DANCING WITH DESTINY

DANCING WITH DESTINY

Bianca Lazuardi

5.0
Komentar
272
Penayangan
11
Bab

Adult Romance 21+ (Mengandung adegan dewasa secara eksplisit maupun implisit di beberapa bab). Jane Miles-dokter bertangan dingin, kemampuannya dalam menangani pasien sudah tidak di ragukan lagi. Jane mencintai profesi dan hidupnya yang damai meski tanpa ingatan masa lalu. Amnesia Retrograde akibat kecelakaan di masa lalu membuat memori Jane terkunci rapat, hingga Rafael Klein datang-memaksa masuk ke dalam hidup Jane dan mulai mengacaukan segalanya. Laki-laki itu memaksa Jane untuk menerima takdirnya sebagai satu-satunya penerus klan Klein.

Bab 1 Serangan Mendadak

Prolog

"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Pa?"

Seorang wanita menghela nafas panjang. Ia menatap suaminya yang tengah fokus memegang kemudi mobil. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing, membayangkan kemungkinan terburuk yang akan segera mereka hadapi.

"Lebih baik kita pergi dari sini. Kita kembali ke Moskow. Bersembunyi disana sampai keadaan lebih baik," saran sang istri.

Sang suami menggeleng pelan. "Tidak, Ma. Kita tidak bisa selamanya bersembunyi. Mereka pasti akan segera menemukan kita."

"Jadi? Kamu mau kembali ke tempat itu? Kembali pada Klein?" Sang istri mendesah frustasi. "Mereka tidak akan mengijinkan kami menginjakkan kaki di rumah itu."

Ia berbalik untuk melihat seorang bocah laki-laki yang terlelap memeluk boneka Minion kesayangan, di bangku belakang.

"Apa yang akan terjadi pada putra kita?" lirihnya nelangsa.

Sang suami melepaskan salah satu tangannya dari balik kemudi lalu meraih tangan sang istri. "Kamu tenang saja, Sayang. Aku janji, kita akan selalu ber-"

"Papa, AWAS!"

[BREAK ...]

Sebuah truk pengangkut pasir datang dari arah samping dengan kecepatan tinggi. Menghantam mobil yang ditumpangi sepasang suami istri bersama putra mereka yang masih berumur sepuluh tahun. Mobil terhempas jauh, terguling beberapa kali hingga hancur tidak berbentuk sebelum akhirnya mendarat dengan posisi terbalik.

"Cepat, cek! Pastikan mereka semua mati."

Sebuah suara berjalan mendekati mobil, di susul suara dua pasang derap kaki yang berputar mengelilingi mobil. Memastikan tidak ada pergerakan mahkluk bernyawa dari dalam mobil.

"Bos, mereka semua mati." Lapor salah satu diantara mereka.

"Bagus. Ayo pergi."

Suara derap langkah kaki yang menjauh seolah memberi tanda bagi bocah laki-laki yang duduk di bangku belakang mobil, dia membuka mata dan perlahan mengerakkan jarinya. Berusaha untuk menggapai tubuh sang Ibu yang tidak lagi sadarkan diri.

"Ma, Pa," ucapnya terbata. "Ma," panggilnya lirih dengan suara terakhir yang mampu dia keluarkan. Sebelum akhirnya terlelap dalam buaian sang malaikat pencabut nyawa.

*****

Tujuh belas tahun kemudian ...

"Ketua, mobil di belakang sepertinya mengikuti kita." Lapor laki-laki memakai setelan jas lengkap pada laki-laki lainnya di bangku penumpang.

Empat orang yang berada di dalam mobil-bersamaan melirik dari balik kaca spion, dua mobil Van tengah merapatkan jarak mereka hingga bumper depan Van hampir mencium bumper belakang city car.

"Dimana anggota yang lain, Clay?" tanya Rafael datar. Pemimpin itu seolah hal seperti ini sudah sering dihadapinya.

"Terjebak macet dua blok dari sini," sahut Clay-si pengemudi, tegang. Sesekali dia melirik dari spion depan untuk mengukur jarak Van yang semakin lama semakin mendekat.

Berbeda dengan ekspresi Rafael yang tenang, wanita yang duduk disampingnya tampak waspada. Sang sekretaris segera meraih ponsel, mencari sebuah nama di laman kontak untuk dihubungi.

"Kami diserang!" Serunya panik begitu mendengar suara dari balik ponsel.

"Nona Fey, tolong jaga ketua. Kami akan mengurus masalah ini," kata Clay. Dia melirik Ben-rekan yang duduk disampingnya, memberi kode untuk bersiap akan kemungkinan terburuk.

"Hati-hati." pesan Rafael. Kedua pengawalnya mengangguk paham.

