Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
84
Penayangan
5
Bab

"Aku akan merusak pernikahan kalian karena aku tidak ingin memiliki ibu tiri seperti wanita itu," gumamnya penuh dendam. Sebagai anak, aku mungkin tidak bisa mengerti keinginanmu Ayah. Yang aku tahu hanyalah bagaimana menjaga hati bidadariku yang tak bersayap. Melakukan segala kemungkinan untuk melindungi wanita yang membawaku ke dunia ini. Memberi rasa sakit pada wanita penggoda yang berani mengambil ayah dari ibuku!

Bab 1 Datang Melabrak

"Berhenti!" teriak seorang gadis berambut panjang. Suaranya menggema memenuhi ruangan gedung yang disewa Raihan untuk acara pernikahannya yang kedua kali.

Netra sipit itu menatap nyalang ke arah sepasang pengantin yang sudah siap di meja terdepan untuk mengucapkan akad nikah. Tangan Raihan dan seorang lelaki tua di hadapannya bahkan terlihat sudah saling berjabat.

Semua mata beralih pandang pada gadis itu. Tatapan mereka seolah mengintimidasi anak perempuan berusia 18 tahun.

"Akan aku hancurkan acara pernikahan kalian karena aku tidak sudi jika harus memiliki Ibu tiri seperti perempuan itu," gumamnya penuh dendam.

"Mamahku jauh lebih baik jika dibandingkan dengan sekretaris Papah, dandanannya saja seperti wanita murahan." Batin Aina bergemuruh dikuasai api amarah yang membakar dirinya hingga hangus.

Aina mengayunkan langkah cepat menuju meja tempat papahnya duduk. Wajah putih nan bersih anak itu berubah merah padam, irama jantung berdetak kencang akibat amarah yang bercokol dalam dada.

Gadis berkulit putih dengan perawakan langsing itu mengepalkan kedua tangan. Geram rasanya menyaksikan pengkhianatan Papah pada mamahnya. Dada seolah akan meledak, membuncahkan segala amarah yang memenuhi seluruh ruang di hati

Butiran bening sedari tadi mendesak ingin jatuh dari pelupuk mata Aina. Namun, sekuat tenaga menahan agar tetap diam di tempatnya sebelum amarah terlampiaskan.

Ingin rasanya segera mencakar wanita yang sedang duduk di samping lelaki yang menjadi malaikat tak bersayapnya. Menampar wajah, menarik rambut hingga hati Aina merasa puas. Memberi perempuan genit itu pelajaran yang akan diingat seumur hidupnya bahwa merebut suami orang adalah perbuatan kejam.

Wanita berkulit kuning langsat, berpakaian kebaya serba putih dengan hiasan siger kepala khas pengantin sunda tertancap rapi di sela rambutnya yang tergulung itu tertegun. Penampilan Anita terlihat cantik dan elegan memang, meski akhlak dan kelakuannya minus! Perebut tetap saja perebut. Mau dipoles secantik apa pun wajahnya, dia tetap perusak rumah tangga orang.

Saat Aina sampai di meja depan. Raihan sudah berdiri menyambut putrinya dengan wajah merah padam penuh amarah. Tidak jauh beda dengan wajah sang anak yang juga merah seperti tomat matang.

"Ngapain kamu ke sini Aina?!" bentak Raihan. Wajah gagah dengan tubuh tinggi besar yang dibalut kemeja dan jas berwarna hitam terlihat sangat elegan. Pria itu terenyak dengan kedatangan putrinya. Tidak menyangka sama sekali. Bola mata membulat penuh memindai tajam anak gadisnya.

"Mewah sekali! Pantas saja perempuan itu tertarik pada Papah. Papah Gagah, tampan, dan yang paling penting kaya! Apa Papah sadar kalau wanita itu hanya tertarik pada uang?"

Mungkin benar apa yang dikatakan Aina. Apa lagi yang dicari? Kalau Anita wanita baik-baik, seharusnya mencari lelaki sepadan dengan usianya. Bukan Raihan yang usianya sudah setengah tua. Berbeda lima belas tahun dengan Anita.

Raihan bahkan lebih pantas menjadi Ayah Anita dibanding menjadi suami. Dasar wanita rakus harta. Sungguh tidak tahu diri!

"Hentikan pernikahan ini, Pah! Sadarlah! Jangan sakiti Mamah," pintanya dengan bibir bergetar. Air bening menitik ke dinding pipi, kemudian mulai berlomba melompat dari pelupuk mata.

Lelaki tua berkumis tebal yang berseberangan tempat duduk dengan Raihan menggeser kursinya mundur lalu berdiri. Pria itu adalah Ayah dari perempuan yang akan dinikahi oleh Raihan sebab dilihat dari pakaiannya berwarna senada dengan pengantin.

Tatapan lelaki itu penuh amarah. Tidak, bukan hanya tatapan lelaki itu, bahkan semua yang hadir dalam ruangan ini menatap Aina dengan tatapan kebencian. Hanya sebagian kecil yang menatap aneh, penuh tanya serta iba.

Terserah! Aina tidak peduli sekali pun mereka membenci kedatangannya. Perempuan bernama Anita itu yang memulai menabuh genderang perang dengannya.

Sebagai anak, dia tidak akan tinggal diam melihat Wanita yang telah melahirkannya menderita. Tersiksa batin hanya karena perempuan tidak memiliki perasaan. Seharusnya sebagai sesama wanita Anita bisa merasakan apa yang sedang mamanya Aina rasakan. Jangan egois!

Hanya karena merasa cinta, Anita bisa seenaknya menghancurkan hubungan orang lain yang sudah belasan tahun dibangun. Cinta yang datang dari Allah adalah cinta yang menambah kecintaan kita pada-Nya. Bukan yang berasal dari bisikan setan.

Cinta yang datang dari bisikan setan sudah pasti diselimuti hawa nafsu dan pada akhirnya hanya akan menyakiti dan disakiti.

"Bereskan semua ini! Saya kasih waktu sepuluh menit," cerca lelaki tua itu sambil menunjuk hidung Raihan. Detik kemudian, pria itu kembali duduk di kursinya setelah berkata sembari menggebrak meja.

Perempuan yang dua tahun belakangan menjadi sekretaris Raihan dan akan menjadi istrinya hanya diam tertunduk. Mungkin Anita malu menjadi tontonan para tamu yang datang sebab topengnya sudah dibuka paksa oleh Aina.

Seketika itu Raihan menarik lengan Aina, menyeret tubuh putrinya dengan kasar ke pojokkan sisi panggung yang terletak di sisi dekat meja akad. Pria itu melayangkan tangan ke pipi kanan Aina dengan sekuat tenaga. Hampir saja tubuh perempuan itu ikut terpental akibat kerasnya tamparan.

Mata Raihan berkilat penuh amarah, menyala seperti harimau yang akan menerkam mangsanya. Aina mengerjapkan mata, sejenak mengatur napas. Merasakan sakit di pipi, mengusapnya dengan sebelah tangan sembari meringis.

Napas gadis bermata sipit itu bergemuruh penuh gejolak. Namun, tertahan oleh tangan papanya yang tiba-tiba mencengkeram tangan sebelah kanan.

Semua mata seolah tidak melihat kejadian yang sedang dialami. Mereka berusaha memalingkan wajah saat netra Aina menatap ke sekeliling, sorot itu seolah-olah meminta keadilan serta bantuan. Namun, tidak ada yang peduli.

Mungkin mereka puas melihat Aina diperlakukan seperti itu oleh Papahnya sendiri. Tapi sungguh, anak itu tidak peduli pada penilaian mereka.

Hati mamahya sedang terluka di rumah, meski Beliau hanya bisa diam tanpa melakukan apa pun, tapi perasaan seorang istri yang dikhianati pasti lebih sakit dari apa yang sedang dirasakan Aina.

Belasan tahun Lisa menemani Raihan menjalani hidup. Sejak keadaan susah hingga berubah menjadi mapan seperti sekarang ini.

Ini balasannya dari setiap pengorbanan yang Lisa persembahkan? Tidak cukupkah baktinya sebagai seorang istri yang selalu setia saat keadaan sulit?

Lisa bukan seorang istri durhaka. Dia wanita yang sangat patuh dan taat pada suami. Istri yang selalu menjadikan suami adalah raja dalam kehidupannya. Istri yang selalu mengedepankan suami dalam hal apa pun.

Tidak pernah sekali pun Lisa mengeluh ketika kekurangan. Baik dalam hal materi ataupun hal lainnya. Jika Raihan memberi uang belanja kurang, dia yang banting tulang mencari tambahan dengan membuat kue untuk dijual.

Lisa selalu mendidik dan mengajarkan anaknya cara bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan dalam hidup. Perempuan berkulit putih itu nyaris tidak pernah mengeluh dalam kondisi tersulit sekali pun. Lebih memilih mencari jalan keluar dari setiap masalah yang sedang dihadapi daripada mengeluh.

"Pulang, kamu! Jangan bikin malu Papah!" hardiknya.

Kedua bola mata Raihan seakan mau melompat keluar dari tempatnya. Dia memberikan penekanan pada putrinya. Namun, Aina menautkan kedua alis, mengangkat sebelah ujung bibir, menyunggingkan senyum sinis.

"Hentikan pernikahan ini! Kalau tidak lihat saja!" ancamnya sembari mengendikkan dagu.

"Kamu anak kecil bisa apa, hah?" Raihan membusungkan dada. Mengeratkan cengkeramannya di tangan kanan putrinya.

Anak kecil? Halo Raihan, anakmu itu sudah dewasa. Usianya sekarang sudah delapan belas tahun. Bukan lagi anak kecil yang akan diam saja jika diperlakukan seenaknya. Salah besar jika masih berpikir Aina adalah seorang anak kecil.

Dia tidak semanis putri kecilmu dulu. Asam garam kehidupan sudah mengajarkan banyak hal padanya. Hal baik dan buruk, hal yang pantas dan tidak untuk dilakukan.

Tanpa basa basi Aina melepaskan paksa tangan yang di cengkeram dengan cara menggigit lengan papanya. Bergegas berlari menaiki panggung yang sudah berjejer alat musik di atasnya. Meraih mikrofon yang berada di bagian paling depan lalu menyeret tombolnya agar menjadi on.

Hati anak itu sudah benar-benar terbakar oleh amarah. Tersirat kebencian pada papahnya sendiri yang tega menyakiti dan memperlakukan dirinya dengan kasar.

Seumur hidup belum pernah Aina ditampar atau diperlakukan kasar. Namun, kali ini demi wanita sialan itu, Raihan tega menampar putrinya di depan banyak orang. Jangan salahkan gadis itu sebab papahnyalah yang lebih dulu menyulutkan bara amarah.

"Tes, tes." Aina mencoba berbicara menggunakan mikrofon. Semua mata orang yang hadir tertuju padanya.

"Hadirin yang terhormat, perkenalkan saya Aina, anak sulung dari mempelai pria yang akan menikah hari ini. Perlu kalian tahu, perempuan itu adalah perusak rumah tangga kedua orang tuaku. Dia seorang pelakor, benalu yang bisanya menumpang hidup sama suami orang!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku