/0/13501/coverorgin.jpg?v=1a1199ebd16f44b6ec106fc74bf349fc&imageMogr2/format/webp)
"Mama, mau nikah lagi?" Pekik seorang gadis cantik bernama Ariana.
"Sayang? Kita sudah lama tidak ada figur sosok seorang ayah. Jadi, apa salahnya kalau mama nikah lagi?" jelas sang bunda.
"Ma? Lalu bagaimana dengan papa? Papa pasti sedih, mama tega banget sih?" Protes Ariana dengan wajah memerah.
"Ari? Papa sudah lama meninggalkan kita. Mama ingin ada sosok pria dirumah ini yang bisa menjaga kita." Terang sang bunda.
Ariana terdiam. Ia masih tidak sanggup percaya dengan permintaan sang bunda. Pasalnya ia sangat dekat dengan sang ayah. Memang sudah hampir 7 tahun sang ayah meninggalkan mereka karena kanker. Sang ayah tidak mampu bertahan dan akhirnya pergi meninggalkan mereka berdua. Ariana masih menganggap ayahnya masih hidup dan selalu melindunginya. Untuk itu, ia sangat terpukul dengan keputusan ibunya. Kalau ibunya nikah lagi, suasana akan menjadi canggung dan ia pun pasti tidak terima. Bukankah sulit menerima orang baru, apalagi harus memanggilnya ayah.
"Aku pergi sebentar ma!" Ariana pergi meninggalkan sang ibu yang masih termangu di sampingnya.
"Ari, ini sudah malam. Kamu mau kemana sayang?" Tanya sang bunda sambil mencekal tangan putri satu-satunya itu.
"Ari ada janji dengan teman-teman." Ariana melepas cekalan tangan ibunya dan pergi keluar.
"Ari, ARIAANNNAAA!!" pekik sang bunda, namun tidak digubris oleh sang putri.
Bu Sarah merasa frustasi. Ia terduduk lesu di sofa panjang dan menyenderkan punggungnya di sandaran sofa tersebut.
"Hah, aku tahu ini pasti akan terjadi. Aku tahu bahwa Ariana akan menentang keputusanku. Tapi mau bagaimana lagi. Aku pun juga ingin melanjutkan hidupku. Aku masih ingin merasakan bagaimana pergi dengan pasangan ke acara-acara penting. Agar aku tidak sendirian lagi. Aku tahu aku salah. Karena aku mengkhianati ayahnya. Tapi ...." Sarah mengusap wajahnya kasar.
Ia memejamkan matanya sejenak. Entah mengapa, wajah putrinya, juga wajah calon suaminya bergilir memenuhi pikirannya. Tiba-tiba wajah mendiang sang suami seakan menyapanya.
"Mas Robby ...." Lirihnya pelan. Kemudian ia membuka matanya dengan kepala yang masih menengadah keatas dengan bersandar pada sofa.
"Resti aku ya mas. Maafkan aku karena menikah lagi. Tapi, bukan maksudku untuk melupakan ataupun mengkhianati kamu mas. Aku hanya tidak ingin sendiri. Aku akan mengunjungi makammu untuk meminta restu sekaligus mendoakan kamu." Kemudian ia memejamkan lagi matanya dan menghela nafas panjang, untuk merilekskan pikirannya.
***
Ariana melajukan mobilnya menuju club' malam. Ia berbohong pada ibunya jika ada janji dengan teman. Padahal ia ingin pergi ke club' untuk menenangkan pikirannya.
Ia memarkirkan mobilnya kemudian masuk ke pintu utama club'.
"Berikan aku satu botol!," ucapnya tiba-tiba pada bartender yang sedang melayani pembeli.
"Nona? Anda yakin? Dengan siapa anda kemari? Bagaimana jika anda mabuk?" Tanya seorang bartender.
"Buatkan saja! Aku sedang frustasi," jawabnya sinis kemudian pergi mencari tempat duduk.
Sang bartender menggeleng pelan. Memang banyak gadis seusia dia yang datang sendirian. Namun setelah itu mereka mabuk, dan dibawa pria entah kemana.
"Hah, apakah dia akan berakhir seperti itu." Ucap bartender kemudian menyiapkan pesanannya.
"Sayang, mama akan menikah lagi,"
"Hah," Suara bundanya terus terngiang didalam benaknya. Antara mengizinkan atau tidak. Ia bingung. Salah satunya ia tidak ingin mengkhianati sang ayah, tapi juga kasihan melihat mamanya yang mengurus semuanya sendiri. Baik perusahaan dan bisnis yang ditinggalkan papanya.
"Sayang? Mama ingin ada yang membantu mama mengelola bisnis papa. Mama sudah izin sama papa untuk memberikan restunya. Kini, mama meminta restu itu darimu juga." Kembali kata-kata sang bunda terngiang-ngiang di pikirannya.
"Aahh, fuucckkk. Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana bisa aku hidup dengan pria besar yang baru aku kenal, dan langsung memanggilnya papa. Ih, lagipula dia pasti jelek, perutnya bergelambir , hitam, dan berkacamata. Jika iya, mamaku masih cantik dan kencang, masa mau sama orang kaya gitu. Aaahhh, fucking shit." Umpatnya.
"Silahkan pesanan anda!" Ucap sang pelayan.
"Terimakasih." Ucapnya acuh. Kemudian ia langsung menenggak minuman itu tanpa menggunakan gelas.
Ariana Chelsea Wijaya. Adalah seorang gadis putri tunggal keluarga Wijaya, yang memiliki bisnis yang besar. Diantaranya bisnis tambang emas dan berlian, perusahaan dibidang teknologi dan juga makanan.
Ia memiliki wajah yang cantik dan manis. Ia kuliah jurusan bisnis di salah satu kampus ternama di Indonesia. Walaupun umurnya masih timur, tapi ia memiliki tubuh sintal yang sanggup membuat para lelaki melirik kearahnya. Dada super besar dan bokong super padat. Sehingga membuat para pria selalu menelan ludah ketika melihat dirinya.
Tanpa terasa satu botol minuman beralkohol itu sudah habis ia tenggak. Tubuhnya menjadi panas dingin dan ingin terus minum dan minum lagi.
"Ahhh, dasar. Ada-ada saja yang selalu membuatku pusing. Hmm, kenapa lampu diskonya berputar-putar? Orang-orangnya juga. Mereka melayang, apakah mereka hantu?" Racau Ariana yang sudah mabuk, namun ia masih bisa berjalan. Club' ini menyediakan hotel untuk menginap juga. Ariana tahu jika ia tidak mungkin pulang dan menyetir. Untuk itu, ia memutuskan untuk bermalam di hotel saja.
"Hmm. Nona, anda baik-baik saja?" Sapa sang bartender.
"Ricky. Itukah namamu? Hmm, manis sekali." Kemudian Ariana kembali berjalan tertatih menuju kamar hotelnya.
"Hah, astaga. Dasar gadis aneh," Ricky menggelengkan kepalanya dan menatap aneh pada Ariana.
Ariana menyusuri satu persatu kamar. Banyak dari mereka yang melakukan hubungan hanya di luar, walaupun tidak sampai intim.
"Menjijikkan. Apakah mereka tidak bisa menyewa kamar." Ariana terus berjalan dan memastikan setiap angka dan mencari angka kamarnya.
/0/17676/coverorgin.jpg?v=c838b304dcffa7016fddab1360bd3c1c&imageMogr2/format/webp)
/0/23402/coverorgin.jpg?v=956d1bff272bfc1af42c4423b22a8af3&imageMogr2/format/webp)
/0/16527/coverorgin.jpg?v=2e54cd0c6edd768dfd375d41be6de1f3&imageMogr2/format/webp)
/0/15160/coverorgin.jpg?v=67322a6b9774f084cd89dd3bd3030239&imageMogr2/format/webp)
/0/20470/coverorgin.jpg?v=22c5d8ad1727cb6933d7c40772c3b5da&imageMogr2/format/webp)
/0/18417/coverorgin.jpg?v=29bdf11298807a8f463bb7bf9341408d&imageMogr2/format/webp)
/0/12072/coverorgin.jpg?v=4eab18104d90369d4fb0372bd91d7015&imageMogr2/format/webp)
/0/24710/coverorgin.jpg?v=419e7815a6a1deec6566a9af79300d93&imageMogr2/format/webp)
/0/28888/coverorgin.jpg?v=4e31289b508bd6e19661a8b1cabe847f&imageMogr2/format/webp)
/0/16556/coverorgin.jpg?v=49aa86a01fa047040419da639a6677e7&imageMogr2/format/webp)
/0/16645/coverorgin.jpg?v=ef346df3b63e19bf964828ca82a1a7a0&imageMogr2/format/webp)
/0/10912/coverorgin.jpg?v=05752965a9db2860cd3d89c35693dae9&imageMogr2/format/webp)
/0/15583/coverorgin.jpg?v=e4c064d3995495e203092c6ed94c750c&imageMogr2/format/webp)
/0/27317/coverorgin.jpg?v=88f8db35377f1ad3234f3fa796b61b18&imageMogr2/format/webp)
/0/6822/coverorgin.jpg?v=545b0051c1d38b83b80a962229807050&imageMogr2/format/webp)
/0/26880/coverorgin.jpg?v=165175708f82a45bd73a4941c748956c&imageMogr2/format/webp)