Aluna adalah gadis penuh dengan mimpi yang ingin ia wujudkan, bahkan setelah Aluna bermimpi bertemu dengan lelaki pujaannya, meskipun tak lain hanyalah ilusi dan tentu saja tidak nyata, membuat Aluna semakin terperangkap ke dalam dunia mimpinya. Bagaiman tidak? Aluna yang kurang kasih sayang dan perhatian dari orangtuanya membuatnya ingin diperhatikan dan dengan mudah ia dapatkan dari orang yang selalu memberi perhatian padanya melalui mimpi. Disisi lain, Aluna tak menyangka jika ia ternyata bertemu dengan seseorang yang sangat persis mirip dengan lelaki yang masuk ke dalam mimpinya itu. Niko namanya, dan yang lebih mengejutkannya lagi adalah Niko merupakan adik dari dosennya yang sudah lama mengincarnya untuk berkencan dengannya, dengan mengetahui sesosok lelaki idamannya itu, Aluna yang dekat dengan sahabatnya bernama Linda akan terus memperjuangkan mencari tahu dengan sendirinya seperti apa sosok lelaki itu, apakah lelaki itu memang jelas merasakan hal yang sama bermimpi bertemu dengannya atau lelaki itu memang tidak mengenali Aluna sama sekali. Parahnya, lelaki itu lebih bersikap dingin dan cuek terhadap Aluna. Niko akan mengalah pada kakaknya, bahkan Niko ingin melihat kakanya selalu tersenyum tiap kali kakaknya membanggakan Aluna.
Pernahkah kamu merasakan jatuh cinta yang begitu hebat tetapi hanya ada di dalam mimpi? Terntu saja itu tidaklah nyata, Aluna wanita penuh percaya diri bahwa dirinya dapat disukai oleh banyak lelaki, namun sayangnya kenyataan tak sesuai dengan realita yang ada.
Aluna sangat mengagumi lelaki yang tak lain adalah ilusinya saja dari dalam mimpi.
Bruk!!!
Aluna terjatuh dari tempat tidurnya setelah ia yang lama bermimpi dan tak kunjung bangun.
Namun saat Aluna memulai membuka matanya, sudah terlihat didepannya wajah yang begitu sangat judes dan kesal dengan tingkah Aluna yang tak kunjung bangun dari tempat tidurnya.
"Gimana tidurmu tuan putri? Sudah nyenyak bukan?" pekiknya dengan nada yang cukup luwes.
Aluna hanya bisa meringis sedikit dan menjawab dari perkataan temannya itu, "Maaf, aku benar-benar masih mengantuk."
Namun seperti biasanya, Linda hanya menggulingkan tubuh Aluna dengan jahilnya karena Linda merasa risih melihat Aluna yang terus tidur di kamarnya.
"Kamu cari pacar gih yang bisa buat kamu berteduh untuk tidur! Lagian kamu kan punya rumah? Ngapain masih tidur di kamar aku terus?" gerutunya membersihkan ranjang yang telah ditempati oleh Aluna, sedangkan Aluna langsung berdiri dan menggaruk kepalanya meskipun tidak gatal.
"Kamu kan tahu sendiri gimana keluargaku?" ucap Aluna dengan nada yang lesu.
Linda langsung menghentikan segala aktifitasnya dalam membersihkan tempat tidurnya, Linda sangat tidak tega terhadap Aluna dan selalu teringat pada Aluna yang memiliki keluarga broken home, tentu saja Aluna tak mungkin betah berada di dalam rumahnya.
Padahal jika dilihat dari segi fisik dan ruangan tentulah rumah Aluna yang sangat layak untuk ditempati, berbanding dengan rumah Linda yang sederhana namun tetap menjadi kenyamanan bagi Aluna.
"Aku bosan melihat mereka selalu bertengkar, mereka tak ada waktu untukku," gumam Aluna.
Linda menghela nafasnya sebelum ia berfikir dan langusng berucap, "Kamu sudah bukan anak kecil lagi Aluna."
Dengan perkataan Linda yang seperti itu membuat Aluna termenung sejenak dan Linda menjadi merasa bersalah, Linda langsung merangkul Aluna, "Maaf."
Aluna mentap dalam-dalam tatapan Linda yang penuh makna dan tersenyum, "Iya, santai aja. Aku berangkat kampus dulu," seru Aluna langsung bangun dan Aluna yang akan kembali ke rumahnya untuk mandi sebelum ia berangkat ke kampusnya.
Dalam benak Aluna ia selalu berfikir jika ada keajaiban untuknya, ia sangat ingin datang ke mimpinya lagi dan bertemu dengan cowok di mimpinya itu, setelah Aluna mengingat-ingat lagi nama cowok yang hadir dalam mimpinya itu, namun Aluna belum mendapatkan jawaban sama sekali. Aluna sama sekali tak ingat.
"Tunggu sampai malam nanti, aku akan mengingat namanya," gumamnya dengan pelan.
Saat tiba dikampusnya, Aluna sama sekali tidak fokus dengan pelajaran, meskipun salah satu dosennya yang menyukai Aluna terus memperhatikannya. Terlihat jelas dari sikap dan perilaku Pak Caka yang perhatian pada Aluna.
