghulu sudah beranjak pulang, perempuan yang bernama Siti Maemunah itu belum juga menampakkan dirinya.
"Bagaimana Pak Arman--? mempelai perempuanya sudah siap? ini sudah saatnya mau foto-foto," bisik seorang fotografer yang sudah diundang untuk mengabadikan momen pernikahan hari ini. Lelaki bernama Arman itu tampak gelisah. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran.
"Maaf semuanya. Sebentar saya lihat dulu ke dalam," ujarnya sambil berlalu. Dia membungkuk kecil pada Alga dan keluarga menantunya itu.
"Apa yang terjadi, Pah?" tanya Ela, Ibu Alga yang dijawab dengan gelengan, Alga hanya mengamati keadaan disekelilingnya tak mengerti. Situasi tampak normal, masih banyak tamu-tamu yang berdatangan ke tempat ini, hanya saja pelaminan yang seharusnya menjadi tempatnya duduk masih sepi, dia pun enggan berpindah duduk dari tempatnya sekarang ke tempat yang dipenuhi hiasan bunga-bunga tersebut.
Ayah Alga tampak melihat ke arah jam tangannya. Pak Arman belum juga keluar sejak pamit ke dalam tadi.
"Bagaimana ini?" Ibu Alga mulai khawatir, dan dari arah pintu besar yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang tengah, tampak beberapa orang mondar mandir dengan langkah langkah cepat.
"Sesuatu telah terjadi," gumam Alga melihat keadaan itu.
"Jangan-jangan istrimu kabur, Mas," celetuk Dian, adiknya dengan senyum miring.
"Huss." Ibu Alga buru-buru mencubit lengan putrinya yang memang duduk di sampingnya.
"Jangan bicara yang enggak-enggak, jangan dulu berprasangka," ucap Ibu Ela lagi. Dian hanya tertawa kecil.
"Mau taruhan, Bu? "
"Sudah-sudah ... kita tunggu saja kedatangan Pa Arman." Akhirnya Pa Handoko melerai putri dan istrinya.
Alga hanya dapat termenung, meski berusaha mengabaikan kata-kata Dian, tapi entah mengapa hal itu terus mengganggu dirinya hingga membuat jantungnya berdetak cepat. Mungkinkah dugaan adiknya benar? Istri yang baru dinikahinya telah kabur?
Kalau memang itu benar, harusnya dia lega bukan? dia tak harus hidup berada dalam satu atap dengan perempuan yang tak dikenalnya itu? dia bisa terus melanjutkan hubungannya dengan Hani, perempuan rupawan yang telah dipacarinya selama 3 tahun.
Hani ... kekasihnya itu tengah menempuh pendidikan S2 nya di luar negri, selama dua bulan belakangan Alga hampir melupakan sosok yang menjadi penghuni hatinya itu karena perjodohan yang digagas Ayahnya dengan Pa Arman. Alga bahkan tak memberitahukan rencana pernikahannya karna takut membuat Hani terluka dan mengganggu kegiatan studinya.
"Mas, lihat tuh Pa Arman ... wajahnya pucat ... 100 % aku yakin istrimu itu kabur." Dian mencolek lengan Alga.
Pak Arman terlihat tergopoh gopoh mendatangi tempat rombongan keluarga menantunya duduk.
"Apa yang terjadi, Pak ...?" tanya Pak Handoko menyambut kedatangan Pa Arman.
"Maafkan saya, Pa."
"Katakan saja, ada apa ... gak usah takut ... saya akan menerimanya dengan lapang dada ...," ujar Pa Handoko bijak. Pa Arman tertunduk. Dian tampak akan bersuara tapi Pa Handoko buru-buru menggeleng.
/0/22544/coverorgin.jpg?v=4f7701e53a635b842255c14895604450&imageMogr2/format/webp)
/0/25023/coverorgin.jpg?v=a8010a2c460f09559a82c5d2f0c185f9&imageMogr2/format/webp)
/0/4734/coverorgin.jpg?v=82e55bc11f5de03ab7b9babc8be728ba&imageMogr2/format/webp)
/0/23632/coverorgin.jpg?v=3fb3baaf4ff0ba49123aa2f609ec1354&imageMogr2/format/webp)
/0/15669/coverorgin.jpg?v=58d9cfb0dbaaf683c8406becf4d9da57&imageMogr2/format/webp)
/0/13029/coverorgin.jpg?v=e98c3d1661d974d7b29292d90ebba939&imageMogr2/format/webp)
/0/22201/coverorgin.jpg?v=3e9b1cc8795471c88153eaf27b906524&imageMogr2/format/webp)
/0/24325/coverorgin.jpg?v=20545479858478a2271748f23b6768f3&imageMogr2/format/webp)
/0/14334/coverorgin.jpg?v=edb42f4f519e2146969644febdb19d32&imageMogr2/format/webp)
/0/19461/coverorgin.jpg?v=1174dd9860ac80523985678eb2cda9d6&imageMogr2/format/webp)
/0/17461/coverorgin.jpg?v=fe90480b6093bb9bb2b784bd53f011bd&imageMogr2/format/webp)
/0/28851/coverorgin.jpg?v=b05270e6ed77606396aac70a51e2be25&imageMogr2/format/webp)
/0/29790/coverorgin.jpg?v=4eeac7b6ed4cfd6b59c5b454fbfb63e3&imageMogr2/format/webp)
/0/16740/coverorgin.jpg?v=9b2469c5173acc6cfa1cde50b3a9c6aa&imageMogr2/format/webp)
/0/23105/coverorgin.jpg?v=73a83fd3127e8ee751a1272145924f67&imageMogr2/format/webp)