Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Hasrat Cinta Nona dan Tuan Muda

Hasrat Cinta Nona dan Tuan Muda

Jay Mannix

5.0
Komentar
217
Penayangan
5
Bab

Hari yang seharusnya membahagiakan bagi Giri, justru berbanding terbalik dengan apa yang ia harapkan. Niat hati ingin meminang sang gadis pujaan, justru malah mendapati sosok gadis yang ia puja dalam keadaan lusuh dan berantakan. Nona, gadis yang Giri cintai, menjadi korban pelecehan seksual oleh orang yang tak dikenal, hingga ia hamil. Tragedi yang menimpa Nona adalah awal dari kisah hidupnya dengan sosok Archiles sang Tuan muda yang jatuh cinta padanya. Lantas apakah Nona bisa membalas cinta Archiles disaat bayang-bayang sosok Giri terus terlintas dipikirannya? Apakah benar Archiles adalah dalang dari semua kejadian yang menimpa Nona sejak awal? Atau ada orang lain yang sengaja ingin menghancurkan hidup Nona hingga tak bersisa. Saat hasrat cinta yang menggebu tertahan oleh dendam dan keadaan. Mampukah Nona mengendalikan perasaan di hatinya?

Bab 1 Kesucian yang terenggut.

"Lepas! Lepaskan aku b*d*bah si*lan!" lengkingan gadis itu terdengar putus asa kala lengannya terus meronta mencoba melepaskan diri dari cekalan pria asing di hadapannya.

"Wah-wah! Sedang marah pun kau tetap cantik ya. Ck-ck! Lihat bibir merah merona ini. Membuatku tak sabar untuk segera menikmatinya," bisik pria bermata elang itu sambil menyeringai lalu menjilat bibir bawahnya sendiri.

Seketika gadis itu merinding melihatnya. Gelanyar rasa takut menyelimuti sekujur tubuhnya. Dalam hati ia berharap seseorang datang menolongnya. Terserah siapa pun itu, dia akan membalas budi jika dia selamat.

Brakh!

Pintu yang semula tertutup, seketika terbuka lebar kala seseorang menendangnya hingga terpental. Redup penglihatan seketika terburai saat cahaya lampu dari luar masuk menerobos ke kamar tempatnya berada itu.

"Tolong! Tolong aku! Pria ini hendak menodaiku! Bantu aku!" lirih gadis dalam balutan gaun tidur putih itu penuh harap.

Namun yang datang setelah ia berdoa dalam hati, hanyalah harapan palsu. Ia tak mendapat pertongan sama sekali.

"Woy! Jangan dinikmati sendirian dong!" gema suara barito pria bertubuh kekar yang baru saja datang membuat bulu kuduk si gadis meremang. Terlebih saat melihat pria itu datang tak sendirian.

Di ujung asa, si gadis terdiam seketika. Ia tahu bahwa ini sudah sampai di jalan buntu. Tak ada lagi doa atau sekedar harap yang ia panjatkan. Ia menyerah.

"Haha. Kau jadi lebih jinak setelah bos datang. Gitu dong dari tadi. Cape sendiri kan geliat-geliut kayak cacing tanah kepanasan." Pria bermata elang terkekeh kecut melihat sikap si gadis yang seketika terdiam membisu.

"Sebenarnya apa salahku? Siapa kalian? Kenapa kalian begini padaku?" lirih gadis itu dalam isakan.

Dalam hati ia tak henti meracau tentang apa kesalahannya sebenarnya. Niat hati ingin menambah pemasukan dengan pekerjaan tambahan, ia justru malah diarahkan ke tempat hiburan malam.

Melihat keputusasaan gadis di hadapannya, perlahan pria bermata elang itu mengusap bulir air mata di pipi si gadis.

"Sssh ... Dunia memang tak adil, jadi jangan terlalu banyak bertanya. Nikmati saja oke? Akan sedikit sakit pada awalnya. Tapi sayang, nanti kau akan terbiasa."

"Tolong, pekerjakan saja aku. Tapi jangan seperti ini ...." lirihnya memilukan.

"Ah ... Kau juga berkata akan melakukan apa pun kan sebelumnya? Dan inilah pekerjaanmu. Lagipula kau sudah menerima uangnya dimuka."

Saat dua orang pria itu sibuk membelainya, tiba-tiba ponsel salah satu dari mereka berdering.

"Halo!" ketus pria bertubuh kekar itu dengan kesal.

[Bos muda datang mentraktir. Kita minum dan sewa sepuasnya. Ayo cepat kemari!]

"Apa? Kau serius?" tanya pria itu semringah.

[Kau pikir aku bercanda? Ayo bergabung. Banyak gitar spanyol di sini!"] Terdengar suara sorak Sorai berseru riang gembira diseberang telpon.

Tut! Tut!

"Dasar si*lan! Gua cabut dulu bro! Dari pada menikmati yang merepotkan lebih baik yang mau saja!

Ayo pergi!" ajak pria bertubuh kekar itu sambil ngeluyur begitu saja.

"Huhuy! Kapan lagi party-party bareng yang semok-semok. Gratisan cihuy!" sorak pria yang mengekori pria bertubuh tegap dan kekar tadi.

"E-eh! Tu-tunggu! Gua ikut!" Pria yang datang bersamanya pun ikut berlari mengekori.

"Woy! Bos besar udah bayar kita! Lu mau dibunuh hah? Beresin kerjaan lu!" pekik pria bermata elang sambil melempar asbak ke arah pintu yang baru saja dibanting dan tertutup.

"Ah bos apaan kampr*t begitu. CK!" dengus pria bermata elang itu.

Menggaruk tengkuk tak gatal, pria itu mengedarkan pandangan lantaran bingung apa yang seharusnya ia lakukan. Namun tetiba gadis di hadapannya memelas lagi berharap ia bersuka rela melepaskannya.

"Lepaskan aku, kumohon," Lirih gadis itu lagi.

Ia merasa ada secercah harapan yang menantinya.

"Dengar gadis cantik yang malang. Beginilah pekerjaanku. Jika aku melepaskanmu, maka aku yang akan dibunuh.

Jadi tenang ya. Aku tak akan membunuhmu. Hanya sedikit membuatmu merasakan ketidak adilan hidup. Jadi diam dan nikmati saja okay? Karna sepertinya kau juga sedang benar-benar mau," bisik pria itu dengan suara yang menggelitik di telinga gadis itu.

Pria itu menyeringai nakal saat melihat tingkah gadis itu yang gelisah. Beberapa bulir keringat mengucur di dahi gadis itu. Bahkan ia tak henti memainkan jemari kedua tangannya yang ia kepalkan lalu ditekannya di dekat area kewanitaannya.

Benar, gadis itu baru saja dicekoki minuman yang dicampur dengan afrodisiak. Tubuhnya yang mengigil terasa panas dan mengeluarkan sensasi aneh yang baru pertama kali ia rasakan.

"Ah ...." rintihnya kala ia merasa geli dibagian inti kewanitaannya.

"Oh, sayang. Apa kau butuh bantuan? Setidaknya ini akan lebih manusiawi karna hanya kita lakukan berdua kan?" seringai pria itu.

Glek!

Gadis itu menelan salivanya sendiri kala pria dihadapannya membuka jas putihnya yang kotor bekas menggendongnya tadi. Seketika terpampang dengan jelas sixpack nya. Lengannya yang kekar juga kini nampak jelas.

"Aku sudah lama memperhatikanmu. Kau gadis yang sudah mencuri perhatianku. Jadi aku akan melakukannya dengan lembut," bisiknya sebelum akhirnya pria itu menarik dagu gadis itu lalu melahap bibir ranum sigadis.

Ingin rasanya gadis itu menolak namun gairah bergelora menguasai tubuhnya. Hatinya menolak namun tubuhnya terus menerima dengan sukarela sentuhan demi sentuhan liar pria yang kini sudah berada di atasnya itu.

Air mata dan peluh mengalir begitu saja. Tanpa mengeluarkan suara sedikit pun gadis itu menerima setiap hujaman dan perlakuan kasar dari pria yang bahkan tak ia kenalnya itu.

"Hiks-hiks ... Hiks ...." rintihan dan Isak tangis gadis itu tak henti hingga ia mulai terlelap akibat kelelahan.

*

"Nona!" Teriak seorang pemuda dengan semringah.

Pemuda itu berlari sambil merentangkan kedua tangannya. Ia hendak menangkap gadis yang ia panggil kepangkuannya. Namun saat ia sudah sampai di hadapan gadis yang ia sebut Nona, ia menghentikan langkah dengan ekspresi bingung.

"Non? Kau kenapa? Ada apa denganmu?" tanya pemuda itu khawatir.

Lalu saat ia melihat lebam dan bercak darah di wajah gadis di hadapannya, tangannya mengepal. Geliginya gemeretuk menahan emosi yang tetiba merangsek ke dalam dadanya.

"Siapa. Bajingan mana yang melakukan ini," desis pemuda itu murka.

Kepalanya seolah ditumpahi lahar panas yang seketika membuat sekujur tubuhnya bergejolak. Terlebih saat melihat dress yang dikenakan Nona kotor dan penuh bercak darah.

Bukannya menjawab, Nona malah ambruk. Lututnya lemas. Ia bersimpuh tepat di bawah kaki pemuda itu.

"Giri ...." lirihnya parau.

Giri ikut berlutut lalu mengambil Nona ke dalam pelukannya. Menghangatkan tubuh dingin Nona yang tak henti gemetar lemah. Seolah terisi kekuatan kembali, seketika tangis Nona pun kembali tumpah. Ia meraung menangis sejadi-jadinya di dalam rengkuhan Giri.

"Aku ingin mati saja. Giri bantu aku, aku tak mau lagi melanjutkan semuanya." Di ujung asa, Nona berucap pasrah. Tak ada hal lain lagi yang terbersit dibenaknya selain mengakhiri hidup.

"Tidak. Kau harus tetap hidup, aku akan sengsara jika kau tak ada." Giri menekan rengkuhannya seolah-olah Nona akan terlepas kapan saja.

"Aku akan membunuh bajingan itu. Kau tenang saja. Semuanya akan baik-baik saja," desis Giri.

Tak henti ia mengelus lembut punggung Nona seolah ia tengah menyentuh benda yang mudah hancur.

"Aku tak berani pulang Giri ... Aku kotor," gumam Nona lemah.

"Ya, kita tak akan pulang. Aku akan membawamu ke tempat yang membuatmu nyaman. Oke?" Nona mengangguk lemah, tanpa penolakan.

Ia memasrahkan dirinya sepenuhnya pada Giri. Bahkan saat pemuda itu menggendongnya ia hanya terdiam. Sedangkan Giri, tak memedulikan sekitar sama sekali. Ia terus berjalan sambil menggendong Nona ala bridal style di tengah keramaian jalanan pagi kota Jakarta. Melewati pinggiran jalan, menyebrangi Zebra cross, ia pun menghentikan langkah tepat di depan sebuah gedung.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku