Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Belenggu Sang Takdir

Belenggu Sang Takdir

Arnisya Putry

5.0
Komentar
7
Penayangan
3
Bab

Bercerita tentang seorang mahasiswi yang mengalami cinta pertama yang bertepuk sebelah tangan dengan sahabatnya yang adalah seorang playboy. Dirinya yang tak bisa move on, malah berakhir mengalami depresi berat. Ditengah kesedihannya, ia berkenalan dengan seorang pria yang ternyata adalah saudara dari sahabat yang dicintainya, dab mereka pun sepakat untuk berpura-pura pacaran demi dirinya yang ingin memperbaiki kembali hubungan yang rusak dengan sang sahabat. Namun tanpa mereka duga, ternyata kepura-puraan keduanya justru menimbulkan rasa suka satu sama lain, dan kisah cinta yang manis pun bersemi dengan indah. Tapi semua itu tak berselang lama, karna takdir akhirnya membiarkan sebuah rahasia terbuka yang menyatakan keduanya adalah saudara seayah. Gadis itu kembali menjadi terpuruk, namun ia menjadi lebih hancur saat mendapati lelaki yang harusnya ia panggil kakak, dan sangat ia cintai, malah pergi untuk selamanya dari dunia. Perjalanan hidup yang ia lewati terasa semakin panjang dan menyakitkan, hingga membuat dirinya menjadi putus asa. Namun demi segala pengorbanan dan cinta yang telah diberikan padanya, ia pun berusaha bangkit kembali untuk bisa mengenang kisah mereka yang manis seumur hidupnya.

Bab 1 Prolog

Tangan menyentuh tubuh dimana letak hatiku berada, memastikan dengan benar tak ada segores pun luka yang bersarang disana. Kerutan nampak jelas terbentuk diwajahku, tak ada luka namun mengapa terasa begitu sakit seakan ada mata pisau yang berusaha mengukir karyanya disana?

Ku tatap wajahnya lekat seakan ingin menjelajah untuk terakhir kali. Berharap bisa membawa bayangnya bersama denganku untuk selamanya, sebelum akhirnya aku hanya bisa berbalik dan menjauh pergi saat tatapnya telah beradu dengan milikku.

Nalarku tau ia mengikuti kemana langkah kaki membawaku, telingaku sadar ia menyerukan namaku dengan keras, namun kakiku tak ingin menghentikan langkahnya walaupun hanya untuk sedetik saja.

Diriku seperti telah kehilangan semangat hidup, membuat jiwa ini ingin segera berpulang, meninggalkan segala sakit dan keputusasaan akibat luka tak kasat mata yang telah menggunung.

Tanpa sedikitpun rasa takut, ku arahkan langkah kaki menuju jalan yang dipenuhi dengan kendaraan. Berharap salah satu dari benda ciptaan manusia itu akan bisa menjadi perantaraku untuk bertemu malaikat maut yang akan membawaku menuju alam baka.

"ZOYA!" suara itu jelas terdengar, namun telingaku seakan tuli, tak mengindahkannya sedikitpun.

"ZOYA BERHENTI! Aku bilang berhenti, Zoya. Aku mohon!" teriak Elkana.

Ku pikir diriku telah mati rasa dan tak bisa merasakan apapun lagi, namun ternyata aku salah.

Mendengar suaranya yang memerintah terhadapku, entah mengapa perasaan emosi itu kembali muncul dalam diriku. Namun bukannya berhenti, aku malah semakin mempercepat langkah kakiku menuju kematian.

Langkahku terhenti saat tangannya menarik tubuhku dengan kuat, membuat diriku akhirnya jatuh dalam dekapannya. Seketika itu juga perasaan mual yang teramat sangat menyerang diriku, dan dengan cepat ku dorong tubuhnya menjauh.

"Jangan pernah kamu berani menyentuh tubuhku lagi, aku merasa sangat jijik disentuh oleh manusia sepertimu!" desisku pelan, namun nada marah terukir jelas disana.

"Aku mohon padamu, jangan melakukan hal bodoh yang akan membuat dirimu sendiri terluka, Zoya" mohon elkana dengan wajah yang selalu bisa membuatku menuruti segala maunya. Namun itu dulu, karna sekarang saat melihat dirinya seperti itu malah membuatku jijik.

"Apa pedulimu terhadap apa yang akan aku lakukan? Dan bahkan jika aku memutuskan untuk bunuh diri saat ini juga dengan berdiri ditengah jalan raya dan tertabrak kendaraan yang lewat, itu tidak lebih bodoh saat aku membiarkan diriku jatuh cinta padamu!" jelasku emosi

"ZOYA! Apa yang kamu katakan barusan? Apa kamu sudah gila?" bentak Elkana, terlihat marah.

"JANGAN BERTERIAK PADAKU! Apa kamu lupa kalau aku bukan tunanganmu yang bisa diatur semaumu? Karna tunanganmu yang sebenarnya, ada di dalam gedung tempatmu baru saja merayakan kebahagiaan diatas penderitaan yang kurasakan!"

"Aku mohon, dengarkan kata-kataku. Disini yang terluka dan menderita bukan hanya dirimu saja Zoya. Tapi aku juga ikut merasakan semua itu" ucap Elkana terlihat tak berdaya berusaha meraih tanganku, namun dengan cepat ku tepis dengan kasar.

"Apa yang barusan kamu bilang? Kamu juga terluka?.... menderita?.... kalau apa yang kamu katakan itu semuanya benar, kamu tidak akan mungkin melamar wanita lain didepan mataku, dan lagi itu adalah sahabatku sendiri Elkana! Bahkan kamu memutuskan aku secara sepihak tanpa membiarkanku mengetahui apa alasannya. Lalu sekarang kamu datang dihadapanku dan bilang bahwa kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan? Benar-benar luar biasa, entah sandiwara seperti apa yang sedang kamu mainkan!" air mata mulai membasahi pipiku tanpa sadar setelah mengeluarkan kekesalanku terhadapnya.

"Aku minta maaf Zoya, aku tau aku salah. Tapi seandainya kamu tahu kenyataan yang sebenarnya, kamu pasti akan mengerti mengapa aku melakukan semua ini! Demi apapun ini semua bukan inginku Zoya, aku melakukannya juga untuk kebaikan dirimu" ucap Elkana mulai ikut terisak.

"Kalau begitu, katakan padaku alasannya mengapa kamu tega melakukan segala hal yang kamu sendiri tau pasti bisa membuatku menderita!" pintaku emosi. Jujur melihat keadaan Elkana saat ini yang sampai terisak berbicara padaku, membuat diriku terluka dan kembali ingin percaya padanya.

"Aku tidak bisa Zoya. Aku tidak bisa memberitahu kamu alasan kenapa aku harus melakukan semuanya ini! Tapi suatu saat nanti setelah tiba saatnya, kamu pasti akan mengetahui semuanya dengan sendirinya" jawab Elkana yang membuatku kembali menelan pil kekecewaan untuk kesekian kalinya.

"KENAPA? Kenapa aku harus menunggu nanti, dan bukan sekarang?!" tanyaku histeris, merasa tak puas akan jawaban yang diberikan oleh pria dihadapanku.

"Karna itu semua hanya akan membuatmu semakin terluka Zoya. Dan aku hanya tidak ingin kamu sampai terluka lebih dalam lagi. Cukup aku saja yang menanggung semua ini, tidak perlu sampai harus melibatkanmu"

"Omong kosong Elkana! Apapun itu, tidak akan lebih menyakitkan bagiku saat melihatmu dengan tak ragu sedikit pun mengakhiri hubungan kita tanpa alasan yang jelas, dan lebih memilih sahabatku untuk menjadi pendamping hidupmu selamanya didepan wajahku!"

Sakit, sangat sakit saat diriku untuk terakhir kalinya ingin kembali berusaha mengerti apapun alasan yang akan keluar dari mulutnya, namun sampai akhir tak juga diijinkan untuk mengetahuinya.

"Maaf, maafkan aku Zoya. Kamu berhak marah dan kecewa padaku, ini semua memang salah mereka, tapi aku juga ikut berperan di dalamnya" ucap Elkana pasrah.

Hanya kata maaf dan omong yang tidak ku mengerti, yang ku dapat setelah pembicaraan yang menguras emosi, membuatku menjadi semakin frustasi.

"Terserah, jika itu maumu! Sekarang aku akan menghilang selamanya dari hidupmu, dan semoga kamu berbahagia selalu bersama wanita pilihanmu itu!"

Kembali ku arahkan tubuhku ke tujuan awalku tanpa memperdulikannya lagi. Meskipun ia memanggil namaku sekuat tenaganya, dan berusaha mengejar langkahku yang sudah berada diantara banyaknya kendaraan yang menghiasi jalan, namun aku tak akan berhenti hingga tujuanku tercapai.

Tak berapa lama sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi ke arahku. Tak ingin kehilangan kesempatan itu, cepat aku melangkah ke depannya namun belum sempat kulakukan, pada detik terakhir Elkana menarik tubuhku kebelakang hingga jatuh menyentuh aspal jalan.

Rasa sakit akibat menyentuh aspal terasa ditubuhku. Saat ku angkat wajahku ingin mengeluarkan amarah terhadap Elkana, namun pemandangan yang terjadi tepat di depan membuat diriku terdiam membeku.

"ELKANA!" teriakku histeris.

Semua terjadi begitu cepat seperti kaset film yang diputar dihadapanku dengan gerakan lambat. Ku lihat tubuh Elkana membentur mobil yang melaju ke arahnya dengan keras kemudian melayang jauh diudara dan akhirnya tergeletak jatuh membentur aspal.

Dengan suara tercekat aku coba kembali memanggil namanya berulang kali, namun tubuh itu diam membisu. Cepat ku hampiri dirinya dan seketika itu juga tubuhku jatuh terduduk disampingnya, saat melihat genangan darah yang membalut tubuhnya.

Saat itu juga waktu dihidupku seolah berhenti berputar untuk selamanya.

Bersambung...

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku