Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku

Catatan Rahasia Sekretaris Suamiku

Nabila

5.0
Komentar
7K
Penayangan
31
Bab

Dari catatan Lulu, sekretaris yang juga sahabatnya, Davina tahu perselingkuhan Fathan. Tragisnya, Lulu ditemukan tewas terbunuh. Siapakah pembunuh Lulu? Bagaimana nasib rumah tangga Davina dan Fathan? Simak kisah selengkapnya!

Bab 1 Prolog

Apakah Tuhan butuh alasan ketika menimpakan cobaan kepada seseorang? Ataukah semua manusia memang sudah seharusnya menghadapi cobaan versi masing-masing meskipun dia berusaha menjadi hamba yang baik dan tidak neko-neko? Pertanyaan itu terus berputar di kepala Davina Zaila Hamidah. Dirinya sudah mencoba menjalani hidup dengan sebesar-besarnya kemampuan menjaga rumah tangganya. Perempuan keturunan Arab-Sunda berhidung mancung dan berkulit putih bersih itu masih memikirkan kenapa bisa semua orang yang dicintai akhirnya berbalik memusuhi dan merebut kebahagiaan yang tengah direguknya.

"Kamu tega sekali melakukan ini kepadaku, Mas! Kamu benar-benar lelaki biadab! Mereka semua sahabatku, tega-teganya kamu berselingkuh dengan sahabat-sahabatku!" jerit Davina sambil menunjuk wajah Fathan, suaminya yang hanya bisa duduk terpekur di kursi sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Fathan hanya terdiam. Dia membiarkan wanita yang telah memberinya seorang anak perempuan itu mengurai kemarahannya. Dia memang pantas menerima semua caci-maki Davina.

"Aku meninggalkan karierku yang sedang berada di puncak untuk menikah denganmu! Aku melupakan keinginan kuliah lagi untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anakmu! Aku rela melepas semua mimpiku demi menjadi istrimu, tetapi begini balasan yang aku terima!"

Suara Davina terhalang tangis yang mulai tak bisa dibendungnya. Hatinya patah oleh sekejam-kejamnya pengkhianatan Fathan.

Seandainya, seandainya saja dia tahu bahwa keempat sahabatnya adalah orang yang tega menusuknya dari belakang, tak akan pernah dia menjadi pencetus ide terbentuknya Geng Cokelat. Kini sesalnya berlapis-lapis. Otak warasnya bahkan nyaris tak mampu menerima kenyataan bahwa sahabat-sahabat yang sangat dia sayangi tak lebih dari burung hantu berbulu cendrawasih.

"Sayang, aku minta maaf untuk semuanya. Aku memang laki-laki bodoh. Seharusnya aku tidak melayani kemauan mereka," sesal Fathan.

"Kemauan mereka? Oh ... jadi cuma mereka yang salah dan kamu yang suci? Jadi ini semua adalah kesalahan mereka dan kamu tidak ada andil di dalamnya?" Davina meradang. Napasnya memburu seperti singa lapar yang hendak menerkam musuh.

"Aku sudah bilang ini juga salahku! Oke, semua ini aku yang salah! Sayang, aku tidak bermaksud mengkhianati kamu. Semua ini terjadi di luar kuasaku. Semua terjadi begitu saja. Saat aku tersadar, ternyata aku sudah tersesat jauh. Maafkan aku, Sayang. Please, maafkan aku. Kita mulai semuanya dari awal lagi. Aku janji setelah ini kita akan baik-baik saja, Sayang." Fathan bangkit dari duduknya lalu bersimpuh di kaki istrinya.

Davina memalingkan wajahnya. Jika suaminya berselingkuh dengan orang yang tidak dikenalnya, mungkin tidak akan sehancur ini hatinya. Jika Fathan menduakannya dengan satu orang, mungkin tak seremuk ini perasaannya. Ini sudah melewati batas kesabaran dan pemaklumannya sebagai istri, sebagai wanita, juga sebagai manusia.

"Aku akan membawa Nafasha ke apartemen. Kami akan tinggal di sana untuk waktu yang tidak ditentukan. Aku butuh sendiri dulu untuk menjernihkan pikiran dari kelakuan busuk kalian."

"Sayang, jangan pergi. Kalau kamu muak sama aku, biar aku saja yang pindah ke apartemen. Kamu tetap di sini sama Nafasya."

"Aku bukan mau pindah ke apartemen kamu, tapi ke apartemenku sendiri. Jangan temui kami sebelum aku izinkan."

Davina bergegas meninggalkan Fathan yang masih meringkuk di lantai. Dia paham sifat istrinya. Jika sedang marah harus dibiarkan sendiri dulu. Iya, untuk kemarahan jika dirinya melakukan kesalahan-kesalahan kecil seperti pulang terlambat atau tak sengaja menyakiti perasaan Davina. Sekarang ... kesalahan yang dilakukannya adalah kesalahan fatal. Empat tahun pernikahan, badai yang dibuatnya terlalu sulit untuk tidak menenggelamkan kapal yang sedang dia kemudikan bersama anak dan istrinya.

Karam. Apakah kapal mereka akan karam? Apakah Davina akan memintanya untuk bercerai? Membayangkan kemungkinan itu Fathan segera berlari menuju kamarnya. Pintu kamar mereka terkunci rapat.

"Sayang, tolong buka pintunya. Buka pintunya!" teriaknya keras. Tidak terdengar jawaban dari dalam kamar. Davina sedang sibuk memasukkan baju-bajunya ke dalam koper. Setelah kopernya penuh, dia merapikan beberapa perlengkapan. Kosmetik, obat-obatan, sepatu dan sandal tak lupa dimasukkan ke dalam tas. Setelah dirasa beres semuanya, dia membuka pintu kamar. Fathan meraih bahunya, tetapi dengan cepat Davina menepisnya.

Perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu melangkah cepat menuju kamar Nafasya, putri kecilnya yang baru berusia tiga tahun.

Terlihat Nafasya masih tertidur pulas. Di sofa kamar Suster Ratna, baby sitter pengasuh Nafasha tampak terkejut dengan kehadirannya. Perempuan itu pucat dan ketakutan mendengar pertengkaran tuan dan nyonya rumah.

"Sus, tolong bantu packing baju-baju Nafasha. Setelah itu baju Suster juga dibawa. Kita akan pindah ke apartemen, tolong cepat sedikit."

"Ba-baik, Bu." Suster Ratna segera mengeluarkan koper dan tas untuk perlengkapan Nafasya. Davina mendekati putri kecilnya yang tidak terganggu dengan teriakannya tadi. Ada sesal menelusup halus ke dalam dadanya. Sesal dan kesal yang membuatnya hilang akal.

Sekali lagi ingatannya menelusuri satu demi satu nama-nama sahabatnya yang menebar luka. Arumi yang pendiam, Faiza sang bintang, Ghina yang dewasa, serta Lulu yang jenius. Kenapa mereka melakukan hal ini kepadanya? Apakah keempat sahabatnya sengaja bersekongkol untuk merebut kebahagiaannya?

Ah, Lulu. Semoga dia berbahagia di alam sana. Meski didera perih dalam hatinya, Davina lirih mendoakan agar Lulu mendapat tempat terbaik dalam keabadian. Lulu wanita paling periang di antara mereka. Kenapa Lulu harus mengakhiri hidupnya dengan cara seperti ini? Lulu diduga memasukkan racun sianida ke dalam minumannya. Jasadnya ditemukan keesokan hari di ruangan kerjanya.

Perlahan bulir bening membasahi pipi Davina. Rasanya tidak mungkin jika Lulu berniat mengakhiri hidupnya. Namun, jelas ada permohonan maaf di file yang tersimpan di dalam komputernya.

"Aku yang akan pergi. Davina, aku yang akan keluar dari rumah ini. Kamu tetap di rumah bersama Nafasya. Aku yang harus dihukum untuk semua kesalahan ini. Tolong jaga Nafasha baik-baik." Fathan muncul di depan pintu dengan wajah kuyu. Davina hanya meliriknya sesaat. Baginya lelaki itu sudah mati. Dia bahkan tak sudi melihat wajah suaminya lagi.

Fathan berlalu menuju kamar dan mengemasi beberapa pakaiannya. Dia menyambar kunci mobil lalu segera meninggalkan rumah mereka. Rumah yang berisi banyak kenangan bersama Davina yang sangat dicintainya. Berkali-kali Fathan memukul kemudi. Pikirannya kacau balau. Ternyata harus begini akhir benang kusut yang membelit tubuhnya.

"Aku memang laki-laki brengsek!" teriaknya sambil memukul kemudi dengan keras lalu kakinya menginjak rem dengan cepat. Mobil berhenti di pinggir jalan. Suara klakson bersahutan membelah jalanan. Fathan tidak peduli. Dia membuka pintu mobil lalu membantingnya keras. Laki-laki tinggi kekar itu berjalan keluar dari mobil sambil meraba sakunya mencari rokok.

Hamparan tanah kering dan pecah-pecah terpampang di hadapannya. Sepertinya areal sawah ini usai dipanen padinya. Tampak batang-batang pohon padi yang terpotong setengahnya, juga banyak bulir padi berjatuhan di tanah kering. Fathan menyalakan rokoknya, lalu mengisapnya dalam-dalam. Kepulan asap segera membumbung di atas kepalanya.

Fathan pernah menduga jika petualangannya dengan para sahabat Davina suatu hari akan terbongkar. Namun, dia tidak pernah menyangka jika Lulu tega mengakhiri hidupnya dengan cara tragis. Lulu meninggal di kantornya. Semua barang di ruangan dijadikan barang bukti oleh polisi. Namun, Davina berhasil mengcopy file-file penting milik Lulu sebelum polisi mengambilnya.

Dari situlah semua bermula. Rahasia yang pada awalnya hanya diketahui Lulu akhirnya sampai ke tangan Davina. Satu tindakan bodoh Lulu benar-benar menghancurkan semuanya. Fathan bahkan sudah berusaha 'membungkam' Lulu dengan mengirimkan 'uang tutup mulut' setiap bulan, meskipun Lulu tak pernah memintanya. Sial!

Tiba-tiba ponselnya berdering. Satu panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Fathan menekan tombol hijau.

"Selamat siang Pak Fathan, bisakah bapak datang ke kantor polisi sekarang? Ada dugaan Ibu Lulu tidak bunuh diri, melainkan sengaja dibunuh. Kami sangat berterima kasih jika Anda mau bekerjasama dengan datang ke kantor kami sekarang juga."

Pembunuhan? Jantung Fathan berdegup lebih kencang. Siapakah yang tega membunuh Lulu?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku