Kiara Parvati, gadis 22 tahun itu mengalami banyak kegagalan cinta sepanjang masa remaja hingga beranjak dewasa. Hidup sebagai anak dari Ayah yang seorang pejabat penting itu ternyata telah membuatnya cukup kesepian dan sedih. Hidup Kiara yang selalu gagal dalam percintaan itu menyorot perhatian sang Ayah yang seorang duda. Siapa sangka sang Ayah malah menjodohkan Kiara dengan seorang teman kerjanya. Kiara tentu tidak terima, pria bernama Dalvin Pramoedya itu sudah berusia 42 tahun dan tentu saja jarak usia mereka sangat jauh. Namun, melihat sang Ayah yang sudah sakit-sakitan, Kiara akhirnya menerima lamaran Dalvin terhadapnya. Kehidupan pernikahan terpaut 20 tahun itu menyimpan banyak sekali perbedaan. Dalvin yang sangat dewasa, serta Kiara yang kolokan dan manja itu telah menumbuhkan cerita baru diantara keduanya. Bagaimana Kiara dan Dalvin menghadapi mahligai pernikahan tersebut? Bagaimana Kiara menghadapi sosok yang diam-diam mencintai suaminya?
"Kita putus aja ya?"
Kiara terbelalak melihat kekasihnya, Adrian memutuskannya tiba-tiba. Mata Kiara terbuka lebar, lelaki yang menempuh perguruan tinggi bersama hingga lulus itu tanpa pemberitahuan atau tanpa pertanda langsung mengajaknya berpisah.
"Adrian, gue salah apa sama lo? Gue enggak ngelakuin apa-apa atau pun selingkuh. Lo kok tega mutusin gue?!" Kiara menekan nada bicaranya dengan getir.
"Kita enggak cocok, gak usah nanya soal apa pun lagi. Mengerti? Semoga kamu dapetin cowok yang lebih baik dari gue."
Adrian menepuk pundak Kiara dan meninggalkannya begitu saja. Kiara tertegun dengan tangan gemetar. Dirinya tidak mengerti, kenapa Kiara selalu saja gagal dalam percintaan? Kiara menjalin asmara dengan Adrian selama dua bulan sejak mereka saling mengenal dan masuk Universitas. Bagaimana bisa waktu sesingkat itu Adrian meninggalkannya?
Langkah Kiara terseok-seok, napasnya sesak sekali karena harus putus cinta. Tampak Cecilia, sahabat Kiara menghampiri gadis tersebut dengan wajah penuh tanda tanya.
"Ara, lo kok pulang sendiri? Kenapa Adrian ninggalin lo gitu aja?" tanya Cecila tak mengerti.
Kiara menahan air mata, akan tetapi di hadapan Cecilia ia tidak mampu menahan air matanya. Kiara menangis, ia memeluk Cecilia dengan perasaan hancur.
"Lagi-lagi gue diputusin, kenapa sih? Apa gue ini terlalu jelek buat jadi pacar seseorang? Apa gue ini-"
"Kagak! Si Adrian yang buta! Gila ya tuh orang, mending gitu loh dia punya spek wajah seganteng NCT. Ini mah boro-boro NCT, muka dia gak ada cakep-cakepnya! Heran, tampang segitu aja berani banget mutusin elo yang cantik." Cecilia bicara dengan nada berapi-api, ia jadi bawa-bawa fisik karena merasa Kiara merupakan gadis yang sangat cantik.
"Ih Cecil, jangan gitu ah. Gak boleh ngehina fisik orang." Kiara memegang lengan Cecilia. "Kita pulang aja yuk."
Cecilia menarik napas panjang dan mengembuskannya. Kiara yang putus, Cecilia yang merasa kesal serta sakit hati. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dan merenungi kejadian tersebut.
Langkah Kiara gontai, ia turun dari dalam mobil dengan perasaan yang benar-benar sedih. Akan tetapi ia tidak boleh menunjukan apa pun pada keluarga, selain karena takut mereka semua khawatir, Kiara juga menghindari ledekan kedua adik laki-lakinya yang menyebalkan.
Benar saja, saat Kiara membuka pintu tampak adik keduanya Nino dan adik bungsunya Icung langsung menghampiri sang Kakak dengan tatapan penuh tanda tanya. Ternyata sulit menyembunyikan rasa sedih di hadapan kedua adiknya, mereka selalu saja tahu jika terjadi sesuatu dengan Kakaknya.
"Tetèh, muka lo kenapa? Kusut banget kayak cucian kemarin." Nino langsung mendekatkan wajahnya ke arah Kiara. "Bau-baunya, lo habis nangis kayaknya."
"Kenapa sih Tèh, lo mewek mulu kayak pemain sinetron ikan terbang?" Icung menimpali sambil merangkul Kiara.
Kiara mendengus, belum apa-apa dua adik lelakinya itu langsung mencecar Kiara dengan pertanyaan-pertanyaan mereka yang menyebalkan. Kiara malas menjawab, akan tetapi jika ia bungkam maka kedua adiknya akan langsung memberikan laporan akurat pada kedua orangtua mereka.
"Diem deh, gue capek mau ke kamar dulu." jawab Kiara sambil mendengus.
"Tèh, jawab dulu ih. Lo enggak abis nangis kan?" Nino memastikan Kakaknya itu baik-baik saja.
Kiara menganggukkan kepala, ia menepuk bahu Nino dan Icung sambil mengulas senyum. Walau kedua adiknya menyebalkan, akan tetapi tentu mereka semua seperti itu karena perhatian.
"Gak apa-apa. Udah ya, Tetèh ke kamar dulu." Kiara berjalan menjauh dan menarik napas panjang.
Kedua adiknya itu berhenti bertanya, akan tetapi langkahnya berhenti saat sang Ayahanda ada di depan tangga menuju kamarnya. Tampak pria yang Kiara serta kedua adiknya panggil "Babeh" itu tengah melipat tangan dan memandangi Kiara saksama.
"Babeh?" Kiara terkejut karena Babeh tengah menunggu jawabannya.
"Muka kamu kenapa Tetèh? Babeh lihat-lihat kok kamu kayak habis nangis?" tanya Babeh dengan tatapan teliti ke arah Putrinya.
"Enggak Beh, tadi kena debu doang ih." Kiara mengucek matanya. "Nyimpen tas dulu ya Beh ke kamar?"
Kiara berjalan menaiki anak tangga dengan perlahan. Babeh hanya memandangi putrinya itu dengan tatapan khawatir. Beliau bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi dengan Kiara?
"Beh, aku yakin si Tetèh lagi patah hati." Nino menghampiri Babehnya itu sambil memicingkan mata. "Setahu aku, Tetèh selalu diputusin sama cowoknya."
Babeh mengerjapkan mata. Beliau tidak percaya bila putrinya yang cantik itu selalu gagal dalam percintaan. Karenanya, Babeh mendekat ke arah Nino dengan wajah bertanya-tanya.
"Jadi Kakakmu barusan itu beneran habis nangis? Yang mana lakinya biar Babeh hajar!" Babeh tiba-tiba melinting kaus yang tengah digunakannya.
"Beh sabar Beh, jangan hajar dulu. Bukannya bagus ya Tetèh putus dari laki-laki gak bener?" Icung menengahi emosi sang Babeh. "Tenang semuanya, Tetèh pasti bakal cerita kok."
Akhirnya Babeh dan Nino menahan emosi mereka. Babeh memang masih berusia muda, sehingga jika terjadi sesuatu dengan putra putrinya ia akan maju paling depan untuk membela. Beliau benar-benar khawatir, pasalnya sejak Mama Kiara meninggal dunia beliau jadi lebih sibuk dan jarang memperhatikan Kiara.
Jam makan siang pun tiba, seperti biasa satu keluarga berkumpul di meja makan untuk makan bersama. Kiara duduk di dekat Babeh, menyajikan makan bersama Asisten rumah tangga untuk dibagikan pada dua adik serta sang Ayahanda tercinta. Sejak sang Mama tiada, tugas Kiara tidak hanya menjadi seorang anak melainkan menjadi pengganti Ibu bagi kedua adiknya.
"Duh anak Babeh makin cantik aja, udah ganti skin care ya, Tetèh?" tanya Babeh sambil menerima sepiring nasi.
Kiara mendengus. Ia membagikan nasi pada kedua adiknya dengan mimik wajah cemberut tanpa menjawab pertanyaan Babeh.
"Mana ada, si Tetèh cemberut terus gini. Yang ada dia bakal cepet tua." Nino mengomentari sambil tertawa kecil.
"Diem ya Nino, gue gampar nih pake sendok sayur!" jawab Kiara dengan nada ketus.
Mendengar jawaban putrinya, Babeh hanya tertawa kecil. Beliau berdeham kemudian menatap Kiara saksama, sepertinya anak tertua itu memang sedang tidak baik-baik saja.
"Kamu putus Tèh sama pacar? Kok sedih gitu? Anak Babeh gak boleh sedih, lihat dong, Babeh segini ganteng dan mudanya gini, masa anaknya cemberut sampe jelek gitu?" Babeh menggodai Kiara.
"Ganteng kata Emak, kata aku enggak." jawab Kiara dengan bersungut-sungut. "Udah ah kalian makan aja gih, gak usah peduliin aku. Lagian aku kan gak penting."
Babeh menjitak kepala putrinya itu dengan kesal. Kiara mengaduh kesakitan, sementara itu Nino dan Icung menahan tawa melihat Kakaknya dijitak.
"Denger ya Kiara, Babeh udah dapet informasi banyak dari temen-temenmu katanya kamu selalu aja diputusin cowok. Babeh heran, bisa-bisanya anak dari seorang pria tampan harus gagal dalam percintaan? Kamu sebenernya beneran suka sama cowok atau cuma gegayaan aja sih?" Babeh menautkan alisnya dan menatap Kiara serius.
"Ya gak tahu Beh, aku juga gak ngerti. Jangan tanya kenapa karena aku juga nyari jawabannya gak nemu." Kiara menghela napas dan menatap kedua adiknya saksama. "Mungkin aku memang gak pantas buat siapa-siapa ya?"
"Jangan rendah diri gitu Tèh, lo gak berhak bilang gitu karena itu tugas orang lain." Nino tertawa sambil bertepuk tangan.
Gantian Kiara yang melayangkan jitakan pada adiknya. Nino tampak mengaduh dan Icung menertawai Kakaknya itu sambil mengunyah kerupuk. Babeh terlihat merutukkan jemari di atas meja, beliau kemudian menghela napas dan memandang Kiara saksama.
"Ya udah Kiara, kamu kenalan sama temen Babeh aja gimana? Orangnya masih single dan lagi nyari istri, Babeh harap kamu gak nolak ya."
Kiara yang tengah minum itu langsung tersedak. Ia memutar bola mata dan menatap Babehnya saksama.
"Apa?!"
***
Buku lain oleh ARCELYOS
Selebihnya