Lara tidak pernah menyangka bahwa pernikahan yang ia jalani bersama Ilham adalah awal petaka pada akhirnya. Hadirnya orang ketiga membuatnya takut akan adanya pernikahan kembali. Dari pernikahannya ia memiliki seorang anak perempuan bernama Cherry, gadis manis yang begitu lucu. Kehidupan Lara berubah setelah bercerai, mantan suami yang mendekatinya kembali seolah ingin merajuk pernikahan kembali. Sementara Banyu hadir menjadi penjaga sekaligus laki-laki yang menginginkan adanya pernikahan kembali. Namun, Lara masih bergelut akan traumanya akan pernikahan. Penghianatan membuatnya takut untuk melangkah kembali. Akankah Banyu memperjuangkan cintanya? Akankah Lara kembali membuka hatinya dan memulai pernikahan lagi? Ataukah Lara kembali merajuk pernikahan bersama Ilham? Mampukah Lara melepas rasa traumanya?
Disebuah komplek perumahan elite hiduplah satu keluarga dalam sebuah rumah sederhana. Pagar hitam dengan warna campuran coklat mendominasi pagar pendek dirumah tersebut. Seorang wanita paruh baya tampak memegang selang sembari menyiram tanaman toga yang tampak layu dan kering. Sembari bersenandung wanita paruh baya tersebut tampak sesekali melirik rumah depannya. Sambil memegang selang matanya tajam melirik seperti ujung pisau. Tak sadar, air yang harusnya menyiram tanaman toga malah keliru membasahi satpam komplek yang tengah berjalan, "Masyallahhh..
Ibu!!!" serunya sembari mengusap wajahnya yang basah. Sontak wanita paruh baya tersebut melempar selang "Astaga bapak! Ngapain basah-basahaan kayak anak SD,".
"Bu kamu lihat ini saya basah sendiri apa apa disiram," bapak satpam tersebut menyeka wajahnya kesal. Wanita itu hanya tersenyum, "Asupan pagi pak, biar ganteng. Jarang lho saya bilang gini tapi dilihat-lihat bapak ini ganteng mana rajin, cocok sama Mia baby sitter Cherry," godanya. "Heleh, kamu ini ngelantur. Saya ini basah kuyup begini kalau masuk angin kamu mau gantiin saya ngeronda?" sang satpam tampak masih kesal.
Dari dalam rumah keluar wanita muda dengan seragam baby sitter yang dikenakannya. "Bu, kok malah diluar. Dari tadi mas Ilham nyariin katanya ditunggu sarapan di meja makan, lho pak kumis itu kenapa bajunya basah semua," ucapnya sembari menunjuk satpam didepannya. "Pagi mbak Mia eh, kamu pagi-pagi sudah cantik," ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Tadi ngomel-ngomel," wanita paruh baya itu melirik satpam tersebut sembari membuang muka. Satpam yang dipanggil pak kumis itupun menaikkan alisnya heran.
"Eeee dasar nenek nenek," batinnya
Mia menuntun wanita itu memasuki rumahnya, "Mas Ilham sudah makan ta Mia," tanya wanita itu.
Mia menganggukkan kepalanya, "Sudah Bu," ucapnya.
"Rumah gak tau bersih, heran aku. Lha masak semua tanamanku mati," wanita itu mengomel sembari menatap seorang wanita yang tengah berjalan tertatih di depannya. Wanita itu hanya diam dan menundukkan Kepala.
"Bu, emang mbak Ju kemana? Kan ada Mbak Ju, Sayang kamu makan dulu," tanya seorang pria di meja makan sembari menatap sang istri.
"Iya mas sebentar lagi, aku mau ke belakang dulu," ucapnya sembari melenggang pergi meninggalkan meja makan. Ilham tahu bahwa sang istri pasti menuju dapur. Ilham menatap sang ibu dan berjalan mengikuti sang istri.
Ilham melihat istrinya tengah mencuci piring, dari belakang kaki mungil sang istri nampak bengkak, banyak Stretch Mark di lipatan kakinya.
"Ayo makan dulu, kan ada Mbak Ju. Ngapain kamu cuci piring," rayunya dari kejauhan.
"Ya mas sebentar," tolak sang istri.
"Kamu ini dibilangin ngeyel, heran aku. Dikasih yang enak malah gak mau," gerutu Ilham lalu pergi meninggalkan istrinya yang terdiam.
Lara mematikan kran yang menyala secara perlahan, meletakkan spons pencuci piring kemudian. "Kalau aku makan seperti katamu apa ibumu suka?" batinnya. Air matanya menetes, ia mengingat sindiran sindiran yang dilontarkan sang ibu mertua.
"Bunda!!" Suara mungil terdengar melengking.
Lara menyeka air matanya cepat dan menuju sumber suara dengan berjalan perlahan mengingat kedua kakinya yang bengkak.
"Ya nak!!" Sahutnya.
"Anak bunda sudah bangun, maaf ya. Nyari bunda ya tadi?" ucapnya sembari menggendong anaknya.
Gadis mungil itu menganggukkan kepalanya, "Bunda cantik," katanya sembari menggosok matanya.
"Tidurnya nyenyak tidak?" Tanya Lara lagi.
Gadis itu menganggukkan kepalanya lagi. "Bunda ngapain?"
"Bunda nyuci piring, trus bunda mau masak buat jualan," ucap lara.
"Aku mau di kamar sama bunda, ayo bunda," gadis itu menarik tangan Lara mengajaknya menuju kamar.
"Lho Cherry, sudah bangun." ucap Mia dari kejauhan.
"Sama mbak Mia yuk. Kita jalan-jalan sambil lihat kambing di ujung lapangan," rayu Mia yang baru saja datang.
"NGGAK! Aku mau sama bunda, ayo bunda," Cherry tetap menarik tangan Lara erat.
"Cherry, tuh liat bunda kamu, kasihan lho. Kakinya lagi bengkak, jalannya kayak robot pasti sakit," ucap Mia.
Cherry melirik sang ibu dan menatap kedua kaki ibunya yang bengkak. "Bunda sakit?" Tanyanya.
Lara menggelengkan kepalanya, "Bunda ngga sakit, kaki bunda cuman bengkak," ucapnya.
"Orang ngga sakit kok, Pergi sana!!" usir Cherry sambari menatap Mia.
Lara menatap Mia dan memberi syarat untuk pergi. Lara menggandeng tangan Cherry menuju kamarnya. Mereka tidur berdua dan bercanda gurau.
Tiba-tiba wanita paruh baya masuk begitu saja, "Cherry sayang, sudah bangun. Ikut Oma jalan-jalan yuk," ajaknya.
"Ngga mau," tolak Cherry.
"Bener ngga mau? Oma punya permen sama coklat lho," rayunya.
"Permen?" Tanya Cherry penasaran.
"Iya, yuk.. yuk.. Emang kamu ngga bosan? Dikamar kayak ayam ngga ngapa-ngapain? Maen princessnya udah selesai. Waktunya bangun, masa perempuan siang bangunnya," sembari melirik Lara.
Lara yang merasa tersindir segera bangkit. "Lho bunda mau kemana? Bunda kan sakit," tahan Cherry.
"Ehh.. Biarin aja cantik orang bundamu sehat, tuh masih nafas. Lupa ya kalau harus buka kedai? Yang masak kan bunda, kalau bundamu ngga masak kasian kedainya ngga buka," ucap Oma.
Cherry menganggukkan kepalanya, "Hati-hati ya bunda," ucapnya.
Lara menuju dapur dengan kedua kaki yang bengkak. Meski perlahan ia mencoba berjalan sekuat tenaga. Dari kejauhan ia mendengar kegaduhan. Sambil menggeret kakinya yang begitu sakit ia berjalan menuju sumber suara.
"Mas, emang kamu ngga bantuin istrimu?" ucap seorang wanita.
"Gunanya bayar Mbak Ju terus apa beb?" jawab seorang pria.
"Beb??" batin Lara.
"Mas, jangan disana agak naik dikit," Lara mendengarkan lagi.
"Ahh.." desahan terdengar jelas.
Lara menutup mulutnya dengan tangannya.
"Emang istrimu ngga bisa begini ya?" tanya wanita itu.
"Penyakitan kayak gitu kok ngarep enak-enak. Yang ada males gak bergairah beb. Enakan sama kamu kalau enak-enak," Lara terdiam, matanya merah menahan tangis.
"Makanya kamu sih nggak ketemu aku duluan waktu itu, coba kalau dulu kamu udah sama aku. Pasti kamu nggak akan ngerasa kesepian apalagi kecewa," jelas mia.
Lara memeras bajunya yang kering seakan menahan rasa sesak. Ia tak menyangka akan menerima rasa sakit yang begitu dalam. Ia berjalan menuju dapur, meninggalkan gudang dengan rasa sesak di dada.
Lara bergegas memasak tanpa suara, dengan cepat ia berusaha menyelesaikan tugasnya. Ia benar-benar ingin segera memasuki kamarnya. Waktu berlalu begitu cepat, dua jam sudah berlalu Lara tengah membereskan dapur. Sambil terdiam ia membersihkan peralatan dapur yang tadi ia gunakan.
Lara memejamkan matanya, rasa lelah rasanya terkalahkan oleh rasa sakit yang ia rasakan. Lara melepas celemek yang ia pakai, "Sudah?" tanya Ilham dari belakang.
Lara hanya menganggukkan kepalanya, tak mengeluarkan suara apapun. Lara berjalan meninggalkan Ilham di dapur. Ilham menyiapkan keperluan untuk dibawa ke kedai.
Sementara Lara bergelut dengan pikiran sendunya didalam kamarnya.