Bukan pernikahan impian. Bukan pula keinginannya untuk bisa bersama dengan pria yang dia cinta dengan cara yang salah. Adena harus terjebak dalam lautan benci keluarganya di mana karena dia dan kekasih saudarinya terpergok di dalam satu ranjang yang sama dan tanpa busana. Pernikahan terjadi antara Adena dan Revan Pramadya, kekasih kembarannya sendiri dan pria yang diam-diam ia cintai. Tapi sayangnya pernikahannya tak berjalan mulus, karena sikap Revan yang semula sangat ramah padanya berubah menjadi dingin dan acuh terhadapnya.
Menjadi seorang guru sekolah dasar itu harus serba bisa.
Juga harus bisa mengambil perhatian dan simpatik anak-anak.
Terlebih bagaimana cara Adena melakukan pendekatan pada anak-anak murid kelas satu.
Kali ini dia harus menjadi wali kelas anak kelas satu.
Cukup menguras tenaga karena menghadapi anak-anak yang baru masuk sekolah merupakan tantangan baru buatnya.
Seperti kali ini, meski sudah lagi bukan jam kerjanya tapi Adena masih harus menjaga satu orang muridnya yang menunggu jemputannya.
"Ibu Guru, Cinta lapar"
Adena yang tengah memperhatikan gerbang sekolah menanti kedatangan wali anak muridnya itu mendadak mengalihkan pandang pada Cinta, ketika gadis kecil itu bersuara.
"Cinta lapar?"
Adena nampak melihat lagi sekelilingnya, memastikan apakah jemputan Cinta sudah datang atau belum.
"Iya! Cinta mau jajan makanan di depan sekolah sana!" gadis kecil itu menunjuk beberapa pedagang makanan yang berjualan tepat di depan gerbang sekolah.
"Cinta makan makanan di kantin aja ya. Bu Guru tidak bisa mengizinkan Cinta untuk membeli makanan di sana, nanti Maminya Cinta bisa marah"
Cinta menggeleng dan tersenyum lebar pada Adena "Ibu Guru tenang saja, yang jemput Cinta hari ini bukan Mamih! Tapi Om Revan! Kalo sama Om Revan biasanya Cinta dibolehkan beli jajanan!"
Adena tetap saja merasa khawatir dan takut andai anak muridnya bisa sakit perut jika jajan sembarangan.
Untunglah belum ia membuka suara, sebuah mobil masuk ke halaman sekolah dan membunyikan klaksonnya membuat pandangan Cinta beralih ke depan.
"Itu mobilnya Om Revan!!"
Cinta bangkit dari posisi duduknya untuk melambaikan tangan pada si Om yang sudah memarkirkan mobilnya untuk menjemput keponakan tersayangnya itu.
Pria dengan setelan kemeja serta rambut yang disisir rapih itu mampu membuat jantung Adena memompa dengan cepat saat menatap untuk pertama kalinya.
Wajah tampan dan tegas pria itu berhasil membuat kedua mata Adena terfokus ke sana. Terlebih saat bibirnya menyunggingkan senyum yang diberikan pada keponakan tersayangnya.
"Hai cantik! Lama ya tunggu Om?"
Cinta menggembungkan pipinya dan mengangguk kuat, membuat pria bernama Revan terkekeh geli dan mengacak rambut Cinta lembut.
"Maaf ya, Om baru selesai meeting dan lansung meluncur ke sekolah Cinta"
Cinta menggeleng "Cinta lapar tau Om! Cinta mau makan di restorannya Om! Mau makan eskrim juga, baru nanti Cinta maafkan!"
Revan mendengus geli dan mengangguk "baiklah! Ayo"
Cinta tersenyum senang, namun seakan melupakan sesuatu ia melihat Adena, gurunya tersebut yang masih terfokus menatap pada Omnya itu.
"Ibu Guru!"
Merasa dipanggil, Adena mengerjap pelan dan membuang pandangnya dari Revan yang membulatkan kedua matanya saat melihat Adena.
Adena merasa malu dan pipinya memanas karena merasa tak sopan sudah menatap seorang wali muridnya dengan tatapan kagumnya.
"I-iya Cinta, Om kamu sudah jemput kan? Kalau gitu hati-hati di jalan ya"
Adena mengusap lembut puncak kepala Adena dan berusaha agar tak melirikan kedua matanya pada Revan.
"Ehm maaf, saya Revan adik dari Papahnya Cinta"
Revan berdehem sejenak dan mengulurkan tangan meminta dijabat oleh Adena.
Adena merasa gugup dan mengangguk pelan "Adena, wali kelasnya Cinta" Adena akhirnya membalas jabatan tangan Revan yang menatapnya dalam dan terlihat sangat menelitinya.
"Ibu Guru bareng Cinta yuk pulangnya! Boleh kan Om?"
Cinta membuka suara membuat Adena dengan cepat melepas genggaman tangannya karena gugup dan merasa merona hanya karena tatapan Revan padanya.
"Tidak perlu Cinta, Ibu bisa naik angkutan-"
"Tidak apa-apa, ikut kami saja. Mobilnya masih muat kok" Revan tersenyum ramah pada Adena, yang mulai kehilangan kendali berpikirnya hanya krena senyuman yang Revan beri.
"Asik!! Ayo Bu Guru!" Cinta menarik tangan Adena dan dibawanya menuju mobil Revan.
Revan yang berada di belakang kedua perempuan berbeda usia itu menarik sudut bibirnya membentuk senyum lebar.
Wajah gadis itu benar-benar mirip dengan kekasih hatinya, dan hal itu memancing kecepatan detak jantungnya bekerja.
***
Adena merasa sangat gugup dan canggung berada di tengah-tengah hubungan muridnya dengan Om dari gadis itu.
Padahal biasanya, Adena tak pernah sekaku ini jika berada bersama wali muridnya.
Apa mungkin karena pesona Revan yang berhasil mengacaukan pikirannya dan membuatnya sangat canggung.
"Ibu Guru ikut kita makan ya?" Adena mengerjap pelan dan melihat sosok Cinta yang memutar tubuh menghadapnya.
Gadis kecil itu yang duduk di samping Revan bertanya padanya dan membuat lamunan Adena buyar.
"Tidak perlu Cinta, Ibu tidak perlu ikut makan. Maaf Pak saya bisa turun di halte depan saja, supaya saya tidak mengganggu acara kalian"
Revan menggeleng oelan "tidak masalah kok Bu, anggap saja ini bentuk terimakasih karena Ibu sudah menjaga Cinta tadi, lagi pula Ibu juga belum makan siang bukan? Jadi sekalian saja"
Adena tersenyum tipis, dia kehilangan kosa kata untuk menolak ajakan Revan dan Cinta.
"Ibu Guru harus coba makan di restorannya Om! Di sana makanannya enak-enak!"
Adena hanya mengangguk pelan dan memberikan senyumnya pada Cinta.
Kedua tangannya mencengkram erat tas tangan miliknya. Sungguh berada dekat dengan Omnya Cinta membuat perasaan dan hati Adena menghangat.
Ia tidak tau perasaan apa yang kini dia rasakan.
***
Ketiga manusia itu akhirnya berada di sebuah restoran mewah yang baru Adena tau bahwa pemilik restoran ini adalah laki-laki muda di hadapannya.
"Kamu boleh pesan apapun, jangan sungkan ya" ujar Revan pada Adena saat ketiganya sudah duduk di ruangan privat.
"Terimakasih Pak sebelumnya, maaf juga sudah merepotkan, karena kehadiran saya jadi mengganggu acara makan siang kalian"
Revan tertawa pelan dan memggeleng "kami sama sekali tidak mempermasalahkannya. Dan bisa kita mulai dengan panggilan santai saja? Sepertinya usia aku dan kamu hanya selisih bebrapa tahun. Rasanya aneh jika kamu memanggilku Bapak"
Adena memamerkan gigi rapihnya dan tertawa kecil "aku pun merasa demikian. Jadi aku boleh panggil Revan?"
Revan mengangguk senang "tentu saja"
"Om! Cinta sudah boleh pesan?" Cinta yang selesai melihat-lihat gambar pada buku menu di hadapannya berbicara pada Revan yang berada di hadapannya.
"Boleh sayang" Revan memanggil pelayan restoran dan meminta pelayan tersebut mencatat semua pesanan Cinta dan Adena.
Kedua manusia dewasa itu terkekeh geli saat mendengar ocehan dan cerita Cinta sampai pelayan yang mencatat pesanan mereka kembali untuk mengantarkan makanannya.
Suara Cinta pun perlahan terhenti karena gadis kecil itu lebih fokus terhadap makanan yang ada di piringnya.
"Boleh aku mengatakan sesuatu sama kamu Adena?" bisik Revan pelan yang justru membuat tubuh Adena menegang dan menatap Revan dengan gugup.
"A-apa itu?" Adena terlihat gugup dan rona merahnya kembali menghiasi wajah.
Revan tersenyum tipis dan menggeleng pelan, kedua matanya masih sibuk menatap Adena.
"Pertama kali bertemu denganmu, aku sangat terkejut karena wajahmu sangat mirip dengan kekasihku. Jika dia bersamaku mungkin kalian bisa menilai sendiri bagaimana miripnya wajah kalian, sayangnya dia masih ada pekerjaan di negara luar"
Senyum perlahan hilang dari wajah Adena, namun tak lama ia kembali memamerkan senyumnya. Hanya sebuah senyuman yang dipaksa sebenarnya.
Karena mendengar apa yang Revan katakan membuatnya patah hati.
Padahal baru ia merasakan perasaan jatuh cinta namun sudah dipatahkan karena ternyata pria di depannya ini sudah punya kekasih.
Dan yang lebih mengejutkan kekasih pria itu katanya mirip sekali dengannya.
Makanan enak yang tengah Adena makan pun kian terasa tak enak hanya karena pengaruh rasa sakit di hatinya.
Buku lain oleh Caty Perii
Selebihnya