Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
Seattle, Amerika Serikat
Anastasia sedang menghadiri undangan resmi dari salah satu brand ambasador yang di selenggarakan di Seattle, Amerika Serikat.
Bersama seorang artis yang juga menjadi brand ambasaddor. Mereka sedang berbincang. Tiba-tiba lelaki berbalut jas mahal menghampiri. “Permisi, Miss Rose. Mr. Luke, ingin bertemu dengan Anda.”
Lelaki tersebut membimbingnya menuju ruangan super besar. “Silakan duduk, Miss.”
“Di mana, Mr. Luke?”
“Saya di sini, Miss Rose.”
Ana menolehkan wajahnya lalu berdiri menyambut kedatangan CEO dari Enstein Group.
Lelaki tersebut mengulurkan tangan. “Terima kasih atas kehadiran Anda. Anda memberi angin segar di detik-detik terakhir.”
Garis bibir membentuk senyum menawan. “Tidak ada alasan untuk tidak menghadiri acara paling bergengsi yang di adakan 5 tahun sekali.”
“Silakan duduk.”
Ana duduk dengan anggunnya. Mata birunya menjerat Luke dengan kuat. Luke pun dibuat tak bisa mengalihkan pandangan. Matanya berkilat takjub pada kecantikan seorang Anastasia Rose.
“Saya dengar agency Anda sedang bermasalah. Apakah itu benar?” Menyelidik wajah Ana.
“Itu tidak benar.”
Merentangkan sebelah tangan ke sofa. Matanya menahan mata Ana. “Saya harap kerjasama ini tidak hanya berlangsung selama 5 tahun.”
Matanya menyipit. Kilau birunya berbicara. Maksud Anda?
“Perusahaan saya terbuka lebar untuk Anda. Kapan pun Anda siap tanda tangan untuk menjadi ikon model dari lima merek Enstein Group. Hubungi saya.”
“Terima kasih atas tawarannya, Mr. Luke. Saya akan mempertimbangkannya kembali.”
Seorang pelayan masuk membawakan The Ruby Rose Cocktail lalu meletakkannya ke atas meja. “Silakan, Sir, Miss.”
Luke mengangkat tangan sebelah kiri. Pelayan tersebut membungkuk lalu pergi.
Ana mengamati Ruby Rose. Penampilannya saja sangat menggiurkan lalu bagaimana dengan rasanya? Ia penasaran. Jika membeli sendiri dengan uangnya. Itu cukup menguras habis isi kantong.
Menuangkan Ruby Rose ke dalam 2 gelas. Menyerahkan 1 gelas pada Ana, dan 1 gelas lagi untuknya.
“Semoga Anda menyukai rasanya.”
Seulas senyum terukir di bibir Ana. Minuman ini sangat menggiurkan untuk kuabaikan. Kurasa kalau pun aku meminumnya satu gelas. Tak jadi masalah.
Bibirnya hampir menyentuh ujung gelas. Tanpa sengaja menangkap tatapan Luke. Ana tahu sorot matanya menyimpan kelicikan.
Melirik gelas yang ada di tangan sebelah kanan. “Jangan-jangan dia menaruh racun atau semacamnya ke dalam minumanku.” Gumamnya.
Meletakkan kembali gelas tersebut ke atas meja. Ana tahu Luke kecewa.
“Apakah perbincangan ini sudah selesai?” Melirik jam di pergelangan tangan. “Pengambilan gambar di mulai 10 menit lagi. Jadi saya harus segera pergi.”
“Saya sendiri yang akan mengantarkan Anda. Silakan Anda minum terlebih dahulu.”
Kilatan matanya menakjubkan. Luke di buat tak berkedip karenanya. “Saya harap Anda tidak keberatan menyisakan Ruby Rose ini untuk saya.”
“Apakah Anda akan kembali ke sini setelah pemotretan?”
“Tentu saja.”
“Saya memiliki banyak koleksi Ruby Rose juga minuman lainnya. Jika Anda berkenan. Bagaimana kalau malam ini berkunjung ke mansion saya?” Melingkarkan tangannya ke pinggang ramping. Ana langsung menepisnya.
--
Ana sedang menjalani pemotretan. Ia berpose di depan kamera dengan mengangkat sebelah tangannya ke belakang kepala memperlihatkan diamond yang menjadi kebanggan dari perusahaan tersebut.
Pemotretan pertama menggunakan gaun berwarna merah. Gaun tersebut tanpa lengan. Memiliki mode leher one shoulder. Pemotretan kedua menggunakan gaun berwarna hitam. Gaun tersebut panjangnya mencapai mata kaki. Mode leher turun menutup pada bagian bawah leher. Terdapat potongan oval di dalamnya dan bertabur diamond pada pinggirannya. Kedua gaun tersebut menekankan pada kemewahan, keanggunan, tapi tidak meninggalkan kesan seksi.
Untuk pemotretan kedua. Ana meletakkan sebelah tangannya di perut, sebelah tangannya lagi hampir menyentuh dagu.
“Perfect.” Seru sang photographer.
Luke Drawis mengamati pose Ana.
“Aku tidak salah dalam memilihmu menjadi brand ambassador, Miss Rose. Semua merk yang kau bintangi pecah di pasaran. Bahkan angka penjualan melebihi yang aku targetkan.” Bibirnya mengukir senyum puas. “Kau benar-benar memberi impact besar.”
“Sir, mobil sudah siap.” Jack, selaku sopirnya memberitahu.
--
Pemotretan selesai. Ana mencari Luke untuk berpamitan, tapi sepertinya lelaki tersebut sudah lebih dulu meninggalkan lokasi.
“Miss Rose, mobil sudah siap.” Jack memberitahu dan siap mengantarkan Ana ke tempat di mana Luke sudah menunggu.
Membukakan pintu samping. “Silakan masuk, Miss.”
“Tunggu sebentar.”
Ana masuk kembali ke dalam mencari Luna.
“Kau di mana, Luna?” Mengedarkan pandangannya ke sekeliling.