"Aluna, bisakah kamu perhatikan mata kuliah hari ini?" ucapnya dengan nada lembut, sontak membuat Aluna tersadar bahwa dirinya sudah sejak tadi yang diam saja dan tak memperhatikan dengan apa yang Pak Caka terangkan.
"Kamu beneran nggak mau sama Pak Caka? Kalau nggak, buat aku saja! Dia punya mobil loh, mandiri dan juga berduit," bisik Linda pelan, sementara Aluna tak begitu menghiraukannya.
"Maaf pak," kalimat itu saja yang hanya bisa keluar dari mulut Aluna.
Bahkan setiap Pak Caka menerangkan tentang pelajaran assesment, Pak Caka tak hentinya memperhatikan Aluna, membuat Aluna tak lagi melamun. Aluna menjadi memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut Pak Caka.
Aluna kembali menatap bukunya, ia melihat di lembar halaman berikutnya yang tentu saja belum waktunya untuk mahasiswa yang lain membalikkan buku itu.
"Ko kayak nggak asing ya?" pekik Aluna.
Entah apa yang membuat Aluna menjadi begitu penasaran, namun baginya pelajaran hanyalah sebuah pelajaran saja yang sama sekali tidak begitu ia minati hari itu. Aluna melupakan dengan cepat.
Sore beganti malam. Aluna menunggu waktunya untuk tertidur pulas, kali ini orangtuanya sedang tidak pulang sehingga tidak ada pertengkaran yang terjadi, hal itu membuat Aluna sedikit lega, setidaknya Aluna tak mendengar sesuatu benda yang pecah dari ruangannya rumahnya.
Aluna tahu orangtuanya yang jarang pulang membuat dirinya tak lagi menunggu kedatangan kedua orangtuanya, bahkan Aluna selalu berharap bahwa mereka tak akan pulang karena Aluna yang sangat bosan tiap kali mendengar pertengkaran yang sungguh hebat.
"Kali ini tolonglah Tuhan, aku ingin bermimpi indah lagi bertemu dengan cowok itu lagi," gumamnya dengan penuh harap.
Tentu saja Aluna sangat berharap bisa bermimpi bertemu dengan sesosok yang kemarin malam ia temui dalam mimpinya, kali ini Aluna tak ingin melewatkan untuk menanyakan nama dari cowok itu. Tak hanya itu saja, bahkan Aluna sanagt berharap lelaki itu tertarik padanya.
Awan yang sungguh terang dan sangat bersinar, bahkan dari bawah awan itu, lelaki itu terlihat begitu tampan, Aluna lagi-lagi senang memandangnya dan Aluna yang menjadi hanyut dalam perasaannya.
Dalam batinnya berkata, 'Andai aku bisa berpacaran dengannya?'
"Maukah kamu berpacaran denganku?" ucap lelaki itu dengan tersenyum.
Sontak kalimatnya membuat Aluna kaget, tidak mungkin lelaki itu bisa mendengar isi hatinya, terlebih lagi lelaki itu terus memandangnya dengan sangat jeli, Aluna bahkan kini tidak tahu apakah itu nyata atau hanya sebuah ilusi.
Aluna langsung mengangguk karena Aluna memang sangat menyukai lelaki itu, hanya pandangan pertama saja sudah mampu mencuri hatinya. Sempat Aluna berfikir apa yang membuatnya penasaran dengan lelaki tampan itu, namun semakin Aluna mengingatnya untuk mengatakan sesuatu, semakin Aluna lupa dengan apa yang ingin dikatakannya, meskipun Aluna terus berfikir dan mengingatnya, namun tetap saja Aluna melupakan itu.
Kemudian lelaki itu mengajak Aluna bermain, ajaibnya, ia memberikan Aluna sebuah gelang yang terbuat dari percikan air mancur. Tentu saja itu sangatlah mustahil dan sangat tidak mungkin, namun dengan percikan yang indah gelang itu menyatu di tangannya.
"Apakah ini mimpi?" ucap Aluna dengan terkejut.
"Ya, ini memang mimpi! Jadi bangunlah!" seru suara wanita yang terdengar tidak asing.
Aluna langusng membuka matanya dan sangat kaget, lagi-lagi Linda yang membangunkannya dan berada di depan matanya.
"Apaan sih Lin!" Aluna terlihat sangat kesal karena ia yang telah dibangunkan.
"Oh iya!" Aluna berlari membuka bukunya yang telah ia tulis dengan sebuah catatan.
"Apa itu? Nama?" ucap Linda mendekati Aluna dan mengeja tulisan yang tengah berada di tangan Aluna.
Sedangkan Aluna langsung merebutnya dari Linda dan Aluna tak mau Linda melihatnya lalu mencaritahunya, tentu saja itu akan sangat mengganggu Aluna. Aluna tersenyum dengan memeluk buku di genggamannya.
"Nama, nama yang bakalan aku cari tahu sendiri," gumam Aluna dengan pelan, sementara Linda terus kesal karena rasa penasarannya tak tersampaikan.