Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
4.9
Komentar
123.6K
Penayangan
151
Bab

"Sentuh aku sesukamu, tapi jangan rusak kesucianku" Permintaan gadis lugu, yang merelakan tubuhnya di bayar pria pemburu nafsu. Demi bertahan hidup dalam kemiskinan, dan membantu keluarganya. Akankah Rayana bisa mempertahankannya, atau justru terjerembab di dalam permainannya sendiri.

Bab 1 Bertahan Hidup

Bab 1 Virgin

Bertahan Hidup

"Dasar manusia tidak tahu diuntung? Saya pikir, kamu itu lugu, baik dan rajin. Tidak tahunya, hanya seorang maling!" hardik Pak Arsal dengan wajah merah padam.

Lelaki tua itu terlihat sekali marah, matanya melotot menatap kesal Rayana.

"Pergi sekarang! Saya tidak sudi mempekerjakan seorang pencuri di sini!" teriak Pak Arsal dengan suara naik satu oktaf.

"Tidak Pak, demi Tuhan saya tidak mencuri, sungguh Pak. Pasti ada yang menjebak saya," sahut Rayana membela diri sambil memohon kepada sang majikan.

Tiba-tiba, Pak Arsal mendorong tubuh kecil Rayana dengan cukup kuat, hingga gadis yang di hardiknya jatuh tersungkur. Tanpa memperdulikan Rayana, Pak Arsal masuk ke dalam toko. Sedangkan gadis itu langsung bersimpuh dan memohon.

"Pak, tolong Pak, jangan pecat saya. Saya butuh pekerjaan ini Pak, tolong kasihanilah saya, tolong Pak," pintanya mengiba sambil bersimpuh dan memohon dengan wajah yang sudah berurai air mata.

Namun lelaki paruh baya itu kembali lagi dengan membawa tas kecil milik Rayana yang ia cengkram dan kemudian ia lemparkan kencang, tepat mengenai wajah Rayana.

"Pergi! Dan jangan lagi kamu tampakkan wajahmu di sini! Ini upahmu!" teriaknya lagi. Sambil melemparkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah ke tubuh Rayana.

"Tidak Pak, tolong jangan pecat saya, saya mohon Pak," pintanya lagi dengan memohon.

Ia menyatukan kedua telapak tangannya ke depan dadanya. Namun pria paruh baya itu tak mengindahkannya. Ia berlalu, dan Raya mengejarnya, memegangi kaki Pak Arsal sambil terus memohon.

"Tolong Pak, kasihanilah saya. Jangan pecat saya Pak, saya bersumpah atas nama Tuhan, saya tidak mencuri Pak," racau Raya memohon kepada sang majikan. Tapi dengan kasar pria paruh baya itu menjauhkan tangan Rayana dari kakinya. Bahkan ia kembali mendorong tubuh kecil Rayana.

"Lepaskan! Tangan kamu terlalu kotor. Jangan pegang-pegang. Seharusnya kamu berpikir dulu sebelum mencuri, ya begini akibatnya kalau tidak jujur saat bekerja!" bentak Pak Arsal lagi. Ia berjalan menjauhi Rayana.

"Sungguh Pak saya tidak mencuri apapun, demi Tuhan."

"Dasar maling, mana ada maling mengaku, tolol kamu, sana pergi!" teriaknya lagi dan meninggalkan Raya yang masih duduk bersimpuh di pelataran toko besar tersebut.

"Tapi saya tidak mencuri Pak, demi Tuhan aku tidak mencuri," gumamnya dalam isak. Ia masih tergugu sambil duduk bersimpuh. Lalu perlahan mulai mengutip satu persatu uang kertas yang berserakan di sampingnya. Kemudian mengusap lembut ujung matanya, juga pipinya.

"Tuhan, Kau tahu bukan, aku tidak melakukannya. Sungguh, aku tidak diajarkan oleh Ayah Bunda tentang hal buruk tersebut. Tolong Tuhan, berikan aku keadilan, aku tidak bersalah," gumamnya lirih, sambil merapikan uang dalam genggamannya dan memasukkan ke dalam tasnya. Ia memandangi toko serba ada yang menjulang di hadapannya, yang selama enam bulan terakhir memberinya kehidupan.

🍂🍂🍂🍂🍂

Hari telah berganti, pekan pun berlalu, kini bulan baru telah datang kembali. Setelah menganggur selama satu bulan lebih, Rayana masih berharap ada satu saja lamaran yang ia masukkan ke kantor-kantor ada respon dan jawaban. Namun hingga bulan baru kembali datang, tak ada satupun kabar dari lamaran yang ia tunggu-tunggu.

Duduk termenung di sebuah kamar dengan luas 2 x 3 m, beralaskan kasur tipis yang sudah begitu usang. Rayana menekuk lututnya dan memeluk kedua kakinya tersebut.

"Ya Tuhan, uang tabunganku sudah menipis. Bagaimana ini, tapi belum juga ada panggilan kerja," gumamnya lirih, perih yang menyelimuti hatinya. Rayana melirik ponsel miliknya, meraih, lalu menyalakan benda tersebut, kemudian menggeserkan jempolnya, membuka-buka situs-situs internet yang ada di ponselnya. Ia melihat sebuah aplikasi yang dikhususkan untuk mencari pasangan.

"Cari teman dapat uang? Apaan sih, nggak ngerti aku," gumamnya lirih.

Rasa penasaran hinggap di kepalanya. Sebuah aplikasi, dimana yang di dalamnya hanya berisi wanita. Rayana mengerutkan dahinya sambil menggigit ujung bibir bawahnya. Isi kepalanya masih berpikir tentang aplikasi tersebut.

"Hah?! Jual badan maksudnya, astaga," ucapnya sambil menepuk keningnya sendiri. Keningnya berkerut, alisnya bertaut, ia berpikir keras.

"Tapi sepertinya cepat dapat uangnya. Ya Ampun, bagaimana ini, apa aku kerja ini saja ya?" gumamnya lagi, ia menggigit bibir bawahnya kembali, "Tapi masa depan pernikahanku? Astaga, ayolah Raya, berpikir dengan jernih."

Bisik hatinya lagi, batinnya berperang. Himpitan keuangan memaksanya harus cepat mendapatkan pekerjaan, namun kenyataan tak memberikan jawaban atas kegundahannya.

Rayana berpikir, Bagaimana caranya, agar ia tetap perawan tapi tetap bisa membuat pelanggannya puas dengan pelayanannya. Rayana menghela nafasnya, lalu kembali menatap layar ponselnya. Terlintas untuk browsing segala hal yang berkaitan dengan hubungan badan.

"Astaga, apa mungkin bisa?"

Ia memejamkan matanya kuat, dadanya berdegup kencang. Sementara itu terlintas dalam benaknya, nasib kedua orang tuanya, juga adik-adiknya yang bergantung kebutuhan darinya.

"Akan aku coba, semoga bisa."

Dengan tangan gemetar, ia mengunduh aplikasi tersebut. Mengisi biodata palsu untuk menyamarkan namanya. Karena memang semua pengguna aplikasi tersebut semuanya menggunakan identitas samaran. Dara Manis, iya, dia menggunakan nama tersebut ke dalam aplikasi tersebut.

Dan baru lima belas menit Rayana memanjang foto editan dirinya, ada chat masuk ke nomor ponselnya. Mata Rayana terbelalak, ia tak percaya akan secepat itu. Lalu ia membaca pesan tersebut dengan tubuh yang panas dingin.

"Hotel Melati pukul tujuh malam, kita ketemu di sana, berapa tarif untuk dua jam."

Begitulah isi pesan tersebut. Tangan Rayana gemetar, ia tak tahu harus membalas apa, karena sejujurnya ia sangat takut. Karena, jangankan melayani lelaki, ia belum pernah di sentuh oleh seorang pria pun sebelumnya. Dengan tangan gemetar, ia membalas pesan tersebut.

"Aku masih perawan, dan tidak ingin keperawananku hilang karenanya, apa bisa?", balas Rayana.

"Hahahaha, soal gampang itu, yang penting lakukan saja apa yang saya mau, dan saya tidak akan merusak selaput dara yang kamu miliki, saya jamin itu", balasan cepat dari pemesan Rayana.

Tubuh Gadis itu kian panas dingin karenanya. Belum sempat ia membalas pesan tersebut, sudah ada lagi satu pesan lainnya.

"Hotel Cinta nomor dua belas, besok siang pukul dua. Saya akan bayar mahal, jika kamu bisa memuaskan saya."

Begitu isi chat dari pria yang kedua. Mata Rayana kian membulat, sungguh tak terpikir olehnya akan secepat itu respon dari para pria kesepian, atau hidung belang. Rayana tak bisa menggambarkannya.

"Ya Tuhan, bagaimana ini, Ayah dan Bunda pasti akan sangat murka kepadaku. Jika sampai mereka tahu apa yang aku lakukan nanti," gumamnya lirih, dan perih semakin menggerogoti perasaannya. Ia berniat untuk menghapus aplikasi tersebut, dan mengabaikan pesanan yang sudah masuk. Toh nomor ponselnya bisa di blokir. Dengan begitu mereka tak akan menghubungi Rayana.

"Hapus saja, pasti nanti akan ada pekerjaan yang lebih baik, aku yakin itu."

Baru saja ia hendak menghapusnya, Tiba-tiba ponselnya berdering, matanya kian sayu, kala ia melihat nama yang terpampang dari layar ponselnya adalah nama sang Bunda. Dengan tangan gemetar dan tubuh yang lemas, ia menyambungkan panggilan tersebut.

"Bunda, apa kabar?", sapanya lembut dengan airmata yang berurai tak tertahan.

"Baik sayang, Raya apa kabar Nak? Bagaimana pekerjaanmu? Ayah menanyakanmu," sahut suara sang Bunda dari seberang ponselnya. Rayana meremas dadanya, perih kian menjalar di dalam sana. Ia mengusap lembut pipinya yang semakin basah.

"Raya baik bunda, pekerjaan juga baik-baik saja, puji Tuhan. Ayah Bunda dan adik-adik apa kabar?", balasnya, dengan menahan sesak yang begitu menghimpit dadanya. Ia mencoba untuk kuat dan bersabar.

"Kami baik Nak, cuma kesehatan Ayah yang sedang menurun, dan mau berobat, Bunda sedang kehabisan uang. Lalu satu minggu lagi, Bondan ada les tambahan yang biayanya cukup besar Nak. Apa Raya bisa membantu kami?", ucap sang Bunda.

Rayana menggigit ujung bibir bawahnya dengan kuat dengan mata yang terpejam. Ia menghela nafasnya panjang, dan membungkam mulutnya sendiri. Sekilas, lalu kembali ke obrolannya bersama sang Ibu.

"Berapa Bunda butuh, untuk biaya Ayah berobat juga biaya les sekolah Bondan," jawabnya pasti.

Ia mengusap kasar wajahnya, dan meraih gelas yang ada di hadapannya. Lalu meneguknya hingga air didalam gelas tersebut tandas tak tersisa.

"Mungkin sekitar lima juta Nak, kalau Raya ada ya, kalau tidak ada, tidak apa-apa, Bunda akan coba mencari pinjaman ke tetangga besok," sahut Sang Ibunda lagi.

"Ada Bunda, dua hari lagi Raya kirim ya. Sekarang Raya mau istirahat dulu, besok Raya harus berangkat lebih pagi, karena toko sekarang sangat ramai. Salam buat Ayah, Bondan dan Rasinta. Selamat sore semuanya."

Rayana langsung memutus sambungan telepon tanpa menunggu jawaban dari sang Bunda. Ia melempar ponselnya dan meraih bantalnya. Ia menenggelamkan wajahnya di atas bantal dan tergugu di sana.

"Kenapa seberat ini kehidupanku Tuhan? Kenapa?!", keluhnya diantara isak yang terdengar begitu pilu. Ia menangis hingga terlelap dalam tidurnya. Entah berapa lama ia tertidur, hingga suara ponsel terdengar di telinganya dan membuatnya membuka matanya dan dengan cepat meraih ponselnya.

"Halo Manis, saya tunggu setengah jam lagi ya, kirim lokasi kamu, biar saya jemput saja ya?"

Suara dari seberang ponsel yang membuat Rayana membulatkan matanya dengan nafas yang memburu dan detak jantung yang menderu. Ia menatap ponselnya, dan semakin membuat tangannya gemetar.

🍁BERSAMBUNG🍁

Apa yang akan Rayana lakukan?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku