/0/3905/coverorgin.jpg?v=80685fced6d4403a026d3d4bb7660cff&imageMogr2/format/webp)
"Wajahku bisa habis kalau kamu terus menatapku begitu," ujar Edwin Tomato, pria tampan berusia 24 tahun, sambil menatap gadis yang berbaring di sampingnya.
Gadis itu terkikik jahil sebelum menyembunyikan wajahnya di dada bidang Edwin, pria yang telah menemaninya selama setahun terakhir. "Hahaha, mana mungkin wajah idola kampus bisa habis hanya karena ditatap?" balasnya, tertawa kecil saat melihat mata cokelat Edwin yang kini memeluknya dengan manja.
"Oh iya, ngomong-ngomong, hari ini adalah hari terakhir ujian kelulusan kita. Apa yang kamu ingin dariku sebagai hadiah perpisahan? Tapi jangan yang mahal ya, aku belum sekaya itu," ucapnya sambil bangun dari tempat tidur.
Hubungan mereka bermula dari rasa penasaran, lalu berujung pada cinta. Layaknya musim gugur yang selalu menghadirkan debaran di hati.
"Kapan aku pernah meminta sesuatu yang mahal? Aku bukan gadis matre, tahu!" protes Adelia Van Odelius, yang seusia dengan Edwin.
Edwin membungkukkan tubuhnya, menatap lembut gadis cantik di hadapannya, lalu berkata, "Aku tidak bilang kamu matre. Aku hanya ingin hadiah kelulusan ini menjadi kenangan terindah bagi kita, tanpa harus mengeluarkan banyak uang."
Sebagai seseorang yang memahami betapa mahalnya biaya hidup di Venezia, Edwin harus bekerja siang dan malam demi mendapatkan ratusan dolar. Berbeda dengan Adelia, yang lahir di tengah kemewahan dan belum sepenuhnya memahami nilai uang yang diperjuangkan Edwin.
"Iya, iya. Kamu selalu berbicara seolah aku tidak pernah merasakan hidup di jalanan," gumam Adelia. "Daripada membahas hadiah, aku lebih ingin kita menghabiskan sisa liburan dengan berkencan."
Edwin melirik ponselnya, memeriksa agendanya hari itu, sebelum akhirnya mengangguk setuju. "Hmm, baiklah. Kita akan pergi ke mana?"
Senyum Adelia merekah, matanya berbinar penuh antusias. Ia sudah menyiapkan kejutan kecil untuk hari ini.
Beberapa jam setelah mereka bersiap-siap, Adelia masih belum memberi tahu Edwin ke mana mereka akan pergi.
"Adel, kamu masih belum menjawab pertanyaanku. Sebenarnya kita akan pergi ke mana?" tanya Edwin berkali-kali saat mereka berada di dalam mobil sewaan.
"Bawel banget, deh. Toh, nanti kamu juga akan tahu begitu kita sampai. Jadi, cukup duduk diam dan kenakan sabuk pengaman," jawab Adelia dengan senyum jahil, sebelum tiba-tiba menekan pedal gas dengan kuat.
Cara mengemudi Adelia terlihat amatir, membuat Edwin pusing dan mual. Meskipun ia berasal dari keluarga kaya, Adelia tidak memiliki banyak kesempatan untuk belajar menyetir seperti gadis lainnya.
"Ugh... Adel, kamu benar-benar berniat membunuhku?" keluh Edwin sambil memuntahkan isi perutnya begitu mereka berhenti di sebuah pantai.
"Tahu begini, aku tidak akan membiarkanmu menyetir. Bisa-bisa banyak korban nanti," gerutunya masih merasa pusing, sementara Adelia justru terdiam, mengalihkan pandangannya ke hamparan pasir putih di hadapannya.
Melihat tatapan Adelia yang begitu terpukau oleh pemandangan pantai, Edwin menyadari sesuatu. Di balik matanya yang jernih, ada kesedihan yang begitu dalam.
Meskipun mereka telah bersama cukup lama sebagai sepasang kekasih, Edwin merasa masih belum sepenuhnya memahami kehidupan Adelia. Namun, ia memilih untuk tidak bertanya. Mungkin Adelia tak ingin menceritakan semuanya, sama seperti dirinya yang tak pernah mengungkapkan bahwa ia hanyalah seorang anak haram yang ditinggalkan.
Setelah lama terdiam, akhirnya Adelia membuka suara. "Edwin..."
"Iya, Adel?" jawab Edwin, sedikit bingung mendengar nada lirih di suara kekasihnya.
"Andai suatu hari nanti kita berpisah, dan akulah yang memulainya, apa yang akan kamu lakukan? Aku hanya berharap saat itu tiba, kamu tidak akan membenciku," ucap Adelia tiba-tiba, membahas tentang perpisahan.
Jantung Edwin berdegup kencang. Tanpa sadar, ia membalik tubuh Adelia hingga mereka saling bertatapan. "Memangnya kamu ingin berpisah dariku?" tanyanya serius.
Adelia menggeleng cepat, lalu tertawa kecil. "Aku hanya bercanda, Edwin."
Namun, bagi Edwin, kata-kata itu terlalu nyata untuk dianggap lelucon. "Kamu tidak terdengar seperti sedang bercanda, Adel. Jika suatu hari kamu benar-benar meninggalkanku, aku akan mencarimu, bahkan sampai ke ujung dunia sekalipun."
/0/23825/coverorgin.jpg?v=626b269729f3f72697f5d6c0d0a61b07&imageMogr2/format/webp)
/0/3842/coverorgin.jpg?v=de09c53e8573901198012dbb4b7846b1&imageMogr2/format/webp)
/0/23588/coverorgin.jpg?v=f5cd3d6b6411b7839544fc81d26053cd&imageMogr2/format/webp)
/0/16689/coverorgin.jpg?v=fb6b82da2cd44a19aa25f2ac6fea9745&imageMogr2/format/webp)
/0/16858/coverorgin.jpg?v=55e57d0c3fbbbe72391c0a97e4415700&imageMogr2/format/webp)
/0/6491/coverorgin.jpg?v=9b9a74ef3e806f8f1f820037e0dbf6e2&imageMogr2/format/webp)
/0/29106/coverorgin.jpg?v=e0b80bb6923c5a6af0f776154d92beb8&imageMogr2/format/webp)
/0/29059/coverorgin.jpg?v=90fa21ad684277dd974392363e684b0a&imageMogr2/format/webp)
/0/17202/coverorgin.jpg?v=6ad645ff16bdfaca14f54eb1d2546bc1&imageMogr2/format/webp)
/0/12240/coverorgin.jpg?v=20250123144638&imageMogr2/format/webp)
/0/26730/coverorgin.jpg?v=20250909182534&imageMogr2/format/webp)
/0/2941/coverorgin.jpg?v=a113f933c51b68be507cce6d077e3c5a&imageMogr2/format/webp)
/0/5053/coverorgin.jpg?v=10956731975730da070c19fa4f539b70&imageMogr2/format/webp)
/0/29606/coverorgin.jpg?v=43de8d7d2e394f3d3f370d1b2566c8f7&imageMogr2/format/webp)
/0/17149/coverorgin.jpg?v=9e8822e567909a5e504ab1ee583fe92b&imageMogr2/format/webp)
/0/5487/coverorgin.jpg?v=5f14fba69636ed885f8b73f7a02fe96c&imageMogr2/format/webp)
/0/4586/coverorgin.jpg?v=20250121182547&imageMogr2/format/webp)
/0/8922/coverorgin.jpg?v=122f60a4aa4007bf4763bc7735e28281&imageMogr2/format/webp)