Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Ada sesuatu yang terasa gatal dan tidak nyaman. Kemarilah dan tolong aku."
Alisa Pohan merasa tubuhnya seakan seperti sedang terbakar. Dia menggeliat, lalu mencium jakun pria itu dengan sungguh-sungguh, dan memohon padanya untuk berhubungan s*ks dengannya.
Sudah pasti tidak akan ada yang bisa menolak wanita cantik seperti dirinya. Dia adalah sosok yang sangat indah, menawan, dan juga tidak bermoral.
"Baiklah, kamu yang memintanya," ucap pria itu dengan jakun yang bergerak naik dan turun. Terpikat oleh pesonanya, dia pun memegang pinggangnya, mengangkatnya dan membungkuk untuk mulai menyetub*hinya.
"Ukh ...." terdengar suara Alisa yang mulai mengera*g dengan penuh kenikmatan.
Jika hanya didengar dari suaranya, sulit untuk mengetahui apakah dia sedang kesakitan atau hanya terangs*ng secara s*ksual.
Dengan cepat, dia didorong oleh nafsunya untuk melingkarkan lengannya di sekeliling bahu pria itu dengan sembrono. Dorongan tubuh yang keras dan cepat dari pria itu segera membuatnya mencapai org*sme. Tubuhnya pun berkedut saat dia berbaring telentang di atas ranjang. Dia merasa sangat lelah dan ingin beristirahat. Namun sebelum dia menutup matanya, dia sempat melihat bekas luka yang cukup mencolok pada dada berkeringat pria itu.
... ...
Pada keesokan paginya, Alisa bangun dengan kepala yang terasa sangat sakit. Detik ketika dia membuka matanya, dia langsung dapat merasakan seluruh tubuhnya terasa ngilu, khususnya tubuh bagian bawahnya. Dia pun mengangkat tangannya dan menggosok pelipisnya, mencoba untuk menyadarkan dirinya kembali.
'Apa yang sebenarnya telah terjadi? Bukankah semalam aku minum di kamar Agnes? Siapa pria yang tidur denganku itu?' tanyanya dalam hati.
Tadi malam, Agnes Destia mengundang Alisa ke sebuah pesta kapal pesiar, lalu kemudian ...
Brak! Pintu itu dibanting terbuka.
"Astaga! Alisa! Semalam, kamu ...." Sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, raut keheranan lebih dulu menyelimuti seluruh wajah Agnes.
Pria yang sedang berdiri di sampingnya, Alfred Hermawan, bahkan terlihat lebih terkejut darinya.
Dengan panik, Alisa segera menutupi tubuhnya dengan selimut, namun itu sama sekali tidak cukup untuk menutupi semua gigitan cinta di sekujur tubuhnya. Ada beberapa bekas memar pada leher dan lengannya, dan suasana yang romantis di dalam ruangan itu menunjukkan bahwa dia telah bercint* dengan seorang pria tadi malam.
"Alfred, aku tidak ..." ucap Alisa yang ingin menjelaskan dirinya kepada pacarnya.
"Alisa, kamu benar-benar sudah meminta seorang gigol* untuk tidur denganmu! Bagaimana kamu bisa sampai melakukan hal seperti itu? Kamu sudah menyelingkuhi Alfred!" sela Agnes yang kini tampak sangat marah. Dia terdengar seperti dirinyalah yang baru saja diselingkuhi.
Pada saat ini, Alisa menatapnya dengan tatapan tidak percaya. "Aku sama sekali tidak melakukan hal seperti itu! Agnes, kenapa kamu mengatakan hal yang tidak benar?"
Hanya dalam beberapa detik, Alisa kemudian mengingat semua hal yang telah terjadi tadi malam dan langsung menghubungkan segalanya.
"Apa-apaan ...? Sekarang aku mengerti. Alfred! Agnes yang sudah mengatur semua ini, aku—"
"Diam! Alisa, kamu memang tidak lebih dari seorang pel*cur!" raung Alfred, menyela ucapan Alisa. Matanya berkilat marah dan nada suaranya dipenuhi dengan rasa jijik. "Alisa, kamu tidak lebih dari seorang perempuan jal*ng. Kamu sama saja seperti ibumu! Kalian berdua memang suka merayu pria. Jika saja dia tidak melakukan hal yang begitu bodoh, Grup Pohan mungkin tidak akan pernah jatuh bangkrut. Semua ini salahnya bahwa Grup Pohan berakhir seperti ini!"
"Apa yang sebenarnya sedang kamu bicarakan, Alfred? Apa yang terjadi dengan ibuku?" Pikiran Alisa menjadi kosong seraya dia duduk membeku di atas tempat tidur.
"Jangan pernah menunjukkan wajahmu di hadapanku lagi!" Setelah menyelesaikan kalimatnya, Alfred pergi dengan gusar.
Begitu pria itu meninggalkan ruangan, Agnes memasang senyum licik di wajahnya. "Alfred, tunggu aku!"
Alisa akhirnya mendapatkan kembali ketenangannya setelah dia menyadari sesuatu. Kemudian, dia segera mengenakan jubah mandinya dan mengikuti Alfred ke dek kapal. Dia benar-benar perlu bicara dengannya.
"Alfred, apa maksud dari perkataanmu itu? Bagaimana Grup Pohan bisa bangkrut? Dan katakan padaku, bagaimana orang tuaku meninggal?" tanya Alisa yang akhirnya berhasil meraih bahu Alfred, wajahnya menunjukkan ekspresi khawatir.
Sebersit perasaan bersalah melintas di mata Alfred, tetapi segera digantikan oleh kemarahan. "Enyah! Bukankah aku baru saja memperingatkanmu untuk tidak pernah menunjukkan wajahmu di hadapanku lagi?" ucapnya sambil mencoba untuk melepaskan diri dari cengkeraman Alisa.