Pratiwi Antika, harus menerima keputusan kekasihnya, Juan untuk mengakhiri jalinan cinta yang sudah mereka lalui selama 3 tahun lamanya. Tiba-tiba Juan mengajaknya putus, tanpa alasan yang jelas dan menghilang bak ditelan bumi. Beberapa bulan terpuruk dalam rasa sakit hati, Tiwi mulai melanjutkan hidup tanpa ada bayang-bayang Juan. Hingga, kedua orang tua Tiwi mengenalkan anak sahabat mereka, yang merupakan teman Tiwi di kampus bernama Fabian. Hingga, karena seringnya kebersamaan mereka, membuat kedua anak muda ini memutuskan untuk menjalin cinta dan Tiwi berpikir, mungkin dengan bersama Bian, Tiwi bisa melupakan mantan kekasihnya, Juan. Lima tahun berlalu, ketika Tiwi dan Bian tengah mempersiapkan rencana pernikahan mereka, Juan kembali dengan perubahan yang signifikan. Lalu, bagaimana kelanjutan hubungan Tiwi dan Bian setelah kemunculan Juan? Akankah Tiwi tetap setia dengan Bian, atau malah kembali kepada sang mantan?
Hari kelulusan sudah tiba. Dengan wajah yang berbinar-binar, Tiwi menghampiri Juan, kekasihnya untuk mencari tahu hasil kerja keras mereka selama menempuh ilmu di sekolah itu selama 3 tahun.
Tiwi tampak bahagia, karena Juan juga lulus sama seperti dirinya. Akan tetapi, rona bahagia yang Tiwi perlihatkan sama sekali tidak nampak di wajah Juan. Tiba-tiba, Juan mengajak Tiwi untuk pergi ke taman belakang sekolah mereka, dan berkata ada hal penting yang hendak Juan katakan kepada dirinya.
Tanpa menaruh rasa curiga, Tiwi pun menuruti apa kemauan Juan. Tapi, sesampainya di sana, kenyataan pahit menyambar telinga Tiwi. Juan mengeluarkan kata-kata yang seketika meluluh lantakkan perasaan bahagianya hari itu.
"Putus?" Tiwi membulatkan kedua matanya, menatap sayu wajah kekasihnya seraya menggelengkan kepala.
"Juan, kamu pasti lagi bercanda kan ya? Gak lucu tahu! Jangan berpikir kalau kamu akan berhasil mengerjaiku, karena aku sama sekali gak percaya sama semua kata-kata kamu," ucap Tiwi sambil tertawa kecil.
Juan memegangi kedua bahu Tiwi, sembari menatap intens kedua matanya. "Tiwi.. Aku sedang tidak bercanda. Aku bersungguh-sungguh ingin mengakhiri hubungan kita. Jadi, tolong hargai keputusanku ini!" tegasnya meyakinkan sang kekasih.
"Menghargai kamu? Lalu, kamu gak menghargaiku? Menghargai hubungan kita selama ini? Kamu jahat, Juan. Kamu jahat!! Jika memang kamu benar-benar ingin mengakhiri hubungan ini, kasih aku alasan yang tepat, apa yang membuat kamu sampai mengambil keputusan seperti ini! Aku merasa, hubungan kita itu baik-baik saja, Juan. Sebenarnya, ada apa sama kamu sih? Kalau memang kamu lagi ada masalah, berbagi sama aku. Atau, kalau memang kamu sudah mencintai perempuan lain, katakan yang sejujurnya sama aku, Juan . Bilang, siapa orang yang sudah menggeser posisiku di hati kamu!" seru Tiwi dengan kedua kelopak mata yang tergenang air.
Juan terdiam dan tak bergeming sama sekali. Sejujurnya, hubungannya dengan Tiwi memang baik-baik saja. Bahkan, hampir tidak pernah ada pertengkaran di hubungan mereka. Melainkan, gelak canda tawa dan kenangan indah yang selalu menghiasi hari-hari mereka selama kebersamaan 3 tahun ini.
Tiwi mendongakan wajahnya, memukulkan tangannya ke dada Juan dengan isak tangis kekecewaan. Tiwi terus bersuara, meminta penjelasan sang kekasih atas keputusan besar yang menorehkan luka paling dalam di hatinya saat ini.
"Juan...!! Cepat bilang, jangan diam seperti ini! Apa yang sebenarnya membuat kamu ingin mengakhiri hubungan kita? Kamu tahu kan, sayang. Kamu itu separuh hidupku. Aku gak bisa menjalani hari-hariku tanpa kamu. Tolong, kasih aku alasan yang tepat hingga kamu ingin mengubur cita-cita dan impian kita di masa depan!" seru Tiwi dengan air mata yang mengalir deras membasahi pipinya.
Juan masih terdiam. Kedua matanya terpejam, sambil menahan rasa sesak di dadanya.
"Oh.. aku tahu. Apa yang aku pikirkan tadi benar ya. Kamu sedang mengerjaiku. Iya kan, Juan? Bilang, kalau kamu sedang ngerjain aku!" pekik Tiwi histeris.
Bugh...
Dengan kasarnya, Juan mendorong tubuh Tiwi hingga tersungkur jatuh ke atas tanah. Bahkan, dengan teganya Juan malah membiarkan Tiwi menangis dalam posisinya sekarang dan berlalu pergi begitu saja meninggalkannya.
"Juan...!! Jangan tinggalin aku! Aku cinta banget sama kamu. Aku cinta kamu, Juan!" teriak Tiwi dalam tangisnya.
Namun, Juan yang sudah bertekad keras dengan keputusannya, tidak mengindahkan semua teriakan dan rengekan Tiwi. Pria itu terus melangkahkan kakinya pergi, tanpa menoleh kembali ke belakang.
Buliran-buliran bening terus berjatuhan dari kedua kelopak mata Tiwi. Hanya ada rasa sakit hati dan kecewa akan keputusan sepihak yang Juan ambil tanpa mempedulikan perasaanya.
'Kamu kenapa sih, Juan? Apa yang sebenarnya membuat kamu berubah menjadi seperti ini? Kalau kamu masih belum mau mengatakan yang sejujurnya sama aku, biarkan aku yang akan mencari tahunya sendiri dan menanyakan ini semua sama kedua orang tua kamu. Aku yakin, Bapak sama Ibu akan lebih terbuka sama aku dibandingkan kamu!' batin Tiwi seraya bangkit berdiri, sambil mengibaskan rok abu-abu yang hari ini terakhir ia pakai.
Tiwi lalu berjalan lunglai penuh kehampaan di hatinya. Setapak demi setapak langkah kakinya, mengantar Tiwi menuju ke mobilnya. Di mana, di sana sudah berdiri pria paruh baya yang tidak lain adalah sopir pribadi Tiwi.
"Kita pulang sekarang ya, Pak," ucap Tiwi pelan sambil menatap kosong ke depan.
"Baik, Non. Kebetulan, Nyonya baru saja meminta saya untuk segera membawa Non Tiwi pulang," ucap Pak Dadang.
"Iya, Pak. Tapi, sebelumnya kita mampir ke mini market dulu ya. Aku mau beli es krim coklat."
"Baik, Non."
"Makasih ya, Pak."
"Sama-sama, Non. Kita langsung pergi sekarang ya, Non?"
"Iya, Pak," jawab Tiwi seraya mengamati bangunan sekolahnya. Di mana, di tempat ini dirinya mendapatkan cinta pertamanya dan mengenal Juan, kekasih yang teramat sangat ia cintai.
Sesaat setelah Pak Dadang membukakan pintu untuknya, Tiwi pun melangkah masuk ke dalam. Ia membuka kaca mobilnya, dan kembali memandangi seluruh area sekolahannya.
'Di sini, Juan. Di tempat ini aku mendapatkan kebahagian selama 3 tahun.
Di tempat ini juga, aku bisa mengenal laki-laki yang menurutku sempurna. Di sini, aku sudah menciptakan banyak kenangan indah dan canda tawa bersama kamu. Namun, di hari terakhirku di sini, aku justru kehilangan kamu, Juan. Tapi, aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku akan mencari tahu, apa yang membuatmu berubah sampai akhirnya memutuskan hubungan kita secara sepihak seperti ini!' batin Tiwi seraya menutup kaca mobilnya.
Dari kejauhan, Juan yang sebenarnya belum pergi, hanya bisa menatap mobil Tiwi yang berlalu pergi meninggalkan halaman sekolah.
'Maafin aku, Tiwi.
Aku terpaksa melakukan ini semua. Tapi, aku berjanji sayang. Mimpi dan cita-cita kita di masa depan tetap akan terwujud. Aku harap, kamu akan setia menungguku kembali. Agar aku bisa membuktikan kepada semua orang, jika aku pantas memiliki kamu. Aku juga bersumpah pada diriku sendiri, kalau aku akan memberikan kebahagian bukan kesengsaraan sama kamu kelak. Tunggu aku sampai aku kembali, sayang,' ucap Juan pada dirinya sendiri.
Di luar sekolah, sebuah mobil mewah berwarna merah, melihat mobil putrinya keluar. Nyonya Mega, Ibunda Tiwi beserta Suaminya, Pak Niko mengulas senyum yang lebar ketika memastikan jika Juan menepati janjinya untuk pergi meninggalkan putri mereka.
"Sepertinya anak itu menepati janjinya sama kita ya, Pah," ucap Nyonya Mega dengan senyum yang terus merekah dari bibirnya.
"Iya, Mah. Akhirnya, Tiwi tidak lagi menjalani hubungan dengan pria gembel yang bermimpi menjadi pangeran itu," jawab Pak Niko.
Kedua orang paruh baya itu menoleh dan melihat Juan yang tampak berjalan lunglai keluar dari sekolah. Pak Niko dan Nyonya Mega pun bergegas keluar dari mobilnya dan menemui Juan.
"Ternyata kamu menepati janji kamu ya," ucap Pak Niko sambil melempar tatapan sinis ke arah Juan.
"Sudah saya bilang, saya adalah orang yang memegang tinggi apa yang sudah saya katakan. Sekarang, mana sisa uang pelunasan yang Bapak dan Ibu janjikan kemarin," jawab Juan.
"Cih.. benar kan, Pah dugaan Mama. Dia itu mata duitan. Mana ada pria miskin yang benar-benar cinta sama gadis kaya seperti putri kita. Yang ada, dia dan keluarganya sengaja mendekati Tiwi agar bisa memoroti anak kita saja," sahut Nyonya Mega.
"CUKUP YA, BU! Anda dan Suami anda boleh menghina saya, tapi jangan keluarga saya. Sekarang, agar urusan diantara kita sudah selesai, berikan sisa uang itu kepada saya!"
Pak Niko lalu mengeluarkan sebuah amplop coklat dari saku jasnya dan melemparnya ke tanah.
"Ambil itu!! Dan saya minta, mulai detik ini jangan pernah muncul lagi ke kehidupan putri saya!" ucap Pak Niko sambil melempar tatapan merendahkan ke arah Juan, yang sedang berjongkok mengambil amplop berisi segepok uang dari kedua orang tua Tiwi.
Bab 1 Keputusan Sepihak
23/06/2022
Bab 2 Alasan Putus
23/06/2022
Bab 3 Menghilang
23/06/2022
Bab 4 Tempat Kenangan
25/06/2022
Bab 5 Tuduhan Papa
27/06/2022
Bab 6 Private Number
27/06/2022
Bab 7 Jodoh Gak Kemana
27/06/2022
Bab 8 Peringatan Keras
27/06/2022
Bab 9 Belajar Move On
28/06/2022
Bab 10 Cinta Pada Pandangan Pertama
28/06/2022