Clay menambah kecepatan mobil untuk menghindar dari kejaran musuh. Mobil meliuk-liuk diantara sela mobil lainnya. Ben melirik dari balik spion depan menembus kaca belakang, mereka berhasil mengelabui musuh hingga jarak mobil dengan salah satu Van terpaut jauh.

"Mereka tertinggal, Clay," seru Ben mengabarkan kondisi di lapangan.

Clay tersenyum puas tanpa menyadari dari arah lain datang Van dengan kecepatan tinggi, langsung menuju ke arah sedan yang dikendarainya. Di detik terakhir Clay berhasil memutar setir hingga mobil berbelok tajam tepat menuju deretan mobil yang mengantri menunggu lampu hijau di persimpangan traffic light.

[BRAK ... ]

Mobil menabrak salah satu pohon besar yang berada tidak jauh dari bantalan jalan. Ini merupakan satu-satunya cara penyelamatan terakhir yang bisa di lakukan Clay agar mobil yang dikendarainya tidak menghantam kerumunan mobil lainnya dan menghasilkan banyak korban jiwa.

Ben menggosok tekuk nya lalu berpaling ke deretan bangku belakang untuk mengecek kondisi penumpang di bangku belakang. "Bos, anda baik-baik saja?" Tanyanya panik begitu melihat darah di pelipis bos-nya.

"Aku baik. Bagaimana kondisi kalian? Fey?"

"Saya baik-baik saja ketua," sahut wanita disampingnya.

"Ketua dan Nona Fey tetap di dalam mobil. Kami akan segera mengatasi ini," ujar Clay begitu melihat rombongan berjaket kulit lengkap dengan helm full face keluar dari dalam mobil Van.

"Kalian yakin?"

"Ketua tenang saja, kami bisa mengatasinya," pukas Ben menyakinkan bos dan sekretaris nya.

Keduanya langsung keluar dari dalam mobil.

"Siapa yang mengirim kalian?!" Hardik Clay langsung.

Rombongan berjaket kulit tak bergeming. Mereka terus maju, merengsek posisi Clay dan Ben.

"Ben, kamu dua di kiri. Selebihnya serahkan pada ku," kata Clay.

"Kenapa nggak buat kamu semua aja?" Canda Ben untuk menutupi kegugupannya.

Clay menatap temannya takjub. "Bagaimana dia masih bisa bercanda dalam situasi seperti ini?!" Batinnya.

"Maaf." Ucap Ben begitu sadar akan kekonyolannya.

"Pastikan mereka tidak mendekati mobil. Keselamatan ketua nomor satu." Pesan Clay sebelum melayangkan tinju mautnya ke perut salah satu rombongan ber-helm yang mulai menyerang.

Baku hantam tidak terelakkan. Awalnya Ben dan Clay tampak bisa mengimbangi lawan namun energi mereka terkuras lebih cepat karena lawan yang dihadapi tak henti melayangkan pukulan dan tendangan. Kalah oleh jumlah, Ben dan Clay terdesak mundur namun keduanya tetap berjaga agar tidak ada yang bisa mendekati mobil.

Sayangnya dengan tubuh yang kelelahan dan terluka, Ben dan Clay tidak menyadari salah seorang anggota berjaket kulit mendekati mobil dan mengayunkan tongkat bisbol hingga menghantam kaca jendela dari arah penumpang.

[PRANG!]

Kaca mobil pecah, jeritan ketakutan dari dalam mobil memecah kesunyian malam. Dari arah yang berseberangan, pintu mobil terbuka disusul sosok tinggi keluar dari sana.

Tarikan urat di wajahnya menggambarkan besarnya amarah. Sosok dengan rambut hitam segelap charcoal dengan mata berlapis iris biru itu bergerak secepat angin menarik jaket kulit yang dikenakan lawannya. Membalik tubuh dalam cengkraman hingga melayang di udara sepersekian detik sebelum menghempasnya ke aspal keras. Bunyi suara retakan mengiringi lolongan kesakitan dari pemakai jaket kulit.

"Ketua, awas!" Seru Ben begitu melihat sosok lain datang dari arah yang berlawanan, bersiap menyerang bos-nya. Ben segera berlari menghalau pisau yang mengarah ke tubuh bos-nya.

"Akh." Rintih Ben saat dirasakannya benda dingin itu menembus perutnya.

"Ketua!"

Teriakan panik disusul derap langkah serentak dari bala bantuan tambahan yang baru saja tiba di lokasi segera menghampiri sosok Rafael yang tengah memangku Ben yang bersimbah darah.

"Habisi mereka semua." Perintah Rafael pada puluhan anak buahnya yang berlari-menghampiri dan mengepung lokasi untuk melindunginya.

*****

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Bianca Lazuardi

Selebihnya

Buku serupa

